Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Awal yang Buruk

"RUMAH kamu di mana?" tanya ayah Andi, di tengah perjalanan mengantar Doni pulang.

Doni masih tersedu-sedu. Sulit baginya untuk langsung menanggapi segala jenis pertanyaan dalam waktu singkat, dan setelah mengingat-ingat bahwa petualangannya kembali gagal, dia menangis sekencang mungkin.

"Maafin Tante dong," kata ibu Andi.

Akhirnya, setelah beberapa menit dilalui dengan penuh kebisingan, dan lebih banyak kebingungan yang dialami ayah Andi karena Doni tak kunjung menjawab sehingga yang bisa dilakukan hanyalah memutar mobil di jalan yang sama, Doni berkata, "D-di depp-an, di sbel-ah kir-i."

"Di sini?" tanya ayah Andi, menatap Doni melalui kaca spion.

"K-kej-jauhan."

"Oh, yang di sebelah tambal ban, ya?"

Doni mengagguk, menyedot ingusnya, dan entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang salah. Dia merasa ada sesuatu yang harus dikatakan—sesuatu yang penting.

"Jadi rumah kamu yang i..."

BOOM!

Seisi mobil panik, kecuali Doni. Dia baru ingat bahwa hal yang terlupakan, baru ingat bahwa hal yang harus dikatakan adalah, "Mama sering bilang hati-hati kalau main di luar, apalagi di jalan yang ada di depan tambal ban. Di situ sering ditebar ranjau paku." Doni menyedot ingusnya, lagi.

Semuanya turun dari mobil. Secara tiba-tiba pria paruh baya menjulurkan lehernya, menatap ban belakang mobil yang pecah dengan pandangan iba. Bahkan dia tampak akan menangis.

"Pasti karena ranjau paku! Heran... masih ada aja orang yang nyari duit dengan cara yang keji. Mari kita berdoa agar gigi pelaku rontok semua." Kemudian dia tersenyum, tak ada gigi di mulutnya.

Ayah Andi dengan nada jengkel berkata, "Tolong diurus."

Hanya butuh beberapa langkah untuk sampai di rumah Doni. Ayah Andi, sebagai kepala keluarga, mengetuk pintu rumah Doni sementara istrinya sebisa mungkin menghapus jejak kekerasan fisik yang menimpa Doni. Setelah agak yakin Doni bersih dari tanda-tanda kekerasan fisik, pintu rumah Doni mendadak terbuka. Seorang wanita muncul dengan wajah bingung.

"Doni?"

"MAMA! T-TADDI DIJEWER!" jerit Doni seraya berlari memeluk ibunya.

Ibu Doni memandang satu per satu anggota keluarga Andi dengan tatapan menyeleksi. Andi menggeleng dengan wajah yang seakan berkata, "Saya bersih."

"B-bukan saya," ujar ayah Andi panik.

"Saya bisa jelasin..." ibu Andi mengaku.

*****

Baik Doni ataupun Andi yakin sudah menjulurkan lehernya sejauh mungkin, dan jika ingin lebih panjang lagi, maka satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah lewat operasi pemanjangan leher. Tetapi satu kata pun tak kunjung terdengar. Padahal jarak antara tangga dengan ruang tamu tidak terlalu jauh. Namun percakapan antara ibu Doni dan kedua orang tua Andi tak bisa didengar, dan itu membuat Doni ragu. Ketiga orang dewasa itu mungkin tidak sedang mengobrol, melainkan melakukan kontak batin.

Doni dan Andi menghabiskan tiga puluh menit penuh dengan menjulur-julurkan leher, dan sepakat bahwa itu menjadi kebodohan pertama yang mereka lakukan bersama-sama. Tiga puluh menit selanjutnya mereka habiskan di lantai dua, dengan satu menit percakapan seperti, "Hai!" dan dijawab, "Hai juga!" dan dua puluh sembilan menit sisanya dilalui keheningan panjang. Mereka sama-sama yakin kalau pertemuan ini tak akan banyak membawa perubahan, bahwa hari-hari selanjutnya akan berlalu begitu saja, dan mereka akan saling melupakan.

Namun keesokan harinya, tepatnya pada saat pelajaran pertama dimulai, di dalam kelas 1-A Doni tahu ada kebijakan baru yang tercipta. Ternyata pembicaraan antara ibunya dengan kedua orang tua Andi tak cuma percakapan kosong belaka.

"Sebelum pelajaran dimulai, kebetulan kalian akan mendapat teman baru yang secara kebetulan dipindahkan ke sini, ke kelas ini..."

Kalau harus disebut kebetulan, ini pasti kebetulan yang terencana, pikir Doni ketika anak yang dimaksud, anak yang dipindahkan secara "kebetulan" masuk.

"Namanya Andi, dan dia kebetulan akan menjadi teman sebangku Doni."

"Saya gimana, Pak?" protes anak perempuan yang adalah teman sebangku Doni.

"Kebetulan sekali kamu harus pindah."

"Kenapa, Pak?"

"Atau nilai kamu terjun bebas secara kebetulan."

*****

Menempatkan Doni dan Andi dalam kelas yang sama merupakan tindakan yang sangat tepat. Jika lazimnya fenomena kesurupan menimpa seseorang seperti layaknya perhelatan akbar, yang tentunya jarang terjadi, lain halnya dengan Andi. Kesurupan yang seharunya menjadi demikian sakral berubah menjadi cerita picisan, murahan, dan hampir tak ada nilai. Sesungguhnya tanpa disadari oleh siapa pun, Andi telah menjelma menjadi orang yang paling gampang kesurupan di dunia.

Seminggu menjadi teman sebangku Andi membuat Doni lupa akan petualangan pribadinya. Bahkan, dia mulai ragu apakah petualangan mengelilingi sekolah sebanding dengan apa yang dialaminya seminggu ini.

Andi menawarkan petualangan yang tak mungkin didapatkan oleh anak kelas satu SD. Ketika kebanyakan anak kelas satu SD diajarkan mengeja nama-nama binatang, Doni sudah lebih dulu mengalahkan buaya, menundukkan harimau, dan menangkap kodok yang tentu saja semua binatang itu diwakili oleh satu tubuh, yaitu Andi. Namun kebanyakan kisah kepahlawanannya tak berakhir bahagia, terutama bagi Andi yang harus bersedia disiram kuah bakso setiap kali kesurupan.

Tetapi tentu saja ada kabar baiknya. Hanya dalam dua minggu semenjak Andi menjadi teman sebangku Doni, mereka mendadak terkenal. Bisa dibilang mereka menjadi anak kelas satu paling populer, dan mungkin dalam waktu singkat akan menjadi anak paling populer di sekolah. Kebanyakan murid menganggap Andi yang gampang kesurupan dan Doni, satu-satunya orang yang bisa menyadarkan Andi, sebagai siswa percontohan. Bagi mereka kesurupan setiap saat adalah sesuatu yang patut ditiru.

"Eh, tau gak, kemaren Andi Godek-Godek makan beling lho!"

Andi Godek-Godek adalah nama beken Andi.

"Wihhh, keren banget!"

"Tapi masih lebih keren waktu Doni nyiram Andi pake kuah bakso."

"Eh... Doni itu yang ngikutin Andi kayak sekretaris, kan?"

"Iya."

"Romantis banget..."

Memasuki minggu ketiga, desas-desus mengenai Doni dan Andi semakin tak terkendali. Mereka mendadak jadi anak paling populer di sekolah, sebelum akhirnya kabar mengenai fenomena Andi yang gampang kesurupan terdengar oleh para orang tua, dan semuanya seketika berbanding terbalik. Pada minggu kelima mereka menjadi anak yang paling dijauhi di sekolah. Mereka mendadak dikucilkan.

Para orang tua rupanya tak setuju dengan keberadaan Andi. Mereka khawatir kalau-kalau suatu saat menemukan anaknya di dapur sedang mengunyah kuali. Jadi, cerita-cerita buruk tentang Andi dibuat-buat. Mereka juga menanamkan stigma buruk yang pada intinya melarang anak mereka dekat-dekat dengan Andi.

Maka, sebagai teman sebangku Andi, Doni menjadi orang nomor dua yang dikucilkan satu sekolah. Dan tanggapan-tanggapan yang dulunya positif berubah negatif.

"Eh, kemaren Andi Godek-Godek makan beling lagi lho!"

"Serius?"

"Iya! Mereka aneh banget, kan?"

"Tapi masih lebih aneh lagi pas setiap kali Doni nyiram Andi pake kuah bakso."

"Iya, aneh..."

*****

Tapi semua perlakuan buruk itu masih belum apa-apa dibandingkan dengan sesuatu yang menunggu mereka di akhir masa-masa SD. Jika kebanyakan orang tua menyambut kelulusan anaknya dengan air mata bahagia, orang tua Andi menyambut dengan air mata kesedihan. Bahkan ibunya hampir jatuh pingsan.

Hari itu langit sedang cerah. Orang tua Andi sama halnya dengan para orang tua yang dengan bangga menyambut keberhasilan anaknya. Mereka amat senang, mereka memeluk Andi, dan Andi membalas dengan tawa jahat, yang berarti bahwa dia kesurupan. Doni dengan bangga mengeluarkan semprotan air garam dari sakunya, menyemprot alis Andi, dan mengusap alis Andi dengan perlahan.

Enam tahun tak cuma berlalu tanpa adanya kreasi. Dalam hal ini, tentu saja masih ada sangkut pautnya dengan Andi yang sangat amat gampang kesurupan dan Doni yang bisa menyadarkannya. Ketika suatu pagi, setelah sebelumnya Andi kesurupan bahkan sebelum sempat sarapan, dia mengeluh, "Kenapa harus kuah bakso?" Maka semenjak hari itu Doni bertekad untuk mengetahui sebab-akibat, meneliti lebih jauh mengenai aspek tertentu yang menjadikan kuah bakso terhubung dengan hal-hal berbau gaib, dan dia berhasil.

Seperti halnya penemuan besar lainnya, penemuan Doni tentu saja tak didapat dalam satu malam. Butuh dedikasi yang tinggi, semangat pantang menyerah, dan belasan ribu kegagalan untuk kemudian pada hari kelulusannya, pada hari di mana dia dan Doni akan bersiap memulai jenjang SMP, dia dengan bangga menyerahkan hasil riset bertahun-tahun. Kesimpulan yang dia dapat adalah: Air garam harus dioleskan pada alis Andi dengan tangannya. Ternyata penyebab kenapa kuah bakso menjadi begitu berarti karena mengandung garam.

Namun ada sisi kelam di balik keberhasilan riset Doni. Belasan ribu kegagalannya harus dibayar sangat mahal. Dan itu harus dibayar kontan ayah Andi saat mamang bakso mengucapkan kata-kata paling horor, "Bakso, belum bayar, sembilan puluh juta."

*****

Di SMP nasib Doni dan Andi sama buruknya dengan di SD. Urutan ceritanya masih sama: Mula-mula mereka terkenal, lalu para orang tua memberi stigma buruk pada mereka, kemudian mereka dikucilkan. Dan kalaupun ada bedanya dengan di SD, yaitu pada hari Senin yang terik. Saat itu jam pulang sekolah, dan Andi yang baru setengah jalan menyeberangi halaman sekolah mendadak kesurupan. Doni sudah siap mengambil ancang-ancang, tangannya menggenggam erat semprotan air garam yang dibawanya ke mana-mana, namun diurungkannya. Pandangannya tertuju pada seorang ibu yang menunjuk Andi secara frontal. Kemudian ibu itu menatap anaknya.

"Kamu tau kenapa Andi Frustrasi bisa gampang kesurupan?" tanya si ibu.

Andi Frustrasi adalah nama beken Andi di SMP.

"Gak tau," jawab si anak.

"Dulu dia normal. Tapi gara-gara kena kutuk sama ibunya, dia berubah."

"Kena kutuk?" tanya si anak penasaran.

"Iya, kena kutuk. Dia dikutuk karena gak mau makan sayur," jelas si ibu, wajahnya meyakinkan. "Jadi, kamu sekarang masih gak mau makan sayur? Mau kena kutuk juga?"

"Gak mau... gak mau kena kutuk... gak mau makan rumput!" jawab si anak, menunjuk Andi yang mengunyah rumput dengan hikmat. Melihat Andi mengunyah rumput, Doni merasa gagal sebagai sahabat.

Dengan menggunakan Andi sebagai efek jera untuk menasihati anaknya, ibu itu telah melangkah lebih jauh dari para orang tua lainnya. Maka semenjak hari itu ikat pinggang Doni mengikat lebih kencang. Dia harus siap dengan segala kemungkinan yang ada.

*****

Sudah sembilan tahun sejak pertama kali Doni dan Andi bertemu. Banyak perubahan terjadi dalam rentang sembilan tahun. Misalnya masa pubertas yang merenggut pipi tembem Doni, atau Andi yang tak lagi gampang menangis, atau yang paling penting, yaitu bagaimana cara mereka menghadapi keabnormalan yang telah lama terjadi, dan memutuskan untuk tidak pasrah. Mereka melawan.

Banyak hal telah berubah, kecuali bahwa Andi yang gampang kesurupan dan Doni yang selalu berada di tempat kejadian. Dan hari ini mereka akan diuji sekali lagi, karena ini adalah hari yang cukup penting: Hari pertama masuk SMA.

Andi agak optimis hari ini. Dia terus berbicara mengenai kesan baik di hari pertama, menatap penuh arti kepada siapa pun yang memandangnya, entah itu para orang tua, murid, ataupun para murid yang kayak orang tua. Dia agak optimis kali ini. Dia yakin pengalaman yang sudah-sudah mengajarkan sedikit banyak hal-hal yang harus diingat.

Sementara Doni, dengan pikiran yang melayang mengingat kejadian yang sudah-sudah, berpikir agak realistis, atau bisa dibilang rasional. Dia tak mau banyak berharap.

"Ini awal yang baru, Don," kata Andi. "Kita gak akan pernah dikucilkan lagi. Kita pasti bisa jadi anak paling populer, dan terus-terusan populer. Harus!"

"Oke," balas Doni dengan suara kayak orang di ujung maut. "Lo duluan aja ke kelas. Gue nanti nyusul, kebelet pipis nih!"

Tetapi di dalam WC Doni tak jadi pipis. Mungkin sejak awal memang tak ingin pipis. Mungkin dia hanya terlalu gelisah, terlalu cemas mengandaikan apa lagi yang akan dilakukan Andi. Mungkin dia terlalu cemas memikirkan bagaimana cara mereka melalui tiga tahun di SMA, setelah dikucilkan di SD maupun di SMP. Atau mungkin, lebih buruk lagi, dia kena kencing batu.

Doni melewati koridor dengan agak cemas. Dia selalu berhenti setiap kali ada kerumunan, memastikan bahwa semuanya baik-baik saja, bahwa tak ada kabar mengenai murid baru yang kesurupan. Untungnya setiap kerumunan yang dilewatinya cuma menggosipkan hal-hal tidak penting seperti, "Aku kok gendutan!" jika kerumunan itu berisi murid perempuan, dan membicarakan hal-hal seperti, "Aku kok jelekan!" jika kerumunan itu berisi murid laki-laki.

Namun, sewaktu melewati kerumunan terakhir sebelum sampai di kelas, apa yang dia takutkan terjadi.

"Ada murid baru kesurupan?" tanya anak perempuan berkepang.

"Iya! Tadi gue lihat sendiri pas dia tiba-tiba ngamuk minta susu!" jawab anak laki-laki yang juga berkepang.

"Minta susu?" tanya Doni.

"Lo anak kelas satu, kan?" kata anak laki-laki berkepang.

Doni mengangguk. Dia menyesal sudah bertanya.

"Pergi sana! Di sini cuma boleh anak kelas tiga!"

"Jangan ganggu kami yang sedang bergunjing!" seru anak perempuan berkepang. "Dan jangan datang kembali!"

Maka Doni berlari panik menuju kelas pertamanya di SMA. Di depan kelas murid-murid berkumpul, wajah-wajah asing menumpuk di depan jendela. Doni menghela napas berat. Sepertinya Andi harus menutup rapat-rapat harapannya. Kali ini dia kesurupan terlalu cepat.

Di dalam kelas, persisnya di tengah kerumunan murid, Doni mendengar teriakan manja, "AKU MAU SUSU!"

Sejenak Doni bimbang terhadap apa yang didengarnya. Doni sudah lama mengenal Andi, dan sembilan tahun adalah waktu yang cukup untuk menganalisa secara utuh betapa cemprengnya suara sahabatnya. Dan ketika dia berhasil menembus kerumunan murid, ternyata bukan Andi, bukan sahabatnya.

Pertanyaan baru pun muncul: Di mana Andi berada? Doni sudah menelusuri hampir ke setiap sudut kelas, tapi nihil. Dia tak menemukan Andi. Fakta bahwa Andi bisa kesurupan kapan saja mendadak membuatnya takut, khawatir menemukan Andi kesurupan dengan gaya paling nyeleneh. Namun di ambang pintu, terdengar suara gemertak yang mencurigakan, yang ternyata berasal dari Andi.

"Ngapain sembunyi di balik pintu?" tanya Doni.

"Anak di kelas kita kesurupan. Gue butuh tempat untuk berlindung," jelas Andi panik. "Kita harus memberi kesan baik, Don. Kali ini kita akan populer seutuhnya!"

Meskipun Doni kurang yakin bersembunyi di belakang pintu dapat membantu Andi menghindari makhluk-makhluk yang ingin merasukinya, namun ketika melihat semangat Andi yang sangat besar, seketika aroma yang jarang muncul kecuali di saat-saat penuh keyakinan tercium. Yaitu bau harapan (atau bau ketek).

Kali ini mereka benar-benar satu pikiran. Mereka akan memulai awal yang baru. Rekam jejak mereka masih bersih. Mereka sepakat akan memberi kesan baik pada minggu pertama, memilih ekskul yang tepat pada minggu kedua, dan populer pada minggu ketiga. Begitulah rencananya.

Tetapi, mungkin mereka terlalu ambisius. Boro-boro memberi kesan baik pada minggu pertama, bahkan belum satu jam dan Andi sudah bikin ulah. Hedeh...

"Nama saya..." ujar Andi ragu-ragu saat memperkenalkan diri di depan kelas, "nama saya Lukman."

"Hai, Lukman," jawab seisi kelas, kecuali Doni. Dia tahu dia harus bertindak karena sahabatnya, Andi, lagi-lagi kesurupan.

Doni harus segera bertindak. Namun ketika dia berdiri, guru yang mengajar di kelasnya menegur, "Hargai temennya dong! Dia lagi memperkenalkan diri. Kamu tinggal di mana, Lukman?"

Maka Andi, yang dirasuki Lukman, melanjutkan, "Saya tinggal di pohon yang ada di belakang sekolah. Jadi, buat yang suka pipis sembarangan, apalagi kalau sampai pipis di pohon saya, siap-siap aja dikebiri."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro