Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1

Selamat datang di chapter 1

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tolong tandai jika ada typo (maklum, jarinya jempol semua)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

_____________________________________________

Why do you so stupid? Look at me closer! And then you will finding my love for you

••Satria Eclipster••
_____________________________________________

Jakarta, 13 September
12.00.p.m.

Bbbrraakkk

“Ha? Di tembak si bang Sat?!”

“Pppsssttt, kecilin suara lo!” protes Bulan sembari menempelkan jari telunjukknya ke bibir sebagai bentuk peringatan pada sahabat sekaligus teman sebangkunya bernama Alvie—yang baru saja menggebrak meja karena mendengar cerita darinya. Cerita yang sudah biasa ia keluhkan seperti ini tentang Satria. Entah karena hukuman yang laki - laki galak itu berikan tidak masuk akal, atau cacian dan makian dari mulut pedas Satria yang membuatnya bad mood sepanjang hari. Tapi kali ini beda kasus.

Setelah menurunkan jari telunjuk, pandangan Bulan menyapu seluruh penjuru kelas XI IPA 4 untuk melihat bagaiamana raut wajah terganggu yang di tunjukkan oleh teman - teman sekelas pada sahabatnya tersebut.

Cepat - cepat sadar diri dan mengoreksi kalimat tadi, kali ini Alvie bersuara lebih pelan. “Maksud gue si bang Sat...tria.”

Bulan hanya dapat mengangguk dengan muka ditekuk. Mulutnya cemberut mirip paruh bebek. Kemudian meletakkan kepala di atas meja dengan mata terpejam. Pikirannya jauh melayang pada sosok laki – laki yang sedang mereka bicarakan.

Demi kerang ajaib! Bulan juga tidak habis pikir kenapa Satria menyatakan perasaan padanya. Pasalnya yang semua orang tahu, dirinya dan manusia galak satu itu seperti kucing dan tikus. Saat Bulan melarikan diri karena terlambat, Satria dengan wajah seram akan dengan senang hati mengejar Bulan hanya untuk di marahi habis - habisan. Tidak sampai di situ saja penderitaan Bulan. Setelah tertangkap dan mendapat khotbah pagi dari Satria, ia juga harus mendapat hukuman akibat dari keterlambatannya pada jam istirahat.

Memikirkan kembali tentang kejadian tadi pagi, apa yang sebenarnya menjadi alasan laki – laki itu melakukan hal termustahil di dunia persilatan bagi mereka seperti tadi? Memintanya menjadi kekasih?!

Bang Sat salah makan kali! Bulan menggeleng. Senyum tipis juga terselip di sudut bibirnya.

“Apaan sih?”

Tiba - tiba terdengar suara seseorang menyahut. Suara seorang manusia super kepo bernama Chris. Laki - laki yang suka bergosip, terlebih sialnya lagi adalah sahabat mereka yang baru saja ingin menginjakkan kaki ke luar kelas tapi tidak jadi. Karena mendengar Alvie menggebrak meja, Chris segera berbalik menuju sumber suara gebrakan tadi berasal.

“Woi, jelasin ke gue napa?” teriak Chris. Menambahnya dengan gerakan menowel lengan Bulan dan Alvie secara bergantian dengan gemulai karena tidak ada yang kunjung menjawab pertanyaan berfaedah, mulia dan berbudi luhurnya.

Sadar dengan sifat dan kebiasaan Chris yang akan merecoki ke mana - mana dan tidak akan berhenti ngoceh sebelum segala macam bentuk pertanyaannya terjawab sehingga rasa penasarannya terpenuhi, Bulan pun membuka mata dengan tatapan menerawang ke sembarang arah dan menjawab, “biasalah si Bang Sat.”

Bulan berharap manusia super kepo satu ini berhenti bertanya. Namun mana mungkin sahabat laki - lakinya ini cukup puas hanya dengan di beri jawaban tersebut. Terbukti ketika tatapan mata Bulan berpindah pada Chris, binar - binar penasaran terpancar dari wajah sahabat laki - lakinya itu. Senyum penuh arti juga tak luput mengembang dari bibir tipis Chris sehingga laki - laki ngondek itu pun melanjutkan pertanyaannya. “Di apain lagi lo sama Bang Sat?”

Bulan memejamkan mata perlahan. Sebelum keinginan hatinya untuk menjejalkan kaos kaki busuk agar manusia super kepo satu ini diam—tapi sekali lagi sadar jika makhluk di sampingnya ini tidak akan diam hanya dengan di jejalkan kaos kaki busuk, mulutnya harus di jahit menggunakan mesin obras—ia mengkode pada Alvie agar mewakilinya untuk menjawab pertanyaan Chris.

“Dia di tembak bang Sat,” ucap Alvie setelah paham kode dari Bulan.

What? Gimana bisa?! Lo nikung gue?!” teriak Chris seperti tidak teima atas berita tersebut, tepat di sebelah telinga Alvie hingga berdengung. Membuat sang empunya melotot lalu memukul lengan Chris.

Bulan melihat orang yang baru saja di pukul oleh Alvie malah mengernyitkan alis, ikut bersedekap tangan seperti Alvie seraya berpikir. “Menurut gue bang Sat pasti ada udang di balik batu nih, nggak mungkin kan dia nembak lo secara cuma - cuma, harusnya kan gue yang di tembak!” lanjut laki - laki gemulai itu.

Kalimat akhir Chris membuat Alvie sekali lagi memukul lengan sahabat laki - lakinya tersebut.

“Aw!” gaduh Chris dengan suara di merdu - merdukan.

Menghiraukan Chris, Alvie kembali bersuara. “Bener tuh!”

Pendapat mereka malah membuat Bulan sekali lagi menghembuskan napas berat, kemudian duduk dengan benar dan bertanya, “lo tau nggak dia bilang apa?”

“Apa?” tanya Alvie dan Chris secara bersamaan serta gerakan tubuh mendekat ke arah gadis itu.

“Simple, soalnya nggak bakalan ada yang mau jadi pacar cewek lemot, pemalas, bodoh, dan telatan kayak lo, selain gue.” Bulan menirukan kalimat yang di ucapkan Satria tadi pagi dengan nada mengejek.

“Bener!” tanggap Chris.

Pluk

“Aduh!” gaduh laki - laki gemulai itu lagi karena mendapat lemparan kotak pensil dari Alvie yang sukses mendarat di lengan Chris. Jangan lupakan Bulan yang ikut melotot geram ke arahnya.

Gadis yang sedang melotot itu baru membuka mulut hendak protes ketika teman yang lain memanggil. Memberitahu jika orang yang sedang mereka bicarakan memintanya ke ruang OSIS.

Apa lagi jika bukan tentang hukuman karena terlambat hari ini?

Bulan berdecak dan mendengus kesal. Dengan malas bangkit dari duduk dan berjalan pelan ke arah ruang OSIS. Sesampainya di depan pintu besar bercat coklat tersebut, ia mengambil napas terlebih dahulu sebelum mengetuknya.

Tok tok

“Masuk.” Suara Satria menggelegar. Singkat, padat, dan jelas seperti syarat iklan. Laki - laki itu hanya melirik ke arah Bulan yang sedang berjalan masuk dengan wajah menunduk lesu.

“Ini hukuman buat lo,” ucap Satria sembari menyodorkan kertas folio pada Bulan.

Sial! Apa lagi kali ini? Batin Bulan. Namun pikirannya malah jauh dari itu. Ia bertanya - tanya dalam hati. Benarkah laki - laki di hadapannya ini yang sudah menyatakan cinta padanya tadi pagi? Gadis itu tidak yakin, melihat gelagatnya saja Satria tidak menunjukkan ekspresi apa pun.

Tapi jika Bulan melihat dari dekat, Satria memang tampan, sangat malah, badannya bagus dan tinggi. Selain itu otaknya juga cemerlang. Diam - diam Bulan memberi penilaian pada Satria yang dari tadi berkutat dengan kertas di mejanya. Gadis itu memberikan nilai sembilan untuknya.

Sedangkan objek yang di pandangi ternyata cukup peka. Oleh karena itu Satria mendongak dan bertanya, “apa?!”

“Enggak,” jawab Bulan seadanya.

“Kerjain dalam waktu setengah jam!”

Ralat, Bulan cepat - cepat mengganti nilai Satria menjadi minus seratus!

Dengan patuh dan muka cemberut, gadis itu duduk di kursi langganannya ketika mendapat hukuman seperti ini dan menatap kertas folio yang baru saja ia letakkan dengan kasar di atas meja. Kemudian melolot ketika membaca seratus soal bahasa Indonesia tersebut—sesuai dengan pelajaran yang terlambat tadi.

Jakarta, 13 September
12.55 p.m.

“Di apain lagi lo sama Bang Sat?” tanya Alvie yang mendapati Bulan kembali ke kelas dengan wajah lebih kucel dari kain pel. Chris juga tidak kalah gesit dari Alvie saat mendekat turut menguping.

“Lo tau kan gimana susahnya sastra Indonesia?!” teriak Bulan frustasi. “Dia nyuruh gue ngerjain seratus soal cuma dalam waktu setengah jam! Kepala gue mau pecah rasanya!”

Dua sahabat gadis itu malah tertawa nyaring, menghiraukan tatapan penghuni kelas mereka. “Kalo liat lo diginiin gue nggak yakin dia nembak lo,” kata Chris, wajahnya mengejek seperti minta di lempar kursi.

“Jangankan lo, gue sendiri aja nggak yakin!” teriak Bulan sekali lagi sambil meletakkan kepala di atas meja dan berteriak tidak jelas karena kesal.

Tawa Alvie mereda lalu berceloteh, “kirain lo sayang - sayangan ama si bang Sat, eh ternyata....” Alvie sengaja memotong kalimatnya untuk kembali terkekeh.

Oke kali ini Alvie yang minta di lempar kursi. Kadang Bulan heran, sebenarnya mereka ini sahabat atau musuh sih? Kenapa senang sekali melihatnya disiksa Satria seperti ini? Untung ia sabar, kalau tidak pasti sudah ia santet online makhluk - makhluk di hadapannya ini.

Well, seperti biasa ketika pulang sekolah, walau pun Alvie selalu nebeng motor metic-nya Chris, namun mereka selalu menemani Bulan menunggu angkot di halte sekolah hingga gadis itu benar – benar naik angkot. Pasca memarkir motor di pinggiran halte, dua makhluk yang katanya sahabat si Bulan itu ikut duduk mengpitnya. Sembari menunggu, sahabat laki - laki gemulainya mulai nerocos. “Menurut gue nih ya, kita harus nyelidikin si bang Sat, kok bisa dia nembak si Lemot ini?” Chris menowel kepala Bulan dengan jari, membuat sang pemilik balas menjitak kepalanya.

“Iya bener, gue juga setuju sama lo,” Bukannya membela Bulan, Alvie malah ikut andil menyetujui usul gila Chris.

“Sekarang aja gimana?” lanjut Chris semangat.

Tapi sebelum sahabat - sahabatnya membahas lebih lanjut mengenai rencana menyekidiki Satria—yang bahkan belum mendapat tanggaan dari Bulan, motor CBR hitam milik manusia galak yang baru saja mereka bicarakan sudah berhenti tepat di depan Bulan. Alvie dan Chris yang melihat pemilik motor itu jadi saling menyikut lengan Bulan.

Mereka juga memperhatikan Satria membuka kaca helm teropong, untuk kemudian menoleh ke Bulan.

Catat! Hanya ke gadis itu, bukan ke dua makhluk yang mengapit dirinya!

“Naik!” perintah Satria. Kepala laki - laki yang berstatus sebagai bahan gibahan mereka itu pun menunjuk jok motornya dengan tatapan tidak lepas dari Bulan. Mengkode agar gadis itu segera naik. Tapi yang beridiri malah Chris. Dengan muka tanpa dosa dan gerakan gemulai, Chris hendak naik motor milik laki - laki bermulut pedas itu. Dasar banci kaleng!

“Bulan, bukan lo!” geram Satria, menjadikan Bulan dan Alvie tertawa tertahan karena melihat Chris dengan tidak ikhlas dan raut wajah cemberut terpaksa kembali duduk di kursi halte.

Pandangan laki - laki mulut pedas itu kembali ia arahakan ke Bulan. Kali ini lebih tajam. Membuat Bulan berdehem dan malah melirik ke arah lain. Pura - pura tidak melihat. Betapa itu malah semakin menjadikan Satria lebih geram lagi. “Cecilia Bulan. Naik!”

Sekarang gantian Chris dan Alvie yang tertawa tertahan karena melihat Bulan tidak bisa membantah oleh titah Yang Mulia Baginda Raja Mulut Pedas barusan. Jadi, dengan mulut manyun Bulan terpaksa naik ke motor CBR Satria.

Bye love bird,” kata dua sahabat Bulan disertai tawa puas karena melihat Bulan membalas dengan acungkan jari tengah.

Untuk beberapa saat berkendara, Satria baru membuka suara. “Di mana rumah lo?” tanyanya ketika melajukan motor dengan kecepatan standart agar tidak kelewatan jika Bulan baru memberitahu lokasi rumahnya secara mendadak.

“Di bumi!” jawab Bulan asal tapi benar.

Raut wajah gadis itu jelas - jelas sedang kesal. Ia bahkan bersedekap tangan dan duduk di ujung tanpa mempedulikan jok motor sempit milik Satria yang kini tengah berdecak karena jawaban tersebut. Menjadikan Bulan terkpaksa menjawab pertanyaan laki - laki itu dengan benar. “Di perempatan sana belok kiri, tuh yang ada toko bunganya, itu rumah gue.” Seiring dengan tangannya yang menunjuk arah tersebut.

Kali ini Satria tidak menanggapi, hanya melanjutkan perjalanan dalam diam sesuai petunjuk dari Bulan. Hingga tidak lama kemudian motor CBR laki - laki galak itu berhenti tepat di depan toko bunga bernama D'Lule. Toko bunga dengan kaca yang menajdi dinding bangunan itu sehingga menmpilkan berbagai jenis bunga yang terpampang di sana, juga ramainya pengunjung toko tersebut.

Saat tengah asyik memperhatikan toko bunga itu, Satria di kejutkan oleh suara Bulan yang ternyata sudah turun dari motor.

“Makasih,” ucap gadis itu ketus. Menyegerakan diri melenggang masuk tanpa ingin basa basi. Tapi ketika Satria yang sudah membuka kaca helm dengan sigap menahan tangannya, Bulan terpaksa berhenti dan menatap laki - laki itu. Masih dengan tatapan kesal gadis itu pun protes, “apaan sih?”

Sembari memegangi lengan Bulan, Satria mengambil ponsel dalam kantung celana sera-gamnya dan menyerahkan alat komunikasi tersebut pada gadis itu. “Nomer hp lo,” ucapnya. “Yang bener,” tambah Satria.

“Lepasin dulu ini!” pekik Bulan yang sebenarnya sangat ogah memberikan nomor ponsel pada laki - laki galak ini karena takut di spam pesan omelan. Tapi melihat raut wajah Satria yang sedikit beraura gelap akibat dirinya tidak segera mengetik nomornya, pada akhhirnya Bulan terpaksa melakukan perintah Lucifer itu setelah cekalan pada lengannya di lepas Satria.

“Nih, uda kan?” ujar Bulan masih seketus tadi sambil mengembalikan ponsel pada sang pemilik.

“Tunggu!” cegah Satria lagi. Laki - laki itu tentu tidak serta merta percaya begitu saja, ia harus mengecek sendiri kebenaran nomor tersebut akurat atau tidak. Jadi saat ini yang ia lakukan adalah menelpon nomor yang baru saja Bulan berikan hingga benar - benar melihat dengan mata kepalanya sendiri jika ponsel Bulan juga begetar dan menampilkan nomornya pada layar benda pipih itu.

“Uda kan?” tanya gadis itu masih belum melunturkan kekesalannya. Kemudian berniat masuk rumah tapi lagi - lagi Satria menahan lengannya.
“Ck, kenapa lagi sih?!”

“Denger,” ucap Satria serius, menatap keadalaman mata Bulan. “Nggak usah dipikirin lagi karena emang jawabannya uda jelas. Jadi mulai hari ini lo cewek gue.”

______________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah sempetin baca, vote dan komen

Bonus Photo Cecilia Bulan

Satria Eclipster

See you next chapter teman temin

#keephealty
#stayathome
#socialdistance
#washyourhand
#don'tforgettoprayforUs

With Love
©®ChachaPrima
👻👻👻

Repost : 25 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro