Chapter 19
Selamat datang di chapter 19
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo
Thanks
Selamat membaca
Semoga suka
❤❤❤
______________________________________
Minta maaf bukan berarti selalu salah
Mengalah juga bukan berarti kalah
Hanya saja, kadang dua hal itu harus kita lalukan agar keadaan menjadi lebih baik
°°Cecilia Bulan°°
___________________________________________________________________________
Jakarta, 5 November
20.00 p.m.
"Bun, Pa, liat aku dapet rangking lima paralel di sekolah!" seru Satria yang masih berumur lima belas tahun sambil menenteng selembar kertas hasil nilainya ke arah bunda dan papanya yang sedang duduk santai di ruang keluarga.
"Wah, anak bunda hebat," puji bundanya.
Tanpa mereka sadari, Erlang dan Kevin yang kebetulan lewat hendak main PES di ruang itu pun menghentikan langkah dan berlindung di balik dinding guna menguping pembicaraan orang tua dan adik bungsunya.
"Cih! Dapet ranking lima aja bangga dan di puji-puji! Gue yang dapet ranking satu paralel aja reaksi bunda dan papa biasa aja malah bilang harusnya emang gitu!" cemooh Erlang, mengatakan hal itu pada Kevin yang juga menyetujuinya. Mereka kemudian berlalu pergi.
Sedangkan wajah Satria berubah murung ketika bundanya menambahkan,"Harusnya kamu bisa lebih baik lagi Bang, coba liat bang Erlang, bang Kevin, sama bang Gavin, mereka dapet ranking satu dan dua lho."
"Bener kata bunda, coba kamu contoh kakak-kakakmu itu," sahut papanya. "Katanya mau jadi pengamat bisnis? Nilai delapan pelajaran ekonomi itu masih kurang Bang," tambahnya.
Masih dengan raut wajah murung Satria kembali ke kamar. Tapi belum tiba, Erlang dan Kevin sudah mencegat adik bungsunya itu di depan kamarnya.
Bukannya menyemangati sang adik agar belajar lebih rajin lagi, Erlang malah semakin membuat Satria down dengan kalimat, "cuma ranking lima? Malu-maulin keluarga aja lo!"
"Jangan bilang lo mau masuk SMA gue. Lo kan hobi ngikutin masuk sekolah gue! Awas aja kalo sampe masuk! Jangan bilang ke temen-temen kalau lo adik gue!" tambah Kevin.
Satria tidak ingin balas menanggapi kalimat-kalimat pedas kedua abangnya karena menghormati mereka. Lebih memilih masuk ke kamar dan menyusun rencana ke depan.
Kalau bunda nggak nyuruh masuk ke sekolah yang sama kayak lo! Gue juga bakalan kagak mau! Satria merutuk dalam hati. Kali ini gue kagak bakalan sudi satu sekolah sama lo!
Sejak saat itulah Satria meyakinkan orang tuanya untuk bersekolah di Jakarta. Selain untuk kabur dari Erlang dan Kevin, juga untuk membuktikan pada abang-abangnya bahwa ia mampu untuk mandiri dan bisa menjadi yang terbaik. Terlebih agar orang tuanya bangga pada dirinya juga. Tidak hanya bangga pada bang-abangnya!
Dentingan elevator membuat Satria tersadar dari lamunan masa lalu pemicu puncaknya pertengkaran dengan abang-abangnya. Dengan raut wajah gelisah, laki-laki itu keluar kotak besi tersebut untuk melanjutkan langkah secepat yang ia bisa menuju tempat itu. Sebenarnya banyak sekali yang bersliweran di dalam benaknya namun saat ini yang lebih penting tiba di tempat itu dulu.
Jakarta, 6 November
50.50 a.m.
Sudah hampir jam enam pagi, tapi belum ada tanda-tanda suara motor CBR Satria yang datang ke rumah Bulan. Biasanya, jam setengah enam pagi laki-laki itu sudah memarkir motor di halaman rumahnya. Lalu akan mengomel untuk segera berangkat jika jam enam pagi dirinya masih belum siap.
Mungkin ketiduran atau macet, batin gadis itu sembari mengubek tas miliknya untuk mencari ponsel. Ketika tangannya sudah meraih benda pipih tersebut, ia langsung mencari kontak nama Satria dan menelponnya.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangka—
Bulan mengernyitkan alis kala veronica yang menjawab. Mungkin ponselnya lupa di charge. Sekali lagi ia mencoba ber-positive thinking. Jadi gadis yang sudah berseragam rapi dengan tas di selempang asal itu memutuskan menunggu Satria.
Sepuluh menit kemudian ia mencoba menghubunginya lagi tapi tetap saja masih veronica alias operator yang menjawab. Hal itu berlangsung hingga memasuki menit ke empat puluh lima ia menunggu. Karena takut terlambat, Bulan pamit pada mamanya untuk berangkat sendiri naik angkot seperti dulu sebelum ia jadian dengan Satria.
Setibanya di depan gerbang, Bulan juga tidak melihat adanya tanda laki-laki itu. Malah yang gadis itu temui adalah Bagas, sang wakil ketua OSIS yang merangkap jadi wakil ketua tim disipliner.
Dengan ragu, ia memberanikan diri mendekati Bagas untuk bertanya, "Gas, kok tumben lo yang jaga? Satria mana?"
Merasa namanya di panggil, Bagas mendekati Bulan dengan wajah bingung. "Kagak masuk, dia minta gue gantiin jaga gerbang."
"Kagak masuk?" ulang Bulan yang menambah kebingungan Bagas.
"Nah bukannya lo ceweknya? Kok malah nggak tahu Satria kagak masuk?"
Tepat sasaran!
"Oh! Ya udah gue balik kelas dulu, thanks Gas." Alih-alih menjawab pertanyaan Bagas, Bulan lebih memilih pergi dari situ menuju kelasnya.
Ya kali kalo gue tau pasti kagak nanya lo! Bulan merutuk dalam hati. Tidak sapat di pungkiri dirinya juga memikirkan bagaimana mungkin Satria tidak menghubungi dirinya sedangkan Bagas iya?
Jakarta, 6 November
12.00 p.m.
Ada tiga hot gosib baru di sekolah. Pertama, Satria dan Bulan pacaran. Kedua karena hal itu Bulan berkelahi dengan Adinda yang sudah lama suka dengan Satria, dan tiga, Satria tidak masuk sekolah.
Gosip pertama dan kedua mungkin tidak terlalu di anggap penting bagi siswa SMA Garuda. Sedangkan gosip tentang Satria tidak masuk sekolah, menjadi semacam gosip paling hangat untuk di perbincangkan. Mengingat ini adalah kejadian jarang bin langka.
Ada yang beranggapan Satria sakit, ada yang beranggapan Satria ijin, ada juga yang beranggapan ngawur jika Satria malu ketahuan pacaran dengan Bulan yang berkelahi kemarin dan memilih tidak masuk sekolah karena takut dihujat netizen yang sudah menyebarkan aksi perkelahian mereka kemarin di instagram.
"Alesan macem apaan itu?" celoteh Chris dengan kedua tangan yang terlipat ke dada ketika mendengar desas-desus siswa yang mengutarakan hal itu di kantin. Chris tidak tahu persis siapa murid-murid itu. Yang jelas tatapan sinis ia layangkan pada mereka.
Berbeda dengan Chris yang kelihatan kesal, Bulan lebih memilih makan bakso dengan santai. Sejujurnya mengalihkan pertanyaan yang dari tadi bertengger di otak lemotnya.
"Serius gue tanya sama lo! Emang kenapa sih bang Sat kagak masuk sekolah?" tanya Alvie pada Bulan yang menjawabnya dengan mengangkat kedua bahunya ringan tanpa menghentikan aktivitas memakan baksonya.
Dan demi kerang ajaib! Bulan sendiri juga sebenarnya penasaran dengan alasan Satria tidak masuk sekolah. Dari tadi pagi ia berusaha menghubungi laki-laki itu tapi ponselnya selalu tidak aktif. Apa sebegitu darurat kah? Atau Satria memang menganggap Bulan tidak penting baginya sehingga tidak memberitahu alasannya tidak masuk sekolah?
Bulan tahu ini adalah bukan waktu yang tepat untuk sakit hati, but she did! Sahabat si Lemot yang duduk di sebelahnya itu malah semakin memicingkan mata karena melihat reaksi dirinya. "Lo berantem ya ama bang Sat?"
Bulan tidak langsung menjawab melainkan mengingat-ngingat. Seingatnya kemarin ia memang adu mulut dengan Satria perkara mengobati luka-luka diwajah laki-laki itu. Bukan hanya itu saja, kadang mereka juga sering adu mulut karena suatu hal sepele.
"Emang gue pernah akur ama dia?" Bulan malah bertanya kembali membuat Chris tertawa mendengarnya.
"Emang sih kalian debat terus, tapi itu nggak termasuk berantem keles."
Berarti hubungan mereka baik-baik saja. Baik malah. Buktinya tadi malam selain Satria memeluknya, laki-laki itu juga memberikan bunga anggrek bulan warna merah dengan kartu ucapan yang mampu membuatnya blushing tiap kali mengingat kalimat pada kartu itu. Bahkan tadi malam mereka sempat telpon sebentar. Tapi kenapa sekarang laki-laki itu tidak menghubunginya sama sekali? Apa karena malu sebab wajahnya yang babak belur? Jika memang demikian, harusnya laki-laki itu mengabarinya kan? Mengingat, Satria juga menjelaskan secara gambang alasan tidak ikut turun dan menemui mamanya sebab wajah babak belur.
Sekali lagi tanpa sadar Bulan berpikir sejenak. "Oh! Berarti hubungan gue baik-baik aja. Masuk kategori baik banget malah. Semalem aja—" Ia sengaja menggantung ucapannya untuk melihat Alvie dan Chris yang kini sudah mencondongkan tubuh agar lebih jelas mendengar kelanjutan ceritanya.
"Apa? Semalem apa?" tanya Chris sudah penasaran karena Bulan tidak kunjung melanjutkan.
Sedangkan gadis itu malah seperti tanpa dosa masih mengunyah bakso lalu menelannya dan menjawab, "Rahasia!" Lantas terkekeh.
Pluk
"Aduh," gaduh Bulan mengusap-usap lengan kirinya yang suskes ditimpuk cermin mini oleh Alvie.
"Kirain lo abis di cu ... cu ...," timpal Chris. Tangan kanan dan kirinya membentuk kerucut lalu di satu-satukan berulang kali.
"Apaan?"
Mendengar pertanyaan Bulan yang kebangetan lemotnya, Alvie dan Chris langsung mencibir. "Kiss!" semprot Chris yang karena gemas dengan kelemotan Bulan.
"Gila lo!" jawab Bulan cepat-cepat dan tidak ingin memikirkan perkataan Chris yang lumayan sinting ini. Di peluk Satria saja sudah membuat jantungnya jumpalitan tidak stay cool. Apa lagi jika dicium? Bisa kececeran di lantai tuh jantung. Dan lagi, tidak mungkin kan orang seteladan dan seanak baik-baik Satria akan melakukan hal itu? Dasar Chris otak me-sum!
"Siapa tahu kan? Bang Sat kan cowok normal," tukas Alvie yang malah mendukung Chris.
"Bener!" sahut laki-laki ngondek itu. Sedangkan Bulan hanya mengibas-ngibaskan tangan dan lebih memilih menyeruput es jeruk yang tinggal sedikit hingga habis sebelum bel berbunyi.
Tidak berapa lama kemudian bel masuk berbunyi. Bukan hanya murid lain, geng ABC pun beranjak dari tempat duduk mereka. Bulan berjalan di depan hendak membayar bakso dan es jeruk yang di pesannya tadi. Sambil menunduk, gadis itu mengambil uang dalam saku seragam. Tapi tiba-tiba ...
Bbbrrruuuukkkk
Pppyyyaaarrrr
______________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang uda vote dan komen
See you next chapter
With Love
Chacha Nobili
👻👻👻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro