Part 24 Jaga Prasangka
Husnuzon, selain menjadi sumber kejelekan dan menghindar dari dosa, juga untuk menjadikan hati tenang dan tentram. Maka, pintar-pintarlah memositifkan prasangka. Agar hatimu selalu tenang dan jauh dari dosa.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Mobil yang dikemudi Nabil kini membelah jalan dengan kecepatan rata-rata. Hatinya lega setelah mengetahui keberadaan sang istri. Meski tak dipungkiri ada rasa kesal dalam hatinya, karena Laura tak mengabarinya sama sekali.
Hampir tiga jam ia mencari keberadaan Laura hanya berbekal terkaan, tanpa adanya kepastian dimana sang istri berkumpul dengan teman-temannya.
Apakah Laura melakukan ini sengaja karena sebuah sebab yang sama dengan perubahan sikapnya tadi? Nabil menggeleng-gelengkan kepala lalu menghela napas cukup panjang. 'Enggak, enggak. Aku nggak boleh suudzon. Bisa jadi ponsel Laura lowbat dan baru di charge saat nyampek rumah, batin Nabil berusaha berpikir positif agar hatinya tak semaki kesal.
Husnuzon, selain menjadi sumber kejelekan dan menghindar dari dosa, juga untuk menjadikan hati tenang dan tentram. Maka, pintar-pintarlah memositifkan prasangka. Agar hatimu selalu tenang dan jauh dari dosa.
Nabil menginjak rem untuk memberhentikan laju mobilnya karena lampu merah menyala. Netranya melihat ke arah sekitarnya setelah ia menyalakan tape mobil dengan lagu selawat berjudul ya robbana'tarofna.
Netra Nabil sontak memicing saat tak sengaja menoleh ke arah kanan jalan. Ia melihat sosok gadis yang tak asing, membuat hatinya sontak berdebar cepat. Apalagi saat sosok berkerudung lebar berwarna navy itu menoleh, membuat netra Nabil semakin terbuka lebar ditengah hatinya yang semakin berdebar kencang.
"Nayla," ucap Nabil lirih. Netranya memaku wajah sang gadis yang terlihat begitu jelas wajah cantik. Hati Nabil benar-benar merasakan kesejukan dari rasa bahagia yang muncul begitu mencuat. Rasa rindunya seakan terobati dengan melihat dia secara nyata.
Namun, semua kebahagiaan dan debaran hati itu seketika ambyar, saat rungunya mendengar suara klakson bertubi-tubi dari mobil belakangnya.
Nabil yang sempat kelimpungan akhirnya melajukan mobilnya. Tak jauh mobil itu meninggalkan tempat itu, Nabil sengaja memberhentikannya. Karena ia ingin menemui gadis itu.
Namun, itu semua hanyalah sebuah wacana. Saat Nabil melihat ke arah belakang sebelum membuka mobil. Ia tak mendapati gadis itu lagi, meski Nabil tetap turun dari mobil untuk mengeceknya.
'Astaghfirullahal'adzhim, apakah tadi hanya halusinasiku? Apakah ini efek dari rindu yang semaki menggebu?' Nabil tampak meraup mukanya kasar lalu kembali masuk mobil.
Mentari di ufuk barat telah menghias langit dengan sinar jingganya. Tepat saat waktu maghrib tinggal sepuluh menit lagi, Nabil akhirnya tiba di rumah mertuanya.
"Assalamualaikum," ucap Nabil sembari langkahnya memasuki pintu rumah yang terbuka. Begitu tiba di ruang tamu yang lebarnya enam kali sepuluh meter itu, Nabil dapati Papa dan Mama mertunya duduk santai bersama Laura.
Nabil pun menghampiri, menyalami kedua orang tua Laura bergantian. Ia tersenyum senang saat melihat Laura bangkit dan mau menyalaminya.
"Sebentar lagi Maghrib, kita siap-siap salat berjamaah, ya," ucap Ridwan yang langsung mendapat anggukan kompak dari anggota keluarganya.
"Jangan lupa siapin air hangat buat suamimu ya, Nak," ucap Kaira mengingatkan Laura yang akan berjalan mengekori sang suami.
Laura pun tersenyum lalu mengangguk patuh atas perintah sang mama.
Laura menghela napas ditengah langkahnya, Slow, Ra. Berdamailah dengan hati dan kondisi yang ada. Jangan terlalu banyak menuntut, lakukan kewajiban sebagai istri untuk meraih rida suami. Karena rida Allah kini tergantung pada rida suami, Laura menyemangati dirinya sendiri agar tak marah dan kesal lagi kepada Nabil dengan cara mengucapkan dalam hati sesuai dengan nasihat yang terucap dari lisan mamanya.
Sesampainya di kamar, tanpa sepatah kata pun Laura langsung menuju kamar mandi. Menyalakan air panas dan air dingin secara bersamaan untuk mengisi bathtub. Setelahnya, ia pun keluar dan berjalan menuju lemari. Mengambil handuk lalu menyerahkan ke arah Nabil dengan menundukkan kepala.
Nabil yang merasakan Laura masih saja diam sengaja tak meraih handuk pemberian Laura. Ia ingin mendengar suara sang istri.
Laura yang merasa dicuekin pun mendongak. "Kamu nggak mau mandi?" tanya Laura tampak kesal menatap Nabil.
Tanpa menjawab sepatah kata, Nabil pun bangkit lalu semakin mendekati Laura. "Kamu masih kesal dan nggak mau ngejelasin apa yang sebenarnya penyebab sikap kamu seperti ini?"
Laura yang mendapatkan tatapan intens Nabil langsung menunduk. Hatinya mendadak berdebar kencang, ia gugup dan hanya menjawab pertanyaan Nabil dengan gelengan kepala.
"Beneran?"
"Ish, udah, sih. Nggak usah dibahas lagi."
"Terus kenapa tadi pulang nggak ngabarin? Dan satu lagi, kenapa tadi kamu bilang aku sopir kamu, bukan suami kamu?"
Degh, hati Laura tersentak, rasa bersalah langsung merongrong hatinya mengingat itu. "Maaf." Laura langsung menunduk dan hanya kata itu yang lolos dari lisannya.
"Apakah kamu malu mempunyai suami seperti aku?"
Laura mendongak, menatap Nabil semakin merasa bersalah. "Maafin aku, Mas. Aku hanya kelewat kesal tadi sama, Mas Nabil."
"Kesal karena?"
Laura terdiam, haruskah aku mengatakan sebenarnya? Tapi, aku nggak mau dia menganggap aku mengemis cinta darinya, batin Laura seraya menggeleng-gelengkan kepala.
"Emm, bisa nggak? Nggak usah bahas ini lagi? Aku tadi hanya salah paham aja, kok."
Nabil tampak menghela napas cukup panjang, berusaha mengalah dan mengerti sang istri. Padahal dirinya sangat penasaran apa penyebab Laura berubah sikap seharian ini. "Ya sudah, lain kali langsung cerita kalau ada apa-apa. Agar nggak salah paham lagi."
Laura langsung menganggukkan kepala dengan cepat, bibirnya menyungging senyum saat melihat Nabil tersenyum ke arahnya.
.
.
.
.
.
Bersambung
Bagi temen-temen yang mau novelnya.
Khusus pembaca Wattpad aku kasih harga PO ya.
Rp. 82.000
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro