Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2

Selamat datang di chapter 2

Tinggalakan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like this

❤❤❤

_____________________________________________

Can I become your family? Or you and I will making itself?

°°Satria Eclipster°°
______________________________________________

Jakarta, 14 September
05.00 a.m.

Tet

Tet

Tet

Jam lima tepat. Alarm berbunyi di atas nakas samping ranjang Satria, terpaksa membangunkan sang pemilik. Matanya perlahan membuka. Mengerjap beberapa saat kemudian duduk selama beberapa detik. Di detik yang lain kedua tangan Satria merentang ke atas bermaksud meregangkan otot. Juga sedikit melakukan pemanasan ringan di sertai lari - lari kecil di tempat sebelum akhirnya berjalan ke kamar mandi.

Cukup setengah jam bagi Satria untuk bersiap berangkat ke sekolah. Biasanya ia akan berangkat jam enam pagi karena sebagai ketua tim disipliner, ia harus memeriksa setiap siswa dengan teliti, apakah atribut atau cara berpakaian mereka melanggar aturan atau tidak. Terlebih jika ada siswa yang terlambat, ia harus mencatat pelanggaran dengan memberi poin minus pada buku khusus sesuai aturan sekolah dan memberikan hukuman.

Seperti Bulan—gadis yang baru saja ia claim sebagai kekasih—selalu menjadi pelanggan dalam keterlambatan masuk sekolah dengan alasan ketiduran setiap hari. Untuk itulah Satria memutuskan menjemput gadis itu lebih awal.

Namun sebelum turun ke basement apartement, Satria kembali meneliti kembali sejumlah buku mata pelajaran dan pekerjaan rumah alias PR hari ini. Apakah ada buku yang tertinggal, atau ada PR yang belum di kerjakan, hingga merasa semua benar - benar sudah tidak ada lagi yang terasa kurang, barulah hatinya bisa tenang untuk berangkat menjemput Bulan.

Jakarta, 14 September
05.30 a.m.

Ting tong

Seenaknya jidatnya Satria menekan bel rumah Bulan di jam setengah enam pagi. Walau pun demikian, tidak butuh waktu lama baginya untuk menunggu pintu rumah kekasihnya di buka. Dan seorang wanita paruh baya mengenakan daster ala ibu – ibu yang telah membukanya.

Ketika Satria ingin memberi ucapan salam, wanita paruh baya yang kini sedang mengamatinya dari ujung kepala hingga ujung kaki lebih dulu bertanya, “ya? Ada yang bisa di bantu?”

Tidak dapat di pungkiri jika wanita paruh baya itu merasa heran karena mendapati seorang anak laki - laki dengan seragam SMA rapi, wajah tampan, rambut klimis dan tinggi tengah mengetuk pintu rumah sepagi ini. Kejadian jarang bin langka. Terlepas dari seragam yang di kenakan, wanita berdaster yang kini masih menunggu jawaban dari Satria pun berpikir jika seandainya anak laki – laki berwajah bule ini merupakan pelanggan toko bunga D'Lule, bukankah seharusnya tahu? Toko bunga miliknya baru akan buka jam delapan pagi. Itu sudah tertulis dengan jelas pada pintu kaca depan toko mau pun di media social.

“Apa Bulan ada?” tanya Satria singkat, padat dan jelas. Menjadikan wanita paruh baya tersebut semakin bingung karena anak perempuan sulungnya di cari.

Memang dasar emak - emak tidak peka!

Namun sebelum menjawab pertanyaan dari anak laki - laki berambut klimis yang tampan, tiba - tiba ada suara yang memekik, “siapa ma?” Kontan membuat wanita paruh baya maupun laki - laki yang masih berdiri di depan pintu itu pun sama - sama menoleh ke arah sumber suara yang ternyata milik seorang gadis berseragam SMP.

Jika Satria boleh menilai, sekilas ia perhatikan wajah gadis itu mirip Bulan. Bedanya gadis berseragam SMP yang sedang berjalan ke arahnya berambut hitam sebahu dan kelihatan tomboy.

“Baru juga mau tanya dek,” jawab wanita paruh baya yang akhirnya Satria simpulkan sebagai mamanya Bulan. Sementara gadis berseragam SMP yang Satria simpulkan sebagai adik si Bulan—semakin mendekat ke arahnya dan memicingkan mata. Senyum jahil juga mengembang di wajah gadis tersebut.

“Pacar kak Bulan ya?” goda gadis tomboy dengan seringai jahil yang tersungging di wajahnya.

Satria yang dapat membaca gelagat gadis tomboy tersebut, hanya menampilkan wajah datar sambil mengangguk. Secara otomatis membuat lawan bicaranya mencibir dan mencemooh dalam hati.

Nggak asik, reaksinya B aja.

Sementara tidak cukup puas hanya dengan mengamati anak laki - laki berambut kilimis dan gadis berseragam SMP, Erlin—mamanya Bulan—akhirnya ikut nimbrung. “Sejak kapan Bulan punya pacar? Uda cakep, bule pula kek gini. Mari masuk, silahkan duduk sini nak,” kata Erlin dengan senyum bangga. Menggiring pacar anaknya masuk ke rumah dan mempersilahkan duduk di ruang tamu minimalis bernuasa putih tulang.

Karena sering di puji cakep oleh orang - orang yang berjumpa dengannya, reaksi Satria terhadap omongan Erlin juga biasa saja. Dengan santai laki – laki bertubuh tegap tersebut mengikuti langkah wanita paruh baya yang berjalan di depannya kemudian mendaratkan pantat di sofa warna krem yang berada di ruangan itu.

Setelah Erlin duduk, tatapan matanya mengarah pada anak bungsunya, menunjuk – nunjuk udara sambil berseru, “dek, bangunin kakakmu itu, mama udah capek bangunin dari tadi.”

Tangan yang yang sudah sedikit keriput itu kemudian beralih ke pelipis, memijatnya sebentar, mengahiraukan Satria yang tidak sengaja mengarahkan pandangan pada potret keluarga di shelves sebelah sofa tempat laki - laki itu duduk.

Potret keluarga yang memperlihatkan seorang laki - laki paruh baya yang Satria prediksi sebagai ayah Bulan, wanita yang saat ini duduk di seberang, ada juga gadis berseragam SMP tadi dan kekasihnya sendiri. Mereka semua tersenyum ke arah kamera, tampak ceria dalam photo, persis suasana pagi hari seperti sekarang. Tanpa sadar Satria melamun menatap potret keluarga itu. Kemudian sebuah suara memecah lamunannya. “Namanya siapa nak?”

Dalam hati Satria ingin menjawab calon menantu. Tapi setelah dirasa – rasa kok masih belum layak, belum memenuhi standart SNI, baik secara umur, kedewasaan, maupun pekerjaan. Lagi pula dirinya kan masih SMA. Akhirnya laki - laki yang duduk dengan sopan itu hanya dapat menjawab singkat, “Satria tante.”

“Satria baja hitam?” tanya Erlin. Berusaha mencairkan suasana dengan bercanda. Memang begitu jika ingin mengakrabkan diri dengan seseorang yang baru saja wanita itu temui, terlebih pacar anak sulungnya.

Adiknya Bulan yang sedang berjalan ke kamar kakaknya seketika menghentikan langkah ketika mendengar sang mama mulai ngaco lalu berkomentar. “Ma, please, jaga image dikit napa!” teriaknya seperti tidak bercermin pada kejahilannya tadi terhadap Satria sebelum melanjutkan langkah menuju kamar Bulan.

“Kak bangun dong, sekolah woi sekolah!” teriak adik perempuan Bulan seraya mengguncang tubuh kakaknya.

Merasa terganggu karena baru saja tidur jam tiga dini hari, Bulan malah menarik selimut menutupi seluruh badan hingga kepala. Menjadikan adik perempuannya kesal dan memilih kembali ke ruang tamu guna mencari dan meminta bala bantuan.

“Kak sapa namanya tadi? Satria?” tanya gadis berseraga SMP tersebut, memastikan jika tidak salah sebut. Setelah melihat anggukan dari orang yang ditanyai, ia melanjutkan. “Kakak aja yang bangunin, tuh anak ngebonya parah sumpah.”

“Bangunin aja itu nak Sat.” Tatapan Erlin pindah ke anak bungsu. Sambil menunjuk – nunjuk kamar Bulan wanita paruh baya itu kembali memberi titah, “dek anter Satria baja hitam ke kamar kakakmu.” Lalu kembali menatap Satria lagi. “Tante ke dapur dulu ya,” lanjutnya sebelum beranjak pergi ke dapur guna menyiapkan minuman untuk Satria.

Sebenarnya Satria merasa sedikit canggung karena baru pertama kali ini di minta membangunkan seorang perempuan di kamarnya. Tapi berkat sang adik perempuan Bulan yang menyadari hal tersebut dan mencoba menenangkan laki - laki itu dengan berseru, “santuy aja kak.” Ia jadi sedikit lebih rileks dan brusaha mengontrol raut wajahnya sedatar mungkin.

Beda halnya dengan adik perempuan Bulan yang lagi - lagi melihat Satria hanya mengangguk datar, kali ini mencoba untuk tidak menggubris respon Satria karena sudah sampai depan kamar kakaknya, membuka pintu dan mempersilahkan laki – laki yang berstatus sebagai kekasih kakaknya itu untuk masuk.

Hal pertama yang Satria jumpai adalah bad cover yang menutupi seluruh tubuh Bulan. Satria mengernyitkan alis ingin berdecak marah. Tapi tahu tempat dan takut adik kekasihnya akan tersinggung jika ia bereaksi dengan kemarahan. Sejenak, ia mencoba menetralkan emosi yang hampir muncul. Kemudian memilih mendekati kasur tempat Bulan tidur dan memutuskan untuk memanggil nama lengkap Bulan. “Cecilia Bulan, bangun!”

Cecilia Bulan, bangun!

Suara itu bergema, membuat sang pemilik nama berdecak. Demi kerang ajaib! Ia baru saja tidur jam tiga dini hari! Dan lagi, kenapa suara laki - laki bermulut pedas itu ada dalam mimpinya? Sebenci itukah Bulan sampai memimpikan suranya? Lagi pula siapa yang tidak benci pada sosok galak ini. Tukang marah - marah, pemaksa, dan main claim Bulan seenaknya sebagai kekasih tanpa bisa di protes.

Cecilia Bulan, bangun!

Lagi, suara itu terus saja menggema, menggangu tidur Bulan. Masih memejamkan mata sembari berdecak sebal, ia menyingkap bed cover hingga ke dada dengan cemberut. Memaksakan penghelihatannya untuk terbuka. Setelah berhasil, ia melotot dan terkejut karena mendapati Satria berdiri di samping kasurnya.

“Sa-satria? Kok lo bisa di sini?”

Tiba - tiba mamanya menyerobot masuk mirip angkot ugal – ugalan di jalanan untuk mengomel. “Ya gitu, kamu di bangunin mama sama adek kamu nggak bangun - bangun, di panggil dua kali sama pacar langsung bangun,” terocos sang mama sembari berjalan cepat ke arahnya yang masih melongo.

Bulan tahu maksud mamanya. Pasti ingin melayangkan jeweran. Segera, sebelum mamanya mencapai kasur untuk melaksanakan jeweran itu, Bulan langsung bangun dan berlari ke sisi lain menuju kamar mandi sambil berteriak, “ampun ma, aku mandi nih, jangan gitu dong ibu negara yang paling cantik se-Indonesia raya!”

Satria tersenyum tipis melihat keluarga gadis itu. Rasanya baru kali ini ia bisa tersenyum lagi, sejak dua tahun yang lalu. Moment sederhana ini menghangatkan rongga dadanya. Setelahnya, Satria duduk kembali di sofa krem ruang tamu seraya mengambil buku dan membacanya sambil menunggu Bulan.

Tidak berselang lama berkutat dengan buku yang ia baca, Erlin datang membawa secangkir teh hangat dan mempersilahkan minum lalu kembali ke dapur untuk membuat sarapan. Namun beberapa saat kemudian suara teriakan wanita paruh baya itu terdengar lagi. Teriakan yang sanggup membuat Bulan dan adiknya menggeleng heran. “Nak Satria baja hitam... uda sarapaan?”

“Mama genit!” sahut Bulan tidak kalah berteriak.

“Cemburu sama mama?” tukas Erlin yang kemudian menepis tangan Bulan ketika mencomot nasi goreng buatanya di meja makan. “Ish! Siapa yang nawarin kamu! Ini buat Satria!”

“Ish mama! Iya aku cemburu. Anak mama itu aku, bukan Satria. Kok mama nawarin sarapan Satria doang sih? Lagian Satria pasti uda makan tuh.” Bulan mencibir. Ia masih sedikit kesal karena Satria seenaknya membangunkan Bulan pagi sekali. Terlebih, laki - laki itu juga mengaku sebagai pacarnya pada mama dan adik perempuannya.

Sedangkan obyek yang menjadi alasan Bulan kesal sekarang sedang berdehem dan berniat menolak, namun suara perutnya lebih dulu menjawab.

Kkkrrruuucccuuukkk

Sungguh. Walau pun wajah Satria datar - datar saja, tapi ia sangat malu. Sementara adik perempuan Bulan dan mamanya yang mendengar bunyi perut Satria yang begitu keras merasa khawatir. Kecuali Bulan, ia menahan tawa.

Salah Satria sendiri berangkat pagi. Jadinya belum sempat sarapan kan?

Menyadari anak sulungnya keterlaluan karena tega membiarkan Satria kelaparan dan tidak di tawari makan, Erlin mengambil inisiatif. “Udah sana ajak sarapan, kasian pacar kamu!”

“Ish! Siapa juga yang pacarnya! Ngaku - ngaku aja tuh!” gerutu Bulan tapi sayangnya tidak di dengar oleh Erlin.

“Harusnya lo seneng dong di akuin pacar sama cogan kak, dari pada mblo seumur idup,” kata adiknya mengejek.

Kayak lo kagak jomblo seumur idup aja!

Bulan sudah siap melempar sendok ketika Satria mendekat dan merebut sendok tersebut lalu duduk di meja makan, bersiap sarapan seperti tanpa dosa.

Jakarta, 14 September
06.10 a.m.

Pasca pamit, Satria dan Bulan keluar ke pelataran rumah untuk segera berangkat ke sekolah. Tentu saja laki - laki itu memaksa Bulan naik motor CBR hitamnya plus memakaikan helm.

Jangan tanya bagaimana cara Satria memakaikan helm. Dan jangan berhayal hal - hal romantis yang akan Satria lakukan. Laki - laki galak itu menjejalkan helm sambil mengetuk - ngetuk pelindung kepala tersebut setelah nangkring di kepala Bulan. Pastikan jangan lupa memberi sedikit taburan merica pada setiap kalimat yang Satria ucapkan. “Nih pake helmnya! Buat keselamatan!”

“Iya, iya, nggak usah di ketuk - ketuk gitu juga kali!” protes gadis itu sembari mengaitkan helm kemudian terpaksa naik motor.

Lima menit berkendara, Satria baru membuka obrolan dengan bertanya, “yang tomboy tadi adik lo?”

“Iya, namanya kentang," jawab Bulan jutek. Selain itu juga masih duduk di ujung jok motor sempit milik Satria sembari bersedekap tangan. Tidak sudi nempel - nempel badan Satria. Takut alergi.

“Kentang?” ulang Staria. Memastikan jika ia tidak salah dengar sekaligus bingung.

Bukankah tadi ia bertanya tentang adik kekasihnya? Kenapa malah membahas kentang?

Sedangkan Bulan yang masih jutek pun menjawab, “itu nama panggilannya, nama panjangnya Cecilia Bintang.” Entah kenapa ia malah mengatakan nama panjang adiknya pada makhluk satu ini.

Satria akhirnya paham jika ia memang tidak salah dengar dan Bulan tidak salah bahasan. “Kalo nama panggilan lo apa?” tanyanya.

“Ha?” tanya Bulan cengo, sudah jelas laki - laki itu tahu nama panggilannya, tapi kenapa masih bertanya? “Bulan, lo kan uda tau sendiri! Lagian lo sering manggil nama lengkap gue. Ngapain nanya kayak gitu?” tukasnya masih dengan nada jutek yang sama. Masih dengan wajah jutek yang sama. Dan masih dengan kadar emosi yang sama.

“Yang gue tau panggilan lo, sayang.”

______________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang uda nyempetin vote dan komen

Bonus photo Cecilia Bulan

Satria Eclipster

See you next chapter teman - temin

#keephealty
#stayathome
#socialdistance
#washyourhand
#alwaysprayforUs

With Love
©®Chacha PPrima
👻👻👻

Repost : 28 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro