Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 11

Happy Reading...

.

.

.

🌷🌷🌷

Rafaila turun dari motor besar Sahityo. Ia menyerahkan bekal yang sudah dibuatnya. Selama perjalanan tadi Sahityo tidak banyak berbicara. Saat Sahityo ingin masuk ke kelasnya. Rafaila menahan lengan Sahityo.

"Kamu kenapa, Tyo?" tanya Rafaila lembut. Ia menatap Sahityo dan tersenyum menenangkan.

"Enggak apa-apa, Bu," jawab Sahityo pelan. Ia menundukkan kepalanya.

"Cerita sama Ibu, jangan di pendam, enggak apa-apa, Ibu akan jadi pendengar yang baik untuk kamu, Tyo."

"Aku kadang suka kesel sama Ayah, Bu," kata Sahityo menghembuskan napas kesalnya. Ia membalikan badan menghadap ke jalanan. Menaruh kedua tangannya di pinggang.

"Kesel kenapa?" tanya Rafaila mengkerutkan dahinya melihat punggung lebar Sahityo.

"Kalau pacarnya datang ke rumah tuh Bu, sering banget mesra-mesraan enggak lihat tempat," keluh Sahityo.

"Terus?"

"Kan, aku pengen Buuu," rajuk Sahityo membalikan badannya melihat Rafaila dengan tampang memelas. "Aku kan jomblo, Bu," sambungnya.

Mendengar penuturan Sahityo raut wajah Rafaila langsung berubah datar.
Secara refleks Rafaila memukul lengan Sahityo keras. Membuat Sahityo berteriak.

Rafaila ingin berkata kasar tapi tidak mungkin karena ia ada di lingkungan sekolah. Sambil menggerutu Rafaila meninggalkan Sahityo yang masih merasa kesakitan.

"Badannya aja kecil tapi pas mukul kaya kuli," gerutu Sahityo. Ia mulai mengejar langkah Rafaila. "Buuuu! Mau dengar lagi enggak?" sambung Sahityo berteriak.

"Enggaaakkk!" jawab Rafaila dan mempercepat langkahnya ke ruang guru.

Anak sama Bapak sama aja jahilnya.

Rafaila menekuk wajahnya kesal karena ulah jahil Sahityo.

*********

Di lain tempat.

Satria yang tadi di tinggal Sahityo dan Rafaila pergi ke sekolah. Mulai merasa jengkel oleh kelakuan Nadine. Ia menyentak tangan Nadine yang melingkar di bahunya. Satria juga bangkit dari duduk.

"Apa-apaan itu tadi?" desis Satria yang mulai terpancing emosi. Ia mulai kesal dengan kelakuan Nadine yang tidak tahu malu.

"Loh, kamu kenapa marah, sih, Sayang? Biasanya juga enggak apa-apa," rajuk Nadine dengan raut wajah yang di buat imut.

"Anak saya sudah remaja, Nad, tidak pantas kalau kamu terus-terusan bersikap seperti itu, saya sudah sering bilang kan? Malah berkali-kali."

"Alah, anak kamu udah remaja, pasti udah biasa lah lihat kaya gitu, dia juga punya teman yang punya pacar, dapat dipastikan udah biasa lihat temannya mesra-mesraan sama pacarnya," elak Nadine sambil melihat cat kukunya yang berwarna merah dan terpotong rapih.

Satria yang mendengar perkataan Nadine seketika membuat kepalanya pusing. Satria membalikan badan dengan tangan yang satu berada di pinggang dan yang satu lagi berada di keningnya. Ia merasakan ada tangan halus mengusap punggungnya lembut dan sesuatu yang terasa kenyal ada di punggungnya. Satria menolehkan wajahnya. Ia melihat wajah Nadine yang tersenyum menggoda.

"Sayang, kok, sekarang kamu enggak pernah mampir ke apartemen aku sih?" rajuk Nadine manja. Jemari lentik Nadine mengusap dada bidang Satria dengan sensual.

Satria melepaskan tangan Nadine dengan paksa.

"Kamu siapa berani menyuruh saya?" desis Satria dengan nada yang dingin. Matanya melihat Nadine dengan sangat tajam.

"A-aku kan pacar kamu," gugup Nadine yang takut melihat tatapan mata Satria.

"Sejak kapan saya bilang kamu pacar saya?"

"Sejak kita pertama kali tidur," jawab Nadine berani.

"Kamu bukan perempuan pertama yang saya tidurin, kamu juga bukan wanita perawan, kita melakukan secara sadar dan kamu sendiri yang menyodorkan tubuh kamu, lagi pula saya yakin, bukan cuma dengan saya kamu tidur," cemooh Satria, raut wajahnya sudah sangat dingin siapa saja yang melihatnya akan segan untuk menyapanya.

Tangan Nadine sudah melayang ingin menampar Satria tapi tangan itu ditahan oleh Satria.

"Berani kamu memukul saya? Saya pastikan perusahan Ayahmu akan bangkrut," desis Satria kejam.

Nadine menghempaskan tangan Satria lalu berkata, "Awas kamu Satria, aku pastikan kamu akan memohon untuk bersamaku."  Ia mengambil tas yang berada di meja tamu. Lalu ia berjalan keluar dengan terburu-buru. Ia juga mengusap wajahnya kasar untuk menghilangkan air mata yang menetes. Nadine merasa terhina dengan perkataan Satria. Ia bukan wanita jalang, mereka melakukan sama-sama mau bila tidak mau. Nadine tidak akan memaksa, kecuali dengan Satria. Ia benar-benar menginginkan pria itu. Ia merasa ada sesuatu yang membuat Satria berubah kepadanya. Ia bertekad akan mencari tahunya nanti, sudah sejauh ini ia melangkah. Tidak akan mau ia mundur kembali.

Satria menghembuskan napasnya kesal. Seharusnya ia melakukannya sedari dulu. Ia merasa tidak enak dengan David, ayah dari Nadine. David selalu menyuruh Nadine ke kantornya bila ada urusan pekerjaan. Dari sana lah Satria dan Nadine berkenalan. Seringnya Nadine ke kantornya Satria mulai tahu sifat wanita itu. Nadine adalah wanita pintar dan sangat modern. Nadine akan melakukan apa saja sampai keinginannya terkabul. Terbiasa di manja oleh David karena menjadi putri satu-satunya. Membuat Nadine menjadi wanita keras kepala dan egois. Semua keinginannya harus terpenuhi. Keintiman Satria dan Nadine bermula saat Satria sedang menghadiri pesta dari salah satu kolega bisnisnya. Di sana Nadine pun hadir dengan memakai baju yang seksi. Namun, terlihat sangat elegan menambah kadar kecantikannya.

Nadine meminta Satria mengantarnya pulang ke apartemen. Akhirnya Satria mengantarnya. Sesampainya di apartemen Nadine. Wanita itu tiba-tiba saja mencium Satria dengan sangat bergairah dan meraba-raba tubuhnya. Satria yang sedikit mabuk membiarkan Nadine menyentuhnya.

Sejak saat itu Nadine lebih sering datang ke kantornya. Kadang mereka melakukan hubungan badan di kantor Satria karena di dalam ruangan kerjanya terdapat kamar pribadi.

Satria juga sadar jika ia tidak ingin mempunyai anak dari rahim Nadine maka itu ia selalu bermain aman dengan mengunakan alat kontrasepsi. Bila alat itu tidak ada maka Satria akan menolak ajakan Nadine. Satria memang bajingan, ia menyadari itu. Satria tidak ingin sembarang mencari istri dan ibu untuk anaknya. Ia akan mencari wanita yang prilakunya tidak liar dan terpenting wanita itu juga harus menerima dan menyayangi putranya. Dan semua itu tidak ada di diri seorang Nadine.  Menurut Satria sangat wajar bila pria yang masih single akan bermain-main dengan wanita yang hanya menginginkan uang dan kebutuhan biologis tapi tidak dengan komitmen. Namun, untuk mengajak serius ia juga harus memilih yang tepat untuknya. Ia tidak mau salah memilih lagi untuk teman hidupnya kelak.

Satria mendudukkan kembali dirinya di kursi ruang tamu. Ia masih berada di sana sejak tadi. Satria mengambil sebatang rokok dari kantung celananya lalu ia memantiknya. Ia menghembuskan asap rokok dari bibir seksinya. Satria berfikir keras langkah apa yang akan ia ambil sekarang. Banyak yang ingin Satria jelaskan ke Rafaila. Tapi wanita itu selalu kabur untuk menghindarinya. Satria tersenyum miring setelah mendapatkan ide yang ada di kepalanya.

Semuanya sah dalam cinta kan?

Satria terkekeh sendiri lalu ia bangkit dari duduknya. Ia menekan rokoknya ke dalam asbak yang ada di meja. Satria mulai berjalan ke kamarnya untuk berganti baju. Satria harus segera berangkat ke kantor karena ia mempunyai beberapa janji penting yang harus ia hadiri.

🌷🌷🌷


Republis Jakarta, 19 Febuari 2023

~ Cindy Arfandani ~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro