Part 12
Happy Reading...
.
.
.
Bel sekolah terdengar sudah berdering tiga kali tanda kalau mata pelajaran untuk hari ini telah selesai. Rafaila membereskan bukunya dan mulai meninggalkan kelas. Ia berjalan dengan beberapa anak muridnya yang ingin segera pulang.
Rafaila mendengus geli melihat tingkah anak-anak muridnya saat jam pulang. Mereka berlomba-lomba untuk segera meninggalkan sekolah. Seperti sekolah adalah penjara untuk mereka. Sedangkan sekolah lah tempat mereka menambah ilmu dan membuat mereka sukses di luar sana. Hanya sebagian kecil orang bisa sukses tanpa mengenyam pendidikan tinggi karena mereka bersemangat dan usaha yang lebih keras lagi agar menjadi orang sukses.
Rafaila berjalan di lorong sekolah untuk segera sampai ke gerbang utama. Kali ini Rafaila tidak bersama Kania. Karena gadis itu, hari ini mempunyai jam mengajar sedikit dan ia juga harus mengajar di bimbel. Kania sangat giat mencari uang untuk menambah biaya pernikahannya dengan sang kekasih.
Sesampainya di gerbang yang sudah mulai sepi tidak ada anak-anak muridnya. Ia mengambil ponselnya untuk memesan ojek online. Baru saja ia membuka aplikasinya. Ia mendengar seseorang memanggil namanya. Rafaila mendongak melihat siapa yang memanggilnya. Mulut Rafaila terbuka sedikit melihat siapa orang yang ada di depannya. Masih menggenakan kemeja dengan lengan yang di gulung sesiku membuat kadar ketampanan Satria meningkat. Di tambah urat yang menonjol di lengan Satria yang membuat Rafaila akan khilaf seketika. Tanpa sadar Rafaila meneguk ludahnya kasar.
Ya Tuhan kalau begini terus bisa khilaf neh, itu tangan kalau meluk rasanya gimana yaa?
Rafaila mengelengkan kepalanya agar kewarasannya segera kembali.
Satria yang melihat Rafaila seperti melamun sejak matanya terpaku melihat lengan terlatih miliknya terkekeh geli. Ia yakin kalau Rafaila terpesona melihat beberapa bagian tubuhnya. Maka itu ia tidak akan segan memperlihatkannya sedikit demi sedikit.
"Selamat sore Cantik, sudah mau pulang? Kakak antar yuk?" ajak Satria menyeringai.
"Enggak usah, Pak, saya pakai ojek online aja, kalau Bapak mau jemput Tyo, dia sudah pulang, Pak," gugup Rafaila. Ia merasa merinding melihat senyum Satria yang terlihat berbeda.
"Saya tahu, Tyo sudah pulang, saya ke sini untuk menjemput kamu," Satria menjawab dengan nada datar dan dingin. Ia membuka pintu mobilnya lalu memberikan senyum sangat kontras dengan matanya yang melihat Rafaila dengan tajam. Seolah dalam matanya ia sudah di perintah Satria untuk tidak mendebatnya lagi.
Dulu sekali bila Satria sudah memberikan tatapan seperti itu maka Rafaila tidak akan berkutik lagi. Sama dengan sekarang kakinya secara refleks mulai berjalan ke arah Satria. Ia masuk ke dalam mobil tanpa di suruh dua kali oleh Satria.
Satria tersenyum tipis melihat Rafaila yang mulai patuh kepadanya. Ia menutup pintu penumpang dan mengitari mobilnya lalu duduk di sisi pengemudi. Satria melihat Rafaila yang sudah duduk dengan mengunakan sabuk pengamannya. Satria mulai menjalankan mobilnya.
Selama perjalanan suasana mobil hening tidak ada suara musik dari radio mobil dan tidak ada perbincangan antara Rafaila dan Satria. Rafaila membuang wajahnya ke samping melihat arah jalanan. Ia enggan bila harus melihat dan bicara ke Satria. Rafaila lelah sehabis mengajar dan merasa mengantuk.
Satria melirik Rafaila yang menguap dan terlihat sangat lelah.
"Tidurlah nanti kalau sudah sampai akan saya bangunin," kata Satria dengan suaranya yang lembut.
Tanpa menjawab perkataan Satria. Rafaila menutup matanya. Tidak lama ia sudah pulas dalam tidurnya.
"Rupanya sifat keras kepala kamu enggak hilang juga," gumam Satria membelai rambut panjang Rafaila yang tidak di kuncir dengan lembut.
Satria menjalankan mobilnya ke arah luar kota. Ia harus berbicara dengan Rafaila dengan tenang dan tanpa bisa wanita itu kabur meninggalkannya saat ia mau berbicara.
Satria tahu setelah Rafaila bangun dari tidurnya. Wanita itu pasti akan mengamuk. Ia penasaran seperti apa bila wanita itu mengamuk sekarang.
Apa akan segemas waktu Rafaila remaja?
Mengingatnya membuat Satria terkekeh senang. Ia mengendarai mobilnya selama satu jam melalui jalan tol. Satria Menghidupkan sen ke sebelah kanan memasuki kawasan Bandung. Ia sudah memesan villa di kawasan Lembang. Satria tidak mempunyai villa karena ia dan Sahityo jarang untuk berlibur. Mengingat putranya ia merasa bersalah karena jarang mengajak Sahityo jalan-jalan. Kesibukan Satria di kantor membuatnya hampir melupakan putranya. Ia tahu kalau Sahityo saat bersamanya akan bersikap sangat manja karena kurang perhatiannya. Sedangkan Rianti ibu Sahityo masih berada di luar negeri karena ada pemotretan. Wanita itu sangat sibuk dengan dunia modelnya sehingga melupakan kalau ia mempunyai putra yang mau berusia enam belas tahun.
Rafaila melenguh dalam tidurnya. Satria menoleh dan melihat Rafaila seperti merasa kedinginan. Ia meminggirkan sejenak mobilnya. Satria mengambil selimut yang sudah ia persiapkan dari rumah. Dengan hati-hati Satria menyelimuti Rafaila agar tidak terbangun. Dirasa Rafaila sudah tertidur kembali ia melajukan kembali mobilnya.
Mobil berguncang karena jalanan berbatu-batu kecil tanda mulai memasuki villa. Rafaila merasa terganggu dalam tidurnya. Pelan-pelan ia membuka matanya, pertama kali yang ia lihat adalah kegelapan. Rafaila memfokuskan pandangannya. Ia melihat sekelilingnya yang berbeda dari lingkungan rumahnya. Rafaila menegakkan tubuhnya. Mata kecilnya membesar dan mulutnya sedikit terbuka. Rafaila yakin kalau ia tidak diantar ke rumahnya. Ia menoleh dengan cepat melihat wajah Satria yang tenang.
Satria menarik rem tangannya dan mematikan mesin mobilnya. Ia menoleh melihat reaksi Rafaila.
"Kamu bawa aku ke mana, Kak?" desis Rafila tajam.
"Ketempat yang nyaman untuk kita bicara," jawab Satria dengan tenang.
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi."
"Ada Ila, ada. Penjelasan dari saya yang belum kamu dengar semuanya."
"Aku enggak mau ngedengar apa-apa lagi." Rafaila membuang wajahnya kesal. Ia melipat kedua tangannya di depan dada.
"Keluar lah, kita bicara di dalam," bujuk Satria menurunkan nada bicaranya.
"Tidak! Antarkan aku pulang!" tegas Rafaila.
"Mau turun sendiri atau saya paksa?"
Melihat bagaimana keras kepalanya Rafaila. Membuat Satria geram. Ia turun dari mobil dengan rahang wajah yang mengeras dan urat di wajah yang mulai terlihat. Memutari mobil dan menuju pintu samping.
Rafaila yang melihat Satria turun dari mobil, matanya sudah mengikuti pergerakan Satria. Ia merasa perasaan tidak enak sejak melihat wajah Satria yang berubah menjadi kaku. Rupanya ia sudah membuat kesabaran pria itu habis.
Pintu sampingnya terbuka. Mata kecil Rafaila terbelalak melihat Satria menundukkan badannya. Wajah Satria sangat dekat dengan wajah Rafaila. Secara refleks Rafaila menjauhkan wajahnya.
Satria menarik Rafaila keluar dari dalam mobil lalu mengangkat dan meletakkannya di pundak lebarnya. Ia membopongnya seperti membawa karung beras.
Rafaila yang diperlakukan seperti itu secara refleks menjerit kencang.
"Apa yang kamu lakukan kak? Turunin aku!" teriak Rafaila dan memukul punggung Satria brutal.
"Iya terus, sebelah kanan Ila, pegel tuh daerah sana," kata Satria santai yang merasa pukulan Rafika tidak ada apa-apanya. Lebih terasa seperti dipijat baginya. Satria memukul bokong Rafaila yang ada di samping wajahnya.
"Kak!" teriak Rafaila kaget yang berusaha menegakkan badannya. Kakinya terus bergerak-gerak agar Satria menurunkannya.
Satria membuka pintu villa dengan mudah. Setelah yakin pintu sudah di kuncinya, ia baru menurunkan Rafaila dari pundaknya.
Rafaila memukul dada lebar Satria dengan lebih brutal lagi.
"Diam! Atau saya cium!" teriak Satria mengancam. Ia memegang kedua tangan Rafaila dengan kuat dan menarik tubuhnya lebih dekat lagi. Sehingga Rafaila bisa mencium aroma tembakau yang berasal dari nafas Satria. Tubuh Rafaila membeku mendengar ancaman Satria.
🌷🌷🌷
Republis Jakarta, 02 Maret 2023
~ Cindy Arfandani ~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro