Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 12

Selamat datang di chapter 12

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo

Well, selamat membaca

Semoga suka

❤❤❤
______________________________________

Bagaimana? Apakah sekarang kau masih meragukanku?

°°Satria Eclipster°°
___________________________________________________________________________

Jakarta, 2 Oktober
15.00 p.m.

Dua tahun yang lalu Satria sangat enggan atau bahkan tidak ingin menginjakkan kaki ke kota Bandung-tempat keluarganya menetap. Baginya kota ini terasa sangat menyesakkan mengingat ia tidak akur dengan kakak-kakaknya. Selalu menjadi bahan ejekan dan olokan hanya karena kebetulan dirinya anak terakhir-yang kakak-kakaknya pikir pasti selalu di istimewakan-juga hanya karena mendapat rangking lima paralel saat kelulusan SMP-yang menurut kakak-kakaknya merupakan prestasi jelek-mengingat mereka semua mendapat se-buruk-buruknya ranking dua paralel di setiap kelulusan sekolah.

Tapi hari ini, Satria ingin melapas beban itu, menjadi remaja pada umumnya yang se-dang jatuh cinta, tanpa memikirkan embel-embel norma kesopanan atau konseuensi yang ha-rus ia tanggung karena kabur di tengah acara makan bersama. Satria belum ingin memikirkan hal itu. Hanya ingin menikmati momen ini. Momen di mana ia merasa menjadi orang isti-mewa saat gadis itu membelanya. Dan yang lebih membahagiakan lagi ketika gadis itu tidak menolak-bahkan membalas pelukannya.

Pelukan gadis itu menjadi semacam energi bagi Satria untuk menghirup udara dingin kota Bandung pada sore hari yang semula sesak kini terasa melegakan. Setelah beberapa saat, ia baru bersuara. "Mumpung lagi di sini, ayo kita kencan," bisik Satria yang masih meneng-gelamkan kepala di ceruk leher Bulan, membuat ucapannya nyaris tidak terdengar jelas.

Kali ini ucapan Satria tidak mendapat tanggapan dari Bulan karena gadis itu masih bergeming dalam pelukan laki-laki itu. Masih merasa jadi robot dengan wujud manusia. Masih berdebar tidak karuan dan masih blushing. Dua hal yang ia yakini, wajahnya pasti semerah kepiting rebus dan jantungnya yang tidak stay cool pasti di dengar oleh Satria.

"Say something, jangan diem aja." Suara Satria kembali terdengar. Napas laki-laki itu bahkan dapat Bulan rasakan di area lehernya, menjadikan sekujur tubuhnya merinding.

"Em, y-ya ...." jawab gadis itu meng-iyakan agar Satria cepat melepas pelukan karena debaran jantungnya sudah benar-benar kencang. Untuk urusan kencan dengan Satria-yang pasti akan Bulan hadapi dengan kecanggungan, itu urusan nanti. Yang penting sekarang harus lepas dulu dari pelukan laki-laki ini. Jika tidak, gadis itu khawatir jantungnya akan melompat keluar dan tercecer di paving pelataran rumah megah Satria.

Bulan meneguk ludah dengan susah payah, mengumpulkan sisa-sisa kendali diri sebelum melanjutkan kalimatnya. "Tapi jangan kencan belajar, kepala gue butuh istirahat."

Pelukan itu tidak kunjung di lepas Satria. Sekarang yang gadis itu rasakan malah getaran tubuh Satria serta punggung laki-laki itu yang naik turun pertanda sedang tertawa.

"Enggak, otak kita emang butuh istirahat, gimana kalo makan? Penggantinya ini tadi?"

"Iya gue laper banget, ayo!" ajak gadis itu mendadak semangat dan hendak melepas pelukan tapi Satria malah mempereratnya. "Sat ...."

"Ya?"

"Lepasin," cicit Bulan dengan suara pelan.

"Lepasin apa?"

"Ini ... Gue laper."

"Ini apa?" goda Satria malah semakin memeprerat pelukannya.

"Uhukk ... Saatt ... Nggak bisa napas!" Bulan mencoba menjauhkan diri tapi Satria malah mengangkat dan membawanya berputar. Gadis itu lantas reflek menjerit. "Kkkkyyyaaa, stop Sat, kepala gue pusing!" Karena takut jatuh Bulan malah melingkarkan tangan di leher Satria, menambah semangat laki-laki itu dalam memutarnya sebelum menurunkan Bulan.

Bandung, 2 Oktober

15.01 p.m.

Braga, merupakan pilihan Satria untuk mengajak kencan Bulan. Selain pusat kota Bandung, Braga juga merupakan icon kota ini. Jika Jogjakarta memiliki Malioboro, maka Bandung memiliki Braga. Jalanan sepanjang kurang lebih satu kilo meter yang menampilkan berderet-deret kafe serta ramainya pejalan kaki, juga kaula muda atau pasangan kekasih yang sedang memotret kenangan mereka di sana. Apa lagi langit yang mulai berwarna jingga menjadikan Braga sebagai tempat yang semakin indah.

Ketika Satria melajukan mobil jeep rubiconnya, gadis itu yang semula canggung semobil dengannya sekarang tidak henti-hentinya merasa kagum pada lautan manusia di sepanjang Braga. Hingga tidak menyadari jika mobil hitam yang mereka tumpangi sudah berhenti di Infinite Resto and Lounge.

"Ayo turun." Suara bariton Satria menyentakkan Bulan dari kekagumannya memandangi jalanan Braga. Mereka kemudian meluncur turun dari mobil. Jangan lupakan Satria yang menggandeng gadisnya untuk membimbing masuk ke restaurant itu. Mereka-atau lebih tepatnya Satria, memilih kursi dekat dinding kaca dengan Bulan yang mengekorinya.

Tidak lama kemudian seorang pramusaji datang membawakan buku menu. Karena baru pertama kali di tempat mahal seperti ini, Bulan melotot lalu meneguk ludah ketika melihat harga semua makanan dan minuman yang tertera pada menu tersebut. Memang benar hari ini ia mendapat tips dari pelanggan, tapi ia belum pernah membeli sepiring makanan lebih dari lima puluh ribu, belum lagi harga minumannya. Paling mentok beli makanan seharga dua puluh ribu itu pun sudah termasuk minum.

Ia kemudian mendekatkan diri ke Satria lalu berbisik, "Sat, mahal banget, kita pindah warteg aja, dapet makan banyak plus murah, yok!"

"Tenang, gue punya voucher diskon tujuh puluh persen," jawab Satria tidak kalah berbisik.

Tentu saja laki-laki itu berbohong. Mana mungkin ia akan membiarkan kencan pertama mereka di warteg. Bukan karena alergi dengan makanan warteg, atau tempat kecil. Ia malah suka makan makanan warteg dan tidak ada masalah sama sekali dengan warteg, tapi Satria hanya ingin membuat kesan kencan pertama-yang benar-benar dapat dikategorikan sebagai kencan pada umumnya-berkesan di mata Bulan. Jika hanya makan di warteg, Jakarta juga banyak. Masalahnya sekarang mereka sedang berada di kota Bandung. Satria ingin sesuatu yang lain. Dan menurutnya resto ini cocok karena berlatar belakang pemanda-ngan pegunungan indah dengan lampu-lampu yang mulai menyala di saat senja seperti ini, hal yang tidak mereka dapatkan di Jakarta. Itu adalah point plus resto ini.

Sedangkan Bulan kini membaca menu sekali lagi sembari berpikir makanan apa yang paling murah. Kala matanya menemukan sat menu, ia bersuara. "Em mie goreng seafood," ucapan gadis itu membuyarkan pikiran Satria.

"Australian Rib eye with Raclette Cheese dua porsi sama dua capucino ice, mie goreng seafoodnya di cancel aja," sahut Satria cepat.

Menu yang laki-laki itu ucapkan segera Bulan cek. Betapa ia melotot melihat harganya. "Sat, jangan ngawur, duit gue kagak cukup." Sekali lagi Bulan berbisik pada Satria dengan ditutupi buku menu agar pramusaji yang dari tadi mengamati tingkah mereka sambil menulis pesanan, tidak dapat membaca pergerakan mulutnya. Tapi laki-laki itu menghiraukan Bulan, malah pergi ke toilet.

Tinggalah ia sendiri. Pandangannya mengarah ke luar kaca. Baru saja beberapa jam ia menginjakkan kaki di Bandung, tidak henti-hentinya kota ini membuatnya terpesona, terlebih pemandangan resto ini. Ketika pramusaji datang menyuguhkan minuman beberapa saat kemudian, Satria kembali ke kursi mereka dan Bulan masih mengagumi tempat itu.

"I''s beautiful, right?" ucap gadis itu pada Satria dengan mata masih memandang ke arah luar kaca. Menikmati pemandangan yang sungguh luar biasa cantik.

"Ya, beautiful."

I mean you, batin Satria tidak melepas tatapannya pada gadis itu.

Bandung, 2 Oktober

17.30 p.m.

"Uhuk uhuukkk ...."

Satria yang melihat Bulan tersedak langsung menyambar dan menyodorkan gelas capucino-nya. "Pelan-pelan aja!" Laki-laki itu ternyata sudah berdiri di belakang Bulan untuk menepuk punggungnya.

"Sorry, laper banget belom makan siang," ucap Bulan setelah meneguk setengah gelas capucino yang tanpa ia tahu itu adalah milik Satria. "Makasih Sat, lo udah bis abalik ke kursi lo sendiri kok."

Satria pun menuruti perintah Bulan. Tadinya, gadis itu masih memikirkan harga makanan dan minuman ini, tapi begitu melihat pramusaji meletakkan pesanan mereka di meja, Bulan langsung tidak tahan untuk menyantapnya. Entah karena sudah sangat kelaparan atau makanan yang kelihatannya enak, atau mungkin sebab keduanya, ia tidak peduli. Soal harga, itu urusan ke seratus. Ia bisa meminjam uang dulu pada Satria dan membayarnya dengan menyicil nanti.

Jakarta, 2 Oktober

20.45 p.m

Setelah makan mereka langsung kembali ke Jakarta karena Satria takut telat memulangkan anak orang. Sebab mamanya Bulan sudah mewanti-wanti harus mengembalikan gadis itu tidak lebih dari jam sembilan malam dan Satria menyanggupi janji tersebut. Bukan karena takut dengan Erlin, tapi karena menurut Satria laki-laki sejati yang di pegang adalah ucapannya. Sudah seharusnya sebagai laki-laki sejati seperti dirinya menepati janji untuk membuktikan ucapan tersebut.

"Ehm Sat, ini ...." Setelah melepas seatbelt, Bulan menyerahkan dompetnya pada Satria saat mereka sudah tiba di depan D'Lule, bermaksud membayar makanan tadi. "Sisanya nyicil yaa."

"Kenapa ngasih dompet lo ke gue?" tanya Satria selaras dengan kedua alisnya yang terangkat pertanda bingung.

"Bayar makan yang tadi."

Satria mengangguk. "Kata petugas kasirnya lo manis, jadi gratis," jawabnya sambil menyerahkan dompet Bulan kembali. Dan jangan lupakan laki-laki itu mengatakannya dengan wajah datar bernada enteng.

"Nggak usah gombal," balas Bulan yang sebenarnya sedang berusaha menutupi rona pada wajahnya akibat gombalan Satria

"Di bilangin."

"Pokoknya ambil ini, gue nggak mau punya utang sama lo." Bulan tetep bersikeras terhadap pendiriannya untuk menyerahkan dompet miliknya pada Satria.

Kali ini Satria menerima benda hitam milik Bulan. Namun sebelum gadis itu menarik tangannya, ia lebih dulu menarik tangan kanan Bulan kemudian menciumnya sambil berkata, "Lunas."

______________________________________


Thanks for reading this chapter

Makasih juga yang uda vote dan komen

Apa komentar kalian tentang chapter ini?

See you next chapter

With Love
Chacha Nobili
👻👻👻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro