Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 18

Selamat datang di chapter 18

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Yok jangan jadi sider alias silent rider aja 😁

Oh ya tandai kalo ada typo, maklum masih newbie jadi typo bertebaran kemana mana

Well, happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________

Gue nggak jago gombal kok

cuma jujur aja

°°Satria Eclipster°°
__________________________________________________________________________

Jakarta, 5 November
18.10 p.m.

"Ssshhh, pelan-pelan." Satria mendesisan dan meringis menahan sakit pada sudut bibir sobeknya ketika Bulan mengobati luka tersebut. Jika bukan karena gadis itu yang memaksa berhenti di apotek pinggir jalan dan membeli sebotol betadine untuk mengobati lukanya, Satria pasti akan mengabaikan luka-luka tersebut. Mengingat luka kecil seperti itu dapat sembuh dengan sendirinya tanpa harus di obati sekali pun.

"Masak gini aja sakit?" ejek Bulan dengan senyum tertahan. Baru kali ini dirinya melihat wajah kesakitan dan lebam Satria yang ia duga akibat bertengkar dengan Erlang. Mengingat terakhir kali Bulan bersama bunda meninggalakan pacarnya itu dengan si abang sulung. "Gue yang di cakar nenek lampir tadi siang b aja tuh."

"Lo kan otot besi kek gatot kaca." Satria balas mengejek, tapi mengatakan hal itu dengan ekspresi datar. Berbeda kala menahan sakit tadi. Melihat gadis itu mencibir, sedetik kemudian tertawa, ia mulai merasa tersinggung. "Ngapain ketawa?"

"Lucu aja," jawab Bulan sembari membuang cotton bud yang sudah dilumuri dengan betadine tadi ke tempat sampah kecil dalam mobil Satria.

"Pacar lo lagi luka kayak gini dan lo bilang lucu?" Walaupun tanpa ekspresi, nada Satria mulai meninggi. Tanda benar-benar tersinggung.

"Ish!" Bulan menyatukan alis membentuk kernyitan. Di tambah bibirnya yang mengerucut maka jadilah cemberut. "Gue kan baru pertama kali ini liat lo bonyok kek bad boy, bukan anak teladan kek biasanya!" akunya jujur.

"Serah," jawab Satria datar dan melajukan mobilnya kembali tanpa memandang gadis di sebelahnya yang kini menggertakkan gigi.

"Lagian ngapain sih pake acara berantem ama bang Erlang?"

Ha! Sekarang gadis itu malah membahas akar permasalahan yang sama sekali tidak ingin Satria ingat. Padahal dirinya sudah dapat melupakan kekesalan masalah itu semenjak memeluk Bulan. Gagal sudah usaha melupakan hal itu! Kekesalannya kini kembali lagi.

"Bisa nggak? Bahas si anak sulungnya lain kali?" Nada Satria berubah dingin. Memberi penekanan kala mengucakapkan 'anak sulung.'

"Oke, males juga sih ama abang lo yang kayaknya benci banget ama gue. Tadi aja ngeliatin gue nggak woles gitu."

Demi kerang ajaib! Bukannya berhenti Bulan malah semakin membahas tentang Erlang, membuat Satria berdecak sebal tanpa sadar memukul stir dan menekan klakson sembarangan. Sontak saja gadis itu terlonjak kaget dan menghentikan kalimatnya lalu protes. "Apaan sih lo Sat?!"

Satria hanya diam, tidak menanggapi, berusaha konsentrasi ke jalan. Lalu suasana dalam mobil hening selama beberapa saat. Karena tidak tahan dengan situasi seperti ini, Bulan kembali bersuara. Kali ini ia cukup pintar untuk memilih topik lain. Sebagai permulaan, Bulan menegakkan duduknya untuk menghadap Satria yang masih fokus ke jalan.

"Sat, lo jago basket."

"Perasaan lo aja," jawab Satria masih bernada dingin, masih kesal, tapi intensitasnya sudah berkurang.

"Beneran, gue ngitung sendiri dari sepuluh kali lo three point shot, sembilan kali masuk!" pekik gadis itu senang disertai senyuman manis.

"Oh ya?" ujar Satria masih dengan wajah datar namaun padahal dalam hati sudah berubah senang karena gadis itu memujinya. Bahkan sampai menghitung berapa kali dirinya melakukan three point shot. Bukankah artinya gadis itu memperhatikannya bermain basket? "Mungkin karena pelukan lo."

Suku kata 'pelukan lo' jelas merubah ritme detak jantung Bulan. Mungkin jika bukan suasana temaran dalam mobil, wajah merah meronanya sudah pasti dapat dilihat Satria. Mencoba menetralkan deguban jantungnya, Bulan memosisikan diri menghadap jalan.

"Jangan gombal Sat," kata Bulan memelankan suaranya sembari menahan senyuman lalu menyembunyikan semua bibirnya dalam mulut, menahan diri untuk tidak salting.

"Sorry gue nggak bakat gombal."

Nggak bakat gombal katanya? Terus barusan itu apa? Gue juga ngapain jadi tersipu? Duh dasar gue! Batin Bulan.

"Itu jujur," kata Satria seolah dapat membaca pikiran gadis itu. Sedangkan Bulan yang mendengarnya melotot kaget. Lalu berusaha melihat ke arah lain untuk menyembunyikan rona wajah dan pipinya yang memanas.

Well, ketika mobil berhenti di lampu merah, Satria menoleh ke gadis yang sedang mengalihkan pandangan karena tertangkap basah menatapnya. Lalu segera menangkap dagu Bulan dengan tangan kiri dan perlahan memajukan wajahnya mendekati gadis itu.

"M-mau ngapain lo?" tanya Bulan dengan suara bergetar karena gugup saat Satria lebih memiringkan kepalanya dengan mata menyipit.

"Muka lo beneran merah, bukan cuma perasaan gue," kata Satria lalu melepas dagu Bulan dan menjauhkan wajahnya untuk fokus menyetir kembali karena lampu lalu lintas sudah berubah hijau. Menghairaukan gadis itu yang menjadi tidak karuan. Bahkan Satria tidak sadar jika Bulan berusaha menarik napas dan mengeluarkannya dengan benar.

Setelah beberapa saat berhasil menetralkan detak jantungnya, Bulan kembali bersuara. "Sekarang gue tahu kenapa lo beli bunga lili. Soalnya buat dikasih ke bunda. Bunga lili kan lambang kasih sayang sepanjang masa, cocok dikasihin ke orang tau, terutama ibu."

"Tumben pinter." Tanpa Bulan sadari sudut bibir Satria terangkat sedikit. Tahu jika Bulan sedang mencoba menutupi kegugupannya, dengan topik yang dipahami gadis itu.

"Lo pikir gue punya toko bunga kagak tau makna tiap bunga?" Bulan merasa tersinggung namun teringat sesuat. "Eh, bukannya lo juga beli bunga anggrek? Kok nggak di kasihin bunda sekalian?"

Satria menarik hand rem karena mobil rubicon hitamnya sudah berhenti di depan D'Lule. "Oh ya, ngapain gue beli bunga itu ya?" Laki-laki itu jelas pura-pura bodoh. Berun-tungnya Bulan yang lemot tidak menyadarinya.

"Ya mana gue tau?" tukas Bulan bingung. "Eh udah sampek ya?" Selain lemot, gadis itu juga baru menyadari jika mobil Satria sudah tiba di depan toko bunganya. Kemudian melepas seat belt. Tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Satria. "Thanks for today Sat."

"Seharusnya gue yang terima kasih ke lo," jawab Satria. Menaikkan alis Bulan karena tidak paham omongan laki-laki itu. "Buat ini, ini, ini, dan ini," lanjut Satria sembari menunjuk luka - lukanya.

"Oh ..." Bulan mengucapkan satu kata itu lalu tersenyum sambil mengangguk.

"Sorry gue nggak ikutan turun ya, muka bonyok gini takut di interogasi ama tante Erlin, salam buat aja mama lo," jelas Satria

"Oke nggak apa-apa kok, ya udah gue turun dulu, cepet sembuh Sat," kata Bulan. Setelah mendapat anggukan Satria sebagai jawaban, ia pun meluncur dan berdiri di sebelah mobil itu, berniat melihat rubicon yang di tumpangi laki-laki itu pergi. Namun sebelum melajukan mobilnya, Satria membuka kaca jendela saping pintu depan Bulan berdiri. Tidak lupa mengambil bucket bunga anggrek dan mengulurkannya pada gadis itu. "Nih."

Niatnya sih ingin sedikit romantis tapi Bulan malah mengambil dompetnya dan mengatakan, "Eh bentar ini duitnya kan lo nggak jadi beli."

Satria menggeleng. Merutuki kelemotan pacarnya karena merusak suasana sekaligus tidak ingin uangnya dikembalikan. "Nggak usah, bucket bunganya taroh aja di kamar lo." Dengan segera, laki-laki itu menutup kaca mobilnya kembali dan melajukan kendaran menuju apartemen.

Bulan yang masih kebingungan melihat mobil Satria pergi kemudian malangkah masuk rumah. Pandangannya tidak sengaja jatuh pada kartu ucapan yang terselip di antara anggrek-anggrek itu. Karena penasaran, gadis itu mengambil dan membacanya.

"Your Satria?" gumam gadis itu yang tidak mampu menahan senyum. Antara merasa konyol karena bunga yang Satria berikan dari tokonya yang bahkan ia rangkai sendiri, atau merasa blushing karena sebuah 'your Satria.'

Sesampainya di kamar, ia melepas kado bucket bunga tersebut beserta tali yang meng-ikatnya untuk memindahkan anggrek-anggrek itu ke dalam vas mirip gelas kaca tinggi yang sudah diisi air es agar tetap segar lantas memandangi bunga serta kartu itu dengan tersenyum.

Bintang yang tidak sengaja lewat depan kamar kakaknya pun mencibir, menggeleng dan bergumam, "Dasar bucin!"

Jakarta, 5 November

19.30 p.m.

Dddrrrttt

Sebuah panggilan masuk menyerbu ponsel Satria. Baru saja menginjakkan kaki di apartemen, Bulan sudah menelopon. Dia pasti udah baca kartu itu, pikirnya.

"Ya?" kata laki-laki itu cepat setelah telpon tersambung. Berusaha menggunakan nada datar padahal dalam sedang menahan senyum kebahagiaan.

"Em makasih," ucap gadis di seberang.

"Buat?" tanya Satria pura-pura tidak tahu, padahal hanya ingin menggoda gadis itu.

"Bunganya."

"Oh. Kan emang punya lo, dari toko lo, dan lo juga yang ngerangkai, jadi makasihnya ama diri lo sendiri dong harusnya," terang Satria secara logis.

"Ish!"

Satria dapat mendengar Bulan mendengkus kesal, membuatnya semakin tersenyum lebar. "Btw, udah sampe apartemen?" lanjut Bulan.

Sembari melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah, Satria menjawab, "Ya, kenapa? Udah kangen?"

"Ngarep ya?" ejek suara diseberang.

"Iya," jawab satria kontan.

"Ih! Ya uda bye."

Lalu sambungan telpon pun terputus dengan Satria yang semakin melebarkan senyumnya sembari membayangkan wajah merah merona gadis itu yang baru saja berhasil ia goda. Pasti sangat manis. Baru saja ia akan meletakkan ponselnya di meja benda pipih itu sudah bergetar lagi. Tanpa melihat si penelepon karena Satria pikir itu Bulan, maka dari itu ia langsung mengangkatnya.

"Apa lagi?" tanya Satria dengan suara yang di usahakan datar padahal sedang tersenyum. Namun saat menyadari suara itu ternyata bukan milik Bulan. Detik berikutnya senyum Satria luntur seketika kala nama Erlang disebut-sebut.

______________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang uda vote dan komen

See you next

With Love
Chacha Nobili
👻👻👻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro