Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dingin

Pras berdiri menghadap jendela dalam ruang kerjanya. Melihat lurus ke depan, namun hanya keremangan malam yang dapat dia lihat sejauh memandang. Hatinya sungguh sakit, cinta yang terpendam kini tak ada lagi kesempatan untuk terungkap. Namun, ada sisi lain yang membuatnya gelisah setelah dia meluapkan amarahnya pada Tantri yang selama ini dia pendam.

Pras membenci dirinya sendiri, andai dia berani menolak permintaan papa wisnu, keadaannya mungkin tak seperti ini. Namun, dia masih tahu diri atas jasa papa Wisnu yang telah merawatnya hingga bisa seperti sekarang ini.

Sementara di dalam kamar, Tantri masih terjaga dengan air mata yang terus mengalir bahkan semakin deras. Masih terngiang perkataan Pras ketika meluapkan amarahnya tadi. Bukankah ketika marah, kadang kejujuranlah yang terungkap atas apa yang selama ini dipendam?

Tantri tidak buta atas penolakan yang dilakuakan oleh Pras, namun apa salah dirinya hingga Pras meluapkan amarah padanya, karena Pras juga memiliki hak untuk menolak ketika papanya menginginkan pernikahan antara mereka. Namun saat itu alih-alih menolak, Pras malah menerima permintaan papanya. Lalu, dimana letak salah dirinya?

Ceklek

Mendengar pintu kamar terbuka, Tantri cepat menghapus jejak air mata dan menyembunyikan kepalanya dalam selimut berpura-pura memejamkan matanya. Dia tak mau Pras melihatnya menangis karena ia takut Pras malah akan semakin membencinya ketika dia masih saja lemah. Semakin dekat langkah terdengar kian mendekat padanya, semakin rapat pula ia menutup matanya. Langkah itu terhenti tepat didepannya, samar dia mendengar seseorang menghela nafas pelan. Beberapa saat kemudian, tubuhnya menegang merasakan usapan lembut pada kepalanya. Rasanya nyaman, meski hanya usapan yang orang itu berikan. Tanpa berkata apapun, usapan itu tak lagi terasa seiring langkah kaki terdengar menjauh.

"Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu, Mas? Gimana caranya aku harus bertahan dengan kebekuan antara kita?" Tantri bergumam lirih kemudian matanya memberat dan tertidur.

***

Pagi ini masih tak seperti sebelum-sebelumnya. Saat terbangun, dia masih melihat Pras yang tertidur tenang di sofa. Pemandangan yang cukup membuat hatinya menghangat meski ketika sadar Pras akan selalu menghindarinya. Mereka memang sekamar, tapi tidak pernah seranjang. Pras membuat jarak dengan memilih tidur di sofa, tak pernah sekalipun mereka berbicara setelah malam itu. Biasanya Pras akan masuk kamar ketika Tantri telah tidur dan pergi ketika Tantri belum terbangun. Semakin dingin dan berjarak, bahkan tak ada komunikasi antara mereka selama seminggu. Pernah suatu ketika Tantri menunggu Pras pulang hingga larut, namun saat Pras masuk dalam kamar dan tahu bahwa tantri menunggunya, dia akan lebih memilih untuk mengurung diri dalam ruang kerjanya.

Bergegas dia menyiapkan segala keperluan Pras untuk ke kantor, meski dia tahu Pras pasti akan mengabaikan apa yang ia siapkan, namun dia selalu berusaha menunaikan tugasnya sebagai istri sebaik mungkin.

"Mas, sudah pagi." Tantri memberanikan diri mendekati Pras untuk membangunkannya.

Mengerjapkan mata, Pras mengerutkan keningnya karena jarak wajahnya dan Tantri sangat dekat. Refleks Pras mendorong Tantri kebelakang hingga nyaris limbung. Tantri membangunkan Pras dengan sedikit berbisik ditelinga, ia bermaksud tidak ingin membuat Pras kaget. Ketika tersadar dan hatinya merasa bersalah, Pras berusaha menutupinya.

"Lain kali tak perlu membangunkanku. Aku sudah tau waktunya kapan aku harus bangun," Pras bangkit dan berjalan melewati Tantri begitu saja. Melihat hal itu, Tantri hanya bisa tersenyum berusaha menguatkan dirinya sendiri bahwa suatu saat nanti sikap Pras akan sedikit melunak padanya.

Tak ingin terlalu lama melamun, Tantri bergegas menuju dapur untuk membuat sarapan. Dia ingin memasak makanan kesukaan Pras. Tersenyum puas setelah masakannya matang, Pras terlihat turun mengenakan pakaian lain, bukan setelan yang telah ia siapkan. Menekan sedikit nyeri datang di hatinya, dia melanjutkan menyiapkan sarapan di atas meja makan.

"Pras, kita sarapan dulu,Nak. Sudah lama mama nggak lihat kamu sarapan bareng kami." Rahayu menarik lengan Pras yang tadinya bersiap mengambil tas kerjanya dalam ruang kerja.

"Tapi, ma.." belum sempat Pras mengucapkan kalimat protesnya, mamanya telah memaksanya duduk dikursi.

"Makan dulu,Pras. Ini banyak makanan kesukaan kamu. Pasti kamu suka. Apalagi yang masak...."

"Mama. Yang masakin semua menu sarapan mama." Tantri lebih dulu memotong kalimat mamanya. Dia tak ingin Pras menolak sarapannya. Cukup dia melihat Pras makan masakannya, tanpa tahu bahwa Tantri yang memasaknya. Itu sudah cukup membuat Tantri senang.

Mengerutkan kening, mama melihat ke arah Tantri karena pagi ini semua masakan adalan, Tantri yang memaksanya. Tantri yang menyadari gelagat mamanya saat akan menyanggah ucapannya, membalas dengan tatapan memohon. Mamanya yang kemudian tahu maksud dari tatapan Tantri, mau tak mau meng-iyakan ucapan anaknya itu. Ini semua demi kebaikan mereka berdua.

***

Setelah selesai sarapan, Pras kembali dalam kamar untuk mengambil ponselnya yang tertinggal, sedang Tantri mengikutinya dari belakang. Saat memasuki kamar, Tantri memberanikan diri meminta ijin pada Pras untuk keluar rumah. Biasanya ia akan mengirimi Pras pesan singkat untuk minta ijin meski tak pernah berbalas karena dia tak pernah bertemu dengan Pras saat pagi hari. Hari ini Tantri akan berkunjung menemui sahabat lamanya yang baru kembali dari Singapura.

"Mas, aku mau minta ijin buat keluar hari ini. Aruna pulang dari Singapura. Dia ngajak aku ketemu, aku juga kangen sama dia." Memberanikan diri meminta ijin secara langsung, meski Pras masih pada posisinya yang membelakangi Tantri.

Pras melanjutkan langkah tanpa berbalik, seolah-olah dia hanya sendiri di kamar. Mengambil ponsel dan berlalu ke arah pintu tanpa melihat pada Tantri, namun sebelum menutup kembali pintu, Pras berkata,"Lakukan apapun yang kamu suka. Kamu kira aku akan peduli." Kemudian menutup pintu dengan kasar.

Tantri yang masih berdiri pada tempatnya menghela nafas mendengar perkataan Pras. Dia meraih tas dan memasukkan ponselnya untuk bertemu dengan Aruna,sahabatnya.

....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro