KESEMPATAN KEDUA - 4
Repub tanpa edit 15/7/20
12/11/20
2/1/21
Hari ini seorang teman bercerita tentang permainan hatinya. Dia bercerita dengan muka berseri-seri mengenai sang lelaki pujaan.
Dia berbicara mengenai sang lelaki yang tidak bisa berkomitmen dan menganggapnya angin lalu.
Lalu...muncul pertanyaan mengenai komitmen ini. Apa seseorang yang tidak menganggap komitmen dengan suami dan Tuhannya sebagai suatu yang sakral mempunyai hak mempertanyakan komitmen orang lain terhadapnya? Apa semudah itu melanggar komitmen yang sudah ada bertahun-tahun?
Begitu banyak pertanyaan muncul tetapi aku tak punya keberanian untuk menyuarakannya. Kau tahu rasanya mengetahui kesalahan seseorang tetapi tidak berani mengungkapkannya karena tidak terlalu dekat? Itu tidak enak.
Sebagai seseorang dengan pengalaman gagal berumah tangga karena diselingkuhi tentu mendengar cerita perselingkuhan membuat emosi muncul seketika.
Aku pernah mebaca kalimat dari salah seorang penulis yang aku lupa namanya:
there's no excuse for a cheater. Dalam berkomitmen kamu hanya punya dua pilihan: be loyal or leave it. Tidak ada, setia atau selingkuh. Itu bukan pilihan.
Aku rasa itu benar. Selingkuh bukan pilihan ketika kamu sudah berkomitmen. Menurutku, jika kamu sudah berkomitmen maka kamu harus menjatuhkan dirimu sedalam-dalamnya sehingga tidak ada celah untuk orang lain.
Sebagai manusia pasti kita akan berharap menemukan pasangan yang sesuai dengan harapan kita. Terlebih ketika pacaran kita akan melihat hanya sisi baiknya saja. Menikah dan pacaran adalah dua hal yang jauh berbeda.
Sungguh.
Sangat jauh.
Ketika pasangan itu ternyata tidak berlaku sesuai yang kita harapkan maka godaan-godaan akan lebih terasa. Terlebih di lingkungan pekerjaan. Bukan menakut-nakuti. Tetapi pasangan akan bertemu teman-temannya lebih lama dari pada kita. Tidak menutup kemungkinan dari tempat lain. Tapi entah mengapa cerita perselingkuhan di lingkungan kerja itu lebih santer terdengar.
Dan ya. Aku juga salah satu korban perselingkuhan di kantor. Jadi, percaya saja kalau korban sudah bersaksi.
Rekan kerja berubah menjadi rekan gulat kasur.
Ha!
Hal-hal itu juga terjadi di kantor barunya. Ralat. Kantor yang-tidak-terlalu-baru-lagi. Perselingkuhan terjadi di sana-sini dan membuatnya semakin skeptis untuk menemukan pasangan lagi.
Jadi ketika ada seseorang yang menawarkan hatinya yang telah lama tertambat padaku rasa takut itu tetap ada.
Bagaiaman bisa mempercayai orang baru ketika yang telah kita percayai selama bertahun-tahun mengkhianati?
Kikan masih terus mengetikkan isi kepalanya.
Di umur Kikan yang hampir kepala 3 pacaran bukanlah pilihan lagi. Lebih baik sendiri ketimbang terikat lagi di suatu hubungan yang menyesakkan. Tetapi bukan berarti Kikan tidak mau memiliki pendamping, dia ingin memiliki seseorang to lean your heart to. Tetapi dia butuh waktu. Dan waktu terlalu sombong untuk diminta menyembuhkan luka segera.
Geraldo tidak memaksakan. Sudah seminggu semenjak dia memberitahukan perasaannya kepad Kikan tetapi dia tidak menguhubunginya. Setiap bertemu di coffee shop lelaki itu hanya tersenyum sambil berlalu.
Beberapa lelaki di kantor baru itu pun mulai mendekatinya. Dari yang sudah beristri, beristri dan beranak, bahkan beristri, beranak dan bercucu mulai mendekatinya. Gelar janda memang menggoda sepertinya. Tentu saja itu juga mengundang cibiran para wanita. Gelar janda gatel sudah tersemat di Kikan.
Kikan tidak ambil pusing. Tidak peduli pada omongan orang. Tentu saja. Peduli pada mereka tidak menghasilkan uang.
Ketikannya terganggun ketika ada bunyi notifikasi aplikasi chat. Kikan melirik dan menemukan nama Ferdinand.
Lelaki baru yang mendekatinya. Umurnya sudah kepala tiga tetapi masih single. Entah by choice atau nasib. Untuk tampang bisa di nilai 8/10, pekerjaan sebagai pengacara ternama membuat pundi-pundinya bengkak sehingga jika dia melajang karena nasib tidak mungkin.
Percayalah, jika pernah gagal maka tampang dan kemapanan tidak masuk priority list lagi. Bukan berarti tidak penting tapi lebih ke arah....apa ya? Ah! Kebutuhan papan! Ada syukur gak ada yaudah.
Ferdinand
Dinner with me?
Me
Do you take no as an answer?
Ferdinand
Well, you know how persuasive i can be right?
Lelaki satu ini tidak bisa menerima penolakan. Semakin ditolak maka semakin penasaran dia dan semakin semangat untuk pendekatan. Semacam tertantang untuk menaklukkan. Jadi cara terbaik agar dia cepat bosan adalah dengan mengikuti kemauannya.
******
Kikan sudah selesai menyantap makan malamnya sedangkan Ferdinand yang sudah selesai terlebih dahulu tengah menyesap wine di gelasnya. Mereka sekarang tengah berada di restaurant fine dining salah satu gedung di thamrin. Alunan musik yang lembut menambah kesan romantis di restaurant itu.
Jika ini terjadi padanya dulu ketika bersama mantan suaminya, maka dia akan memekik kegirangan karena suaminya mengajak makan malam romantis. Ah kepikiran si otak selangkangan lagi, jadi lapar lagi. Kikan memanggil waitress dan memesan strawberry cheese cake dua potong dan segelas air mineral.
Ferdinand menaikkan sebelah alisnya melihat pesanan Kikan yang datang. Peduli setan dengan pendapatnya. Kikan sekarang masih merasa lapar dan cheese cake terlalu menggoda untuk di lewatkan.
"Jadi tujuan makan malam ini apa ya? Kamu terlalu kebanyakan uang sehingga mau traktir orang makan atau gimana?"
"Siapa yang bilang aku traktir kamu makan?"
"Well, karena kamu yg ajak jadi asumsi aku kamu yang bayarin." ucap Kikan sambil sibuk mengunyah cheese cakenya.
Senyum Ferdinand terbit mendengar Kikan yang ceplas ceplos dan tidak sibuk menjaga image dengan makan sedikit. Wanita itu bahkan terlihat lebih tertarik pada cheese cakenya di bandingkan Ferdinand.
"Hanya mau bertemu. Terakhir kali bertemu dua bulan lalu dan setelah itu kamu sibuk menghindar."
"Oh, tahu aku mengindar? Lumayan peka juga ternyata."
Kikan bergumam agak kencang yang tentu saja dapat di dengar oleh Ferdinad.
Ferdinand menahab tawanya. Wanita ini bahkan tidak repot-repot membuat alasan. Kikan mengelap mulutnya setelah menyantap semua dessertnya. Tidak ada pembicaraan sehingga dia memilih mengalihkan pandangannya mengitari restaurant itu hingga matanya berhenti di satu titik.
Ada mantan suami bodohnya dengan wanita selingkuhannya, eh ralat, dengan istrinya sedang makan malam. Mereka terlihat romantis dengan si pria yang mengelus tangan si wanita lembut dan tatapan penuh cinta lalu ada buket bunga mawar di samping si wanita.
Kikan coba mengingat kapan terakhir kali mantan suaminya itu menatap penuh cinta kepadanya atau bahkan memberikannya bunga.
Tidak ingat. Atau tidak pernah? Bahkan Kikan tidak yakin mantan bodohnya itu tahu bunga kesukaannya apa.
Mata Kikan beralih ke perut si wanita. Ah sudah kempes, sudah melahirkan. Jika dulu dia hamil apa semuanya akan berbeda? Apa mantan suaminya itu tidak aka berselingkuh? Apa dia akan mendapatkan tatapan penuh cinta itu? Atau mendapatkan bunga? Atau bahkan makan malam romantis seperti itu?
Berbagai macam pertanyaan berseliweran di otaknya dan matanya masih menatap mereka. Ferdinand mengikuti arah tatapan Kikan yang terlihat sendu itu. Tapi ada tatapan cinta yang terselip disana.
"Mantan suami?"
Pertanyaan itu membuat Kikan mengalihkan pandangannya kepada Ferdinand lalu mengangguk.
"Masih mencintainya?"
Kikan mengangguk lalu tidak lama kemudian menggeleng. Dia menghela napas panjang.
"Belajar melupakan."
Kikan tertawa.
"Tidak mudah ketika orang itu satu-satunya yang ada dalam rencana masa depan dan menjadi tempat pulang selama bertahun-tahun. Rasa sakitnya sama besar dengan rasa cintanya."
Ferdindand tersenyum, Kikan yang melihat itu merasa di remehkan.
"Kamu yang sibuk keluar masuk selangkangan wanita tahu apa soal cinta?"
"Hanya karena kamu sekarang berada di titik terendah dalam hidupmu bukan berarti kamu bisa meremehkan hidup orang lain."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro