21. Rasa, Butuh Waktu Menyesuaikan
SIANG yang sedikit sejuk, hari sedikit mendung. Matahari sedikit enggan menampakkan diri di langit, ia bersembunyi pada awan kelabu yang menggumpal seperti kapas yang berdebu. Sama halnya Kayron yang ingin sekali bersembunyi dari muka bumi ini. Sejak bertemu dengan Ayahnya. Pikirannya tertuju pada dugaan suasana rumah ketika ia pergi semalaman.
Reno mengantarkan Kayron pulang, awalnya Mika sempat menawarkan namun Kayron tidak ingin menambah masalah lagi, jika sampai Mika menampakkan wajahnya di keluarganya. Sampai di depan rumah, pada halaman rumah yang lengang, ia seakan hendak memasuki rumah angker yang sudah lama tak berpenghuni. Walapun rumah tersebut masih tetap sama saat ia meninggalkannya.
Langkah kakinya penuh dengan keraguan ketika mengijakkan kaki pada teras rumah yang bersih berkeramik jingga. Diketuklah pintu rumah yang terbuat dari kayu tersebut, walaupun di samping pintu terdapat bel rumah. Tampak aneh mengetuk rumah sendiri padahal dulunya ia langsung masuk serta mengucap salam, namun kali ini ia tidak bisa melakukan hal yang biasanya dilakukannya.
Ketukan pertama tidak ada respon dari dalam ketukan kedua terdengar suara iya, sebentar detik berikutnya pintu terbuka dibukakkan oleh Etik. Etik langsung terkejut melihat Kayron yang berdiri di depan pintu.
Dipeluklah tubuh Kayron olehnya, air mata kesedihan dan bahagia mengalir deras. Tampak dibelakangnya Tyas yang tercengang. Sedangkan Kayron ingin sekali menangis di situ tapi tidak bisa karena ia masih teringat akan kejadian di mana ia diusir dari rumah secara paksa.
"Kata Ayah, Adek akan pulang. Terima kasih Adek kembali lagi ke rumah," ucap Etik melepas pelukannya, menghapus air mata yang tersisa di pipi. "Mama sudah siapkan makan buat Adek, ayo makan sama Tyas juga."
Kayron melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah itu bersamaan dengan pikirannya kembali pada kejadian yang telah terjadi terakhir ia ke rumahnya. Tempat-tempat di rumah itu seakan menampilkan reka ulang yang terlihat nyata di matanya. Sesekali ia menutup mata karena tak ingin melihat itu lagi.
***
SEPULANG dari sekolah Mika tidak menjumpai Mamanya di rumah, kemudian ia teringat kalau Mamanya sedang pergi ke Bandung. Resky juga tidak berada di rumah menurutnya Resky sedang di Surabaya mengurus perusahaan almarhum Papanya. Jadi dia hanya masuk ke dalam kamar. Setelah berganti pakaian, ia teringat akan ruangan khusus yang digunakan saat bersama almarhum Papanya dulu untuk mengisi waktu lengang. Ia pun naik ke lantai dua karena ruangan tersebut berada di lantai dua di samping tempat cuci-setrika.
Dibuklah pintu yang sudah lama tidak pernah ia buka setelah hari pemakaman setahun yang lalu. Ruangan yang didominasi warna putih dengan kain putih berukuran sangat lebar menutupi benda yang berukuran besar pada tengah-tengan ruangan, menjadi sorotan pertama ketika pintu berhasil terbuka sempurna. Di sudut ruangan di dekat pintu terdapat tiga gitar listrik yang berdebu tertutupi kain tipis sehingga walaupun tertutupi kain gitar tersebut masih terlihat bentuknya. ruangan itu mendapatkan cahaya dari luar melalui jendela kaca berukuran besar dengan kain kelambu berwarna putih yang begitu lebar.
Namun, Mika tidak tertarik dengan gitar listrik tersebut melainkan pada kain putih yang menutupi benda berukuran besar. Dibukalah kain tersebut, debu-debu bertebaran sampai terbatuk-batuk karenanya. Tampak grand-piano yang masih mengkilat walaupun ada beberapa debu bersebaran di penutup tuts-tuts piano. Ia berjalan menuju jendela membuka sedikit kelambu yang berdebu. Membiarkan cahaya matahari menerobos masuk.
Ia kembali menuju grand-pianonya, didudukilah kursi kecil tanpa sandaran di depan tuts-tuts tersebut. meniup debu-debu agar sedikit bersih, membuka penutup tuts. Lalu, mulailah ia memainkan lagu yang dulunya selalu dimainkan bersama Papanya. Saking asiknya jarinya menari-nari menekan tuts-tust piano ia sampai tak menyadari bahwa ada seorang pria telah berdiri di samping grand-piano. Pria itu masih mengenakan kemeja kantor lengkap dengan dasi dan jas yang tersampir di pundak kiri.
Begitu Mika selesai memainkan lagu pria itu pun berkaya, “Lagu yang bagus, itu lagu yang pernah almarhun Papa kamu mainkan ya?”
“Loh, om Resky sejak kapan berdiri di sana?” tanya Mika setengah terkejut.
“Tak lama sebelum kamu selesai memainkan lagu,” jawab Resky. “Nanti kamu makan malam di mana? Mama kamu besok jumat sore baru pulang.”
“Di rumah tidak ada makanan?”
“Om rasa tidak ada,” jawab Resky.
“Nanti Mika belikan di depan gang.”
"Bagaimana kalau kita masak, mungkin ada beberapa bahan masak di kulkas."
"Hanya makanan beku," jawab Mika.
"Tidak apa, Om bisa menanak nasi."
Mika mengangguk.
Terlihat raut bahagia terpancar di wajah Rezky. Setelah sekian lama ia tak pernah berbincang-bincang dengan Mika. Akhirnya kini menjadi sedikit berbeda. Perasaan canggung yang dulunya selalu membumbui mungkin telah sirnah.
“Soal tadi... terima kasih, Om sudah datang ke sekolah,” kata Mika sungguh-sungguh. “Aku tak tahu lagi mau jadi apa kalau aku benar-benar akan dikeluarkan dari sekolah, SMA Kalikuning adalah sekolah yang diminta almarhum Papa.”
“Iya, kemarin Kayron juga sudah cerita banyak mengenai kamu,” sela Resky santai. “Kayron anak yang berani dan sopan. Mungkin jika Om ada di posisi dia Om tidak akan berani menghadapi Mama Kamu. Dia hampir saja ditampar karena Kayron bilang dia pacar kamu. Om tahu kenapa kamu suka dengan Kayron."
"Eh, Mama mau nampar Kayron."
Rezky mengangguk. "Tadinya. Terus dia bilang dengan cepat. 'Saya tahu tentang almarhum suami tante. Ada satu hal yang harus tante ketahui. Mika menyimpan ini sejak lama'. Mama kamu jadi melunak."
Mika mengingat semua cerita yang pernah diceritakan ke Kayron. Lelaki itu tahu banyak hal tentang dirinya. Bahkan sesuatu hal yang Mika sendiri tidak memahami situasinya. Biarpun seperti itu, usaha yang dilakukan Kayron sangat berani. Berbeda dengan dirinya yang hanya duduk diam di sekolah yang sepi. Mika berusaha memahami semuanya. Tetatang semua yang telah terjadi belakangan ini, dan tentang keluarganya sendiri.
“Kemarin Kayron datang ke sini pukul berapa?”
“Tidak sampai larut malam, setelah teman Mama kamu pulang, Kayron menekan bel rumah, dia datang bersama temannya katanya teman satu tim basket dengan kamu.”
“Reno?”
“Iya mungkin, Om lupa namanya siapa.”
“Yasudah Om. Om istirahat dulu, pasti lelah habis dari Surabaya. Nanti saat makan malam Mika bangunkan.”
“Oh, iya terima kasih. Om pergi ke kamar dulu ya.”
Mika mengaggukan kepala selagi memandang Resky yang hendak keluar dari ruangan. Tapi sebelum keluar Resky membalikkan badan.
“Itu gitar listriknya masih bisa di gunakan?” tanya Resky hendak mendekati gitar di sudut ruangan.
“Belum aku periksa Om,” jawab Mika.
“Om dulu pernah jago main gitar tapi masih jaman-jamannya SMA, sekarang mungkin lupa-lupa ingat-lah.”
“Dulu lagu yang sering dimainkan lagu era tahun berapa Om?”
“Waduh, lagu di era tahun delapan puluhan mungkin, Om SMA tahun berapa saja sudah lupa.”
“Om ada-ada saja, yasudah Om mandi terus istirahat, nanti Mika periksa gitarnya apakah masih bisa dimainkan atau tidak siapa tahun Om nanti ingin nostalgia masa-masa SMA dulu.”
“Boleh juga,” kata Resky sedikit tersenyum lalu segera keluar dari ruangan. Tidak lama Rezky kembali. "Om atau kamu yang menanak nasi?"
"Mika saja."
Rezky mengangkat alisnya menyetujuhi dengan rasa bangga karena Mika sudah sedikit menerima posisinya di rumah.
***
WALAUPUN sebenarnya terlalu singkat sebuah kenyataan yang telah terlewati sejak kejadian di ruang BK beberapa waktu lalu. Mika dan Kayron sengaja sedikit memberikan jarak ketika berada di sekolah akan tetapi tidak signifikan hanya sebatas kewajaran saja. Tak banyak yang bertanya-tanya bagaimana dengan hubungan antara keduanya, atau lebih tepatnya apa yang akan terjadi setalah surat panggilan tersebut.
Pada saat jam istirahat Bayu, Kayron, Reno dan Alfo duduk mengitari meja di dekat gerobak bakso. Kayron sedikit menutup diri dengan teman-temannya. Ia tak mau teman-temannya merasa aneh dengan dirinya. Sehingga dia memilih diam untuk menyantap semangkuk baksonya itu.
“Kay, lo tidak suka sama baksonya? Kenapa hanya lo ambil kuahnya saja?” tanya Alfo.
“Sengaja, karena enak nyisakan baksonya untuk dimakan di akhir biar bisa dicocol pakai saus dan kecap,” jawab Kayron santai. Tiba-tiba ada yang mengacak rambutnya, ia pun segera mencari siapa yang mencari pelakunya. Dan ternyata itu adalah Mika yang hendak memesan bakso di dekat gerobak. “Mika!”
“Waduh yang sepertinya sudah tidak ada masalah lagi, sekarang sudah berani bermesraan di muka umum,” kata Reno menyindir dengan nada sinis. “Ingat baru kemarin kalian masuk ruang BK.”
“Reno jangan mulai, atau lo mau gua lempar pakai bakso,” kata Kayron membela. "Siapa juga yang bermesraan."
“Lempar saja biar gua tangkap dan langsung gua makan.”
Saat Kayron siap menancapkan baksonya menggunakan garpu dengan kasar, ia segera melemparkan kepada Reno. Namun, aksinya terhalang oleh Mika yang tiba-tiba duduk disebelahnya memegang tangannya yang sedang memegang garpu.
“Daripada kamu lemparkan ke Reno mending kamu berikan padaku,” kata Mika sedikit berbisik.
Reno langsung berdeham, Alfo membenarkan duduknya, dan Bayu sedikit tersedak saat mendengar bisikan dari Mika kepada Kayron.
“Kamu mau?” tanya Kayron menawarkan sambil mengangkat baksonya dengan garpu. Mika mengigitnya setengah sedangkan sisanya dimakan oleh Kayron.
“Tolong dikondisikan, ini tempat umum jangan pacaran di sini, lebih baik di rumah kalian saja,” protes Reno segera karena sedikit terganggu dengan Kayron yang menyuapi Mika.
“Kalau kalian tidak suka lebih baik pergi saja,” kata kayron membela. “Yang pacaran juga siapa, kan hanya kebetulan saja gua dan Mika ketemu di sini.”
“Oke, kami akan pergi. Tapi lo yang bayar makanan kita,” sahut Reno mewakili Alfo dan Bayu yang mengagguk dan segera menghabiskan makanannya.
“Terserah,” jawab kayron kesal. “Jangan harap tes Biologi besok akan gua bantu.”
“Ehmm… Aku tahu strateginya.” Reno mengerling ke arah Mika. “Mik, gua butuh bantuan lo besok Senin. Catat harinya”
Kayron langsung menyorotkan tatapan tajam ke arah Mika lalu mengerling ke arah Reno. “Ada apa ini? Apa yang akan kalian lakukan?”
“Sudah, lupakan,” jawab Mika segera, sambil menahan senyum disaat Reno, Bayu dan Alfo pergi meninggalkan meja. “Jadi kamu serius bayar makanan mereka.”
“Mau bagaimana lagi,” kata Kayron pasrah. “Awas saja mereka besok Senin, siapa lagi yang akan mereka sontek selain aku. Jika mereka berani mungkin tanya ke Tara atau Anisa, tapi itu tidak mungkin. Pasti mereka akan tanya kepadaku dan berusahan menyontek hasil kerjaku dengan berbagai cara.”
“Terserah kamu saja deh,” kata Mika membenarkan posisi duduknya. “Terima kasih baksonya, tadi mau pesan bakso ternyata sudah habis tinggal siomay saja.”
Kayron mengaggukan kepala selagi menusuk satu bakso lagi dengan garpu dan di dekatkan ke bibir Mika. Mika pun segera menggigit bakso tersebut setenganya, namun Kayron tidak memakan sisanya. “Jadi bagaimana keadaan rumah setelah om Resky datang ke sekolah?”
“Mama masih di Bandung, aku sama om Resky biasa saja sebenarnya, kemarin dia bernostalgia dengan masa SMAnya setelah menemukan gitar di ruangan yang dulu pernah aku ceritakan kepadamu.”
“Aku penasaran dengan ruangan itu,” kata Kayron sambil menyuapi Mika kembali. “Itu ruangan yang dulunya kamu dan almarhum Papa kamu gunakan untuk bermain musik kan?”
Mika memakan sisa bakso tadi sampai habis lalu mengangguk.
“Besok kalau aku mampir ke rumah kamu, boleh aku masuk ke ruangan itu?” tanya kayron meletakkan garpunya di tas mangkuk. “Aku benar-benar penasaran dengan ruangan itu.”
“Sama saja dengan studio musiknya MMY,” kata Mika sambil menggaruk alisnya yang gatal. “Aku lupa besok malam kan keluarga kamu makan malam di rumahku.”
“Loh, itu memang jadi? Kukira hanya basa-basi aja.” Kayron mengernyit. “Aku tidak berani tanya. Suasana di rumahku masih canggunng. Kamu pasti tahu lah, semenjak aku kembali lagi ke rumah, sikap mereka berusaha untuk melupakan semuanya.”
“Mama sudah kirim beberapa orang untuk menyiapkan semuanya,” kata Mika serius. “Soal kamu dan keluarga kamu, eh… Iya, aku paham, tapi bukan berarti setelah kejadian itu, terus kamu jadi orang asing juga, kan?”
“Aku sudah berusaha namun kurasa masih perlu waktu menyesuaikan,” kata kayron menundukan kepala selagi penjaga gerobak mulai membersihkan mangkuk kotor di atas meja di depannya. “Kamu sendiri kenapa masih panggil om Resky dengan Om padahal dia juga Papa kamu kan walaupun hanya Papa sambung tapi kan dia berusaha sekali untuk benar-benar menjadi orang tua kamu, ayolah hargai itu.”
“Sudah aku coba, mungkin sama denganmu perlu waktu.” Mika berdiri dari kursinya. “Maaf ya, aku ke kelas lebih dulu, tadi sebenarnya mau makan baksonya dibungkus tapi karena ada kamu jadi hanya ingin duduk. Aku jadi kenyang.”
Kayron mengaggukan kepala seraya ikut berdiri dan merogoh kantong celananya untuk mencari uang demi membayar makanan. Namun Mika lebih dulu datang ke gerobak untuk membayar semua makanan yang Kayron pesan sekaligus pesanan teman-temannya.
“Tak apa aku saja yang bayar,” kata Mika mengacak rambut Kayron.
“Ini bukan bentuk strategi kamu dengan Reno kan?”
“Mungkin,” kata Mika memberikan senyuman kepa Kayron dan langsung pergi tanpa permisi.
“Mika aku tidak suka ya, aku tetap tidak mau memberi sontekan ke Reno, bilang padanya!” teriak Kayron sampai seisi kantin yang cukup ramai menengok ke arahnya. Ia pun malu dan segera mengejar Mika.
“Kamu bilang sendiri ke Reno kan teman sebangku kamu,” balas Mika dengan berteriak pula sambil berlari mundur menjauh dari Kayron.
((BERSAMBUNG))
Tolong!!! Aku kebingungan. Beri aku kritik seburuk apapun mengenai part ini. Sumpah i need kritikan yang menjatuhkanku supaya aku bisa bangkit.
Jika suka silakan Vote. Atau kamu abaikan juga tak apa.
Lamongan, (Keadaan kelaparan) 31 Januari 2018.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro