Part 14
Hai ketemu lagi sama aku...
Kalian kabarnya gmn? Sehat?
Karena aku lihat lapaknya si om duda rame lagi jadi aku up part ini...
Klo mau aku up sampe tamat tapi hanya sampai tahun baru, di jam 00.00 aku tarik lagi, gmn?
Klik di sini :
Yes
Emoh
Sbnrnya cerita om duda blm kelar d edit makanya blm nyampe kepenerbit..🙈
Maaf ya yg lama nungguin sampe hampir 2 tahun loh...🙈
Segitu aja cuap2 aku, yuk cuss
Happy Reading...
🌷🌷🌷
Sejak melihat kasur badan Rafaila sudah menjerit ingin beristirahat. Ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur yang terasa dingin saat mengenai kulitnya. Ia mendesah karena dapat meluruskan punggungnya yang terasa kaku. Mendengar pintu di ketuk, ia bangun dari posisi rebahannya dan mendekati pintu.
Saat pintu itu terbuka, ia dapat melihat Satria yang tersenyum lebar kepadanya. Satria menyodorkan kertas belanjaan berlogo merek terkenal.
" Apa ini, kak?"
"Baju gantimu."
Rafaila mengambil kertas belanjaan yang lumayan besar dari tangan Satria.
"Semoga ukurannya pas di badan kamu,"
"Hah?"
Rafaila membukanya dan mengeluarkan beberapa baju dan beberapa sepasang pakain dalam. Ia melihat nomer ukuran di pakaian dalam.
Kok, ukurannya pas.
Rafaila mendongak, melihat Satria tajam dengan rona merah di wajahnya.
"K-kenapa?" tanya Satria gugup. Ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Bagaimana Kakak tahu ukuran dalaman aku?" tanya Rafaila dengan mata memicing tanpa menjawab pertanyaan Satria.
"Hm, cuma nebak aja," cicit Satria meringgis melihat mata kecil Rafaila melebar.
Rafaila menyilangkan kedua tangannya di dada lalu berkata, "Mesum." Ia membalik badannya dan memasuki kamar dengan membanting pintunya di depan Satria.
"Bukan mesum tapi normal," gumam Satria mengaruk tengkuknya.
Satria membalikan badannya menuju dapur. Tapi baru beberapa langkah ia membalikan badannya kembali ke pintu kamar yang di tempati Rafaila dan mengetuknya lagi.
"Ila, jangan lama-lama kita makan malam dulu!" teriak Satria
"Iya!" sahut Rafaila dari kamar.
Satria kembali berjalan menuju dapur. Ia akan menyiapkan ayam bakar yang tadi dipesannya. Ia membuka bungkusan ayam, lalapan dan sambal ke dalam piring yang sudah disiapkannya. Satria berbalik mencari gelas baru saja ia memegang gelas terdengar langkah kaki yang mendekat.
Ia menoleh dan melihat Rafaila yang sudah terlihat segar dengan celana training berwarna pink dan jaket Hoodie berwarna senada dengan celananya. Sangat cocok di pakai olehnya terlihat lebih mungil dan imut. Rasanya Satria iangin menduselkan kepalanya di leher Rafaila.
"Mau bikin apa, Kak?" tanya Rafaila yang melihat meja makan sudah ada makanan.
"Mau bikin air hangat untuk minum kita, apa kamu mau aku bikinin teh manis?" tawar Satria yang sedang menunggu air panas di kompor.
"Biar aku aja, Kakak duduk gih, aku mau bikin teh pahit, Kakak air putih hangat kan?" kata Rafaila yang mengantikan Satria menunggu air. Ia mengambil teh yang terlihat ada di atas rak. Satria yang di usir Rafaila hanya tersenyum manis. Ia duduk ke arah Rafaila yang sedang membuatkan minum.
Kaya udah suami istri aja.
Memikirkannya membuat Satria senang. Ia mengigit bibir seksinya membayangkan apa yang akan dia lakukan bila mereka benar-benar sudah menjadi suami istri dan berada di dapur.
"Kenapa kamu senyam senyum sendiri?" tanya Rafaila ketus yang melihat tingkah aneh Satria. Ia meletakan gelas air putih hangat di depan Satria dan meletakan teh hangat di sampingnya.
"Enggak apa-apa," kekeh Satria.
"Ish, aneh."
Satria meletakan ayam di piring Rafaila sambil tersenyum lebar. Rafaila bergidik melihat senyum Satria yang terlihat menyeramkan baginya.
Kaya om-om pedofil nglihat mangsa empuk.
Rafaila merinding dengan apa yang ada di pikirannya. Mendingan ia mengisi perutnya yang sudah menjerit minta di isi. Ia pun mulai melahap makannya tanpa memperdulikan tingkah Satria.
Melihat Rafaila yang lahap makan membuat Satria tersenyum bahagia karena bisa merasakan momen seperti ini lagi. Ia merindukan suasana makan bersama Rafaila. Wanita yang berumur lebih muda darinya itu yang selalu mementingkan makan Satria terlebih dulu. Walau sekarang ada sedikit perubahan. Tidak masalah bagi Satria karena itu adalah kesalahannya yang membuat Rafaila berubah. Ia bertekad akan membuat wanita itu kembali seperti saat mereka berpacaran.
Mereka makan dengan lahap, tidak ada pembicaraan apa pun. Makanan yang di piring Satria dan Rafaila sudah habis. Satria ingin mengangkat piringnya.
"Biar aku aja, Kak. Kamu bisa membersihkan diri dulu," minta Rafaila yang mengambil piring kotor Satria dan bekas makan mereka. Pria itu masih memakai kemeja dan celana kerjanya tadi.
"Makasih, Ila." Satria tersenyum tulus. Ia mulai berjalan meninggalkan Rafaila yang mulai mencuci perabotan dan membuang sampah.
Sehabis membuang sampah di depan Villa. Rafaila mendudukkan dirinya di teras dan memakai hoodie bajunya di kepalanya sehingga yang terlihat hanya wajahnya saja. Udara di sini sangat sejuk dan asri karena masih terlihat banyaknya pohon-pohon. Rafaila tidak sabar menunggu pagi. Ia ingin melihat sekeliling villa.
"Ya, Tuhan!" teriakan Satria membuat Rafaila menoleh kaget. Ia menaikan alisnya melihat Satria yang sedang mengusap-usap dadanya.
"Kenapa, Pak?" tanya Rafaila dengan raut wajah meledek.
"Kamu bisa bikin aku kena serangan jantung mendadak,Ila, kenapa kamu menutup kepala dengan hoodie kamu, sih, Ila?" tanya Satria gemas.
"Lah, kenapa?"
"Bikin kaget."
"Oh, aku tahu, kamu sangka aku setan ya, Kak?"
"Hm."
Meledak lah tawa Rafaila mengingat lucunya raut wajah Satria yang kaget melihatnya.
"Dasar orang tua," ledek Rafaila.
"Orang tua ini masih bisa membuat perutmu membesar karena adanya bayi," decak Satria sombong.
"Kak?"
"Hm."
"Sahityo tahu kita di sini?"
"Enggak."
"Kalau tahu gimana?"
"Biarin aja."
"Kalau aku bilang, Ayahnya nyulik aku, gimana?"
"Bilang aja, kebesokannya aku kawinin," tantang Satria menaikan alisnya naik turun.
"Kaya enggak pernah kawin aja, aku berani bertaruh, belum ada dua Minggu juga habis kawin," gumam Rafaila dengan nada yang pelan. Ia membuang wajahnya ke samping.
"Hm, ngomong apa, Ila?" tanya Satria menoleh melihat Rafaila.
"Enggak, enggak ngomong apa-apa, kok," jawab Rafaila tersenyum lebar dan menggelengkan kepalanya. "Kita ada di puncak ya, Kak?" lanjut Rafaila bertanya.
"Kita ada di Lembang Bandung," katanya dengan raut wajah bangga bisa membawa Rafaila sejauh ini.
"Nyuliknya enggak kira-kira ya, Pak? Enggak sekalian aja bawa ke Bali," ujar Rafaila sinis.
"Boleh dicoba," kekeh Satria yang menerima usulannya dengan senang hati.
Rafaila berdecak dengan jalan pikiran Satria yang sangat luar biasa baginya. Udara semakin dingin Rafaila bangkit dari duduknya. Membuat Satria mendongak melihatnya.
"Aku mau tidur dulu, besok pagi aku mau jalan-jalan, nyari sarapan di sekitar sini, mumpung masih ada di Bandung, ada yang mau aku coba," pamit Rafaila yang memasukan tangannya ke dalam saku Hoodienya.
"Besok aku antar." Satria melihat Rafaila yang menganggukkan kepalanya dan mulai masuk ke dalam villa.
Satria yang masih ingin di luar mulai mengambil rokok dan mulai mematiknya. Asap rokok keluar dari hidung dan mulut Satria. Ia mengingat sesuatu yang harus Satria cari tahu. Ia mengambil ponselnya dan menekan angka yang sudah di hapalnya agar langsung terhubung dengan orang suruhannya.
"Cari tahu tentang orang yang kemarin aku suruh, aku ingin tahu semua tentangnya, terutama pria yang dekat atau pernah dekat dengannya," perintah Satria dengan nada dingin dan tidak mau di bantah. Setelah mendengar jawaban orang yang berada di seberangnya. Satria mematikan sambungan teleponnya tanpa berkata apa-apa lagi.
🌷🌷🌷
Repost
Jakarta, 29 Desember 2023
~ Cindy Arfandani ~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro