Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KESEMPATAN KEDUA - 20 : Kamu Mau Cium Atau Mau Dicium?

Repub tanpa edit di WP hanya sampai chapter 25, jangan bilang gantung karema ini sudha tamat dari tahun lalu dan sudah dibukukan. Kalau mau baca lanjutannya bisa ke Lontara.app yaa

21/6/21

Kamu ingat bagaimana rasanya kencan pertama? Bagaimana kamu akan sibuk memilih pakaian agar terlihat cantik di mata pasangan kencanmu? Bagaimana kamu akan sibuk merias dirimu dan memperbaiki rambutmu yang terlihat seperti singa ketika bangun tidur?

Tapi demi Tuhan, ini bukan kencan pertama Kikan dan bahkan dia sudah pernah menikah!

Terakhir kali Kikan berkencan itu hampir dua belas tahun yang lalu ketika dia bersama mantan suaminya itu. Dia tidak pernah membayangkan akan mengalami rasanya deg-degan karena kencan pertama lagi di umurnya yang sudah kepala tiga.

Ayolah, bercerai pasti tidak ada dalam benak siapapun kan? Jadi Kikan tidak pernah mempersiapkan diri untuk kencan setelah dia menikah dulu.

Rasanya Kikan sudah mengeluarkan baju-baju yang menurut dia pantas untuk kencan dirumah tetapi setelah memakainya rasanya kurang.

Dress berwarna pink pastel. Tidak. Tidak. Terlalu mengundang karena belahan dadanya yang rendah dan juga terlalu pendek.

Kemeja kotak-kotak berwarna hijau dan hitam lalu di padankan dengan legging hitam.

Hmmm, tidak seksi sama sekali. Pikir wanita itu ketika melihat pantulan dirinya di cermin. Kemudian dia tersadar dari pikirannya, kenapa juga harus seksi?! Dasar kau dewi jalang!

Dia kembali membuka lemarinya dan akhirnya memilih kaos putih dan ripped jeans berwarna hitam.

Hmmm, not bad. Keliatan simple yet sexy.

Dia kembali mematut dirinya di cermin sambil memperbaiki rambutnya yang di buat terlihat messy serta memoleskan lipstick berwarna merah.

Bunyi ketukan terdengar dari pintu apartemen Kikan. Dia dengan terburu-buru mengambil camera bag MJ nya dan memakai heels Louboutin hitamnya sebelum membuka pintu.

Ferdinand terlihat segar dengan muka sehabis di cukurnya. Pria itu mengenakan kaos putih dan celana cargo hitam lalu sendal jepit berwarna hitam juga.

Mereka terlihat seperti pasangan yang janjian memakai pakaian hitam dan putih.

"Morning, pumpkin." pria itu menyapa dengan senyumannya. "Sudah siap?" lanjutnya. Kikan mengangguk dan keluar dari apartemennya lalu mengunci pintu.

Ferdinand berjalan di sampingnya tanpa menggandeng tangannya. Kedua tangan pria itu di masukkan ke dalam saku celananya seakan menahan keinginannya dari menarik tangan Kikan dan menggenggamnya. Ketika sampai di mobil, pria itu hanya membukakan pintu penumpang untuk Kikan, menutupnya lalu berjalan memutar untuk duduk di balik kemudi.

Sepanjang perjalanan pun sama, baik Kikan ataupun Ferdinand tidak ada yang membuka suara. Keduanya seperti sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak, tidak. Bukannya Kikan berharap akan ada pelukan atau tangannya digenggam ketika berjalan menuju mobil tadi, lalu apa yang membuatnya merasa ada yang kurang?

Tidak terasa mobil sudah berhenti di salah satu apartemen yang terbilang mewah di daerah jakarta selatan. Seharusnya Kikan tidak kaget melihat barang yang di kenakan pria itu saja sudah mahal apa lagi rumahnya. Ferdinan keluar mobil lalu memutar untuk membukakan pintu untuk Kikan.

Kikan tersenyum lalu mengucapkan terima kasih. Ferdinand membimbing Kikan untuk mengikutinya menuju unitnya yang berada di lantai 23. Di lift keduanya juga tetap diam. Begitu tiba di lantai 23 Ferdinand mempersilahkan Kikan untuk keluar terlebih dahulu lalu mengikutinya. Begitu tiba di unitnya Ferdinand menanyakan Kikan mau meminum apa dan Kikan hanya menyebutkan air putih lalu duduk di sofa yang berada didekat jendela besa. Sisi barat rumah itu hanya jendela besar tanpa tembok yang menutupinya. Pasti indah melihat matahari terbenam dari sini.

Ferdinand datang dan ikut duduk di sampingnya. "Kamu sengaja membiarkan bagian ini full kaca?" pertanyaan pertama Kikan hari itu. Ferdinan memgangguk mantap sambik memandang terus ke arah Jakarta siang itu yang tampak lenggang.

"Kamu suka matahari terbenam?" lanjut Kikan.

"Iya, warnanya indah. Dari kamarku bisa terlihat matahari terbit. Bagian timurnya full jendela."

Mata Kikan berbinar mendengarnya tapi kemudian dia berdeham karena tidak mungkin meminta untuk melihat dari dalam kamar Ferdinand. Ferdinand yang sadar akan hal itu terkekeh.

"Padahal kalau kamu mau lihat matahari terbit dari dalam kamar aku kasih full service lho dan cuma-cuma, rugi-rugi deh aku kasih gratisan." Kikan langsung mengantam Ferdinand dengan cushion sofa yang disambut tawa kencang pria itu.

Kikan terus menghantam pria itu dengan cushion hingga tangannya di pegang oleh Ferdinand. Tatapan mereka mengunci sedangkan jarak mereka sangat dekat. Ferdinan kemudian menempelkan jidatnya dengan jidat Kikan sambil menghembuskan nafas dengan gusar dan memejamkan matanya.

Sungguh, keberadaan Kikan sangat memengaruhinya. Dia sudah tidak tertarik dengan wanita manapun tetapi wanita itu tidak kunjung juga terlihat ingin merapat padanya. Dia tidak ingin salah langkah dan mengakibatkan wanita itu lari tunggang langgang darinya.

Jidatnya masih menempel sambil Ferdinand terus mengatur nafas agar bisa meredakan gejolak yang sedari tadi ada ketika Kikan membuka pintu apartemennya. Wanita itu terlihat sangat cantik dan juga seksi. Hal pertama yang ingin di lakukannya adalah mencium bibir merah sialannya itu.

Dan kini wanita itu berada di tempatnya dan terlihat santai dengan sentuhan jidat mereka. Ferdinand frustrasi dibuatnya. Ketika Ferdinand sibuk dengan pemikirannya sendiri ucapan wanita itu membuatnya membuka mata dengan cepat.

"Kamu mau cium saya atau mau saya cium?"

❤️❤️❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro