Part 10
Inget yaa guys! baca dlu baru kalian komplen sama aku...😌 Krn jawabannya ada di bbrp part jd sabar sampai jawabannya trjawab smua...
Happy Reading...
.
.
🌷🌷🌷
Rafaila menetralkan kembali raut wajah terkejutnya. Ia lupa siapa sebenarnya Satria Adiwilaga. Pria itu bisa melakukan apa saja karena mempunyai kekayaan yang melimpah. Satria pasti tidak akan sulit bila hanya mencari alamat rumahnya.
"Selamat pagi, cantik."
"Selamat pagi, Pak Satria. Ada apa ya, Pak?"
Satria berdecak mendengar Rafaila masih memanggilnya dengan panggilan formal. Ia kembali memasang senyum lebarnya. Menampilkan lesung pipi di sebelah kanan menambah ketampanan seorang Satria.
"Saya mau membawa kamu ke rumah untuk menjemput Tyo."
"Tidak usah repot-repot, Pak, saya udah pesan ojek online," tolak Rafaila tersenyum kaku.
"Enggak apa-apa, di cancel aja ojeknya, biar kamu sama saya, kita bisa ngobrol banyak karena kemarin kita hanya bicara sebentar."
"En-engak usa---."
"Saya memaksa," potong Satria memberikan tatapan tajam dan tegas.
Rafaila menghembuskan napas kasar untuk meredahkan kekesalannya lalu berkata, "Baik, tunggu sebentar aku mau ambil tas dulu." Ia membalikan tubuhnya dan berjalan ke arah kamar mengambil tas yang berada di meja belajarnya lalu ia kembali berjalan ke arah dapur untuk mengambil bekalnya dan Sahityo.
Rafaila mengambil sepatu kerja berwarna hitam yang berada di rak sepatu dan memakainya. Berjalan ke depan rumah, tidak lupa mengunci pintu dan memastikan pintu rumahnya benar-benar terkunci. Rafaila menaruh kunci rumah dalam tasnya, ia membalikan badan dan melihat Satria sedang berdiri disamping mobil dengan setelan baju olah raga membelakanginya. Terlihat asap yang keluar dari mulut dan hidungnya.
Ah, Punggung itu yang dulu pernah menjadi sandaranku.
Rafaila tersenyum tipis saat mengingat sedikit masa lalu dengan Satria. Tidak semua kenangan yang diberikan oleh Satria buruk. Ada juga beberapa hal manis yang membuat masa remajanya indah tapi Satria juga memberikan kenangan pahit, membuatnya menjadi pribadi yang cuek dan ketus.
Satria membalikan badannya dan melihat Rafaila sedang memperhatikannya. Ia membuang puntung rokok dan memberikan senyum manisnya.
Seperti masa lalu.
Perbedaannya wajah Rafaila sekarang sudah semakin dewasa dulu wajah semasa remajanya akan tersenyum cerah dan berseri-seri saat bersamanya. Kali ini yang di tampilkan Rafaila hanya raut wajah formalitas dan sedikit senyuman. Satria rindu sosok Rafaila dulu saat mereka masih berpacaran. Satria menghembuskan napasnya. Ia harus bersabar bila ingin hari itu kembali lagi.
Satria membukakan pintu penumpang lalu berkata, "Silakan masuk, Princess."
Rafaila yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum tidak enak. Ia sudah duduk nyaman di kursi penumpang dan memakai sabuk pengamannya. Satria menutup pintu mobil dan berjalan menuju pintu pengemudi.
Satria yang melihat Rafaila sudah duduk nyaman. Mulai melajukan mobilnya ke luar dari tempat Rafaila tinggal. Ia melirik Rafaila yang membuang mukanya ke arah luar.
"Ila," panggil Satria mencoba membangun sebuah obrolan.
"Hm," jawab Rafaila tanpa menolehkan kepalanya.
Satria berdecak kesal pemandangan di samping Rafaila seolah-olah lebih menarik dari pada dirinya. Tapi ia harus sabar untuk bisa menarik perhatian Rafaila lagi. Satria menarik napas dan mengeluarkannya.
"Sekarang Papa sama Mama kamu gimana kabarnya?"
"Mereka berdua baik dan sehat," jawab Rafaila menolehkan wajahnya.
"Kalian udah enggak tinggal lagi di daerah Depok?"
"Kenapa tanya tiba-tiba?" Rafaila memperhatikan Satria yang sedang menyalahkan sen untuk berbelok ke arah rumahnya.
"Tiga tahun setelah kita berpisah, saya pernah datang ke rumahmu," ungkap Satria meringis. "Tapi rumah kamu kosong tidak ada penghuninya, saya tanya sama tetangga rumah kamu, katanya kalian sudah pindah," sambung Satria.
"Iya, kami menjual rumah itu dan pindah dari sana setelah rumah lama kami laku di jual," jelas Rafaila.
"Kenapa kalian jual rumah itu?"
"Ada suatu hal yang tidak bisa aku kasih tahu, Pak."
"Hm, baiklah, maaf saya terlalu ingin tahu," kata Satria melirik Rafaila yang menganggukkan kepalanya. Ia kembali membuang mukanya ke samping.
Di kejauhan mulai terlihat pintu gerbang rumah Satria. Mobil mulai memasuki pintu garasi. Satria dan Rafaila keluar dari dalam mobil secara bersamaan. Baru saja mereka mau masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba saja terdengar suara Sahityo.
"Loh, Yah, dari mana? kok, sama Bu Afa?" tanya Sahityo bingung melihat ayahnya bersama wali kelasnya.
"Tumben kamu udah bangun?" Satria bertanya tanpa mau menjawab pertanyaan putranya. Sahityo terlihat sudah rapih mengunakan seragam putih abu-abunya. Ia melihat jam tangannya yang melingkar di tangan kanan masih menujuk angka enam kurang.
"Iya, aku enggak mau Bu Afa nunggu kelamaan," kata Sahityo beralasan. Takut ada Songkang versi ayah sendiri di rumah sambung Sahityo tanpa mengutarakannya langsung. Kalau ayahnya tahu isi pikiran Sahityo bisa di pukul kepalanya. Sahityo meringis membayangkannya, ia heran kenapa ayahnya benar-benar seperti Songkang yang ada di drama korea. Lalu kenapa dirinya tidak bisa seperti sang ayah. Ia tanpa sadar mendesah kesal.
"Kenapa kamu? Ayo, masuk jangan kelamaan ngelamun nanti ke sambet," ujar Satria yang sudah melangkah masuk terlebih dulu ke dalam. Ia mengajak Rafaila untuk mengikutinya ke dalam. Meninggalkan Sahityo yang masih melamun di dalam garasi mobil.
"Eh, di tinggal masuk lagi, bukannya ajak anaknya masuk malah ajak guru gue," decak Sahityo kesal. Ia mulai melangkah masuk ke dalam. Melihat Rafaila duduk di ruang tamu. Ia buru-buru melangkah untuk bisa duduk di sebelah Rafaila.
Sahityo ingin menyelamatkan gurunya dari perangkap buaya yang berwujud ayahnya sendiri. Satria yang tadinya ingin duduk di dekat Rafaila harus berdecak kesal karena kedahuluan oleh Sahityo.
Satria memanggil asisten rumah tangganya untuk membuat minuman untuknya dan Rafaila. Masih ada waktu untuk menghangatkan perut sebelum mengantar Rafaila dan Sahityo ke sekolah.
Terdengar suara bel rumahnya berbunyi. Tidak lama terlihat Sapto satpam rumah Satria datang bersama wanita yang memakai baju kerja yang terlihat ketat di bagian dada dan rok yang sangat pendek. Wanita itu melihat Satria yang sedang duduk bersama tamu dan anaknya. wanita itu langsung memberikan senyum lebarnya dan ia berlari kecil untuk bisa segera menghampiri Satria.
"Pagi, Sayang," sapa Nadine riang dan memeluk Satria yang masih duduk. Ia memberikan kecupan di pipi kanan dan kiri Satria. Wanita itu pun duduk di lengan kursi sambil memeluk bahu lebar Satria.
Nadine tidak memperdulikan Sahityo dan tamunya. Fokus Nadine hanya ada pada Satria. Ia bisa bertanya belakangan siapa tamu perempuan yang sudah ada di rumah Satria pagi-pagi.
"K-kamu ngapain ada di sini?" gugup Satria, raut wajahnya memucat. Ia terkejut dengan kedatangan Nadine yang tiba-tiba datang ke rumahnya.
"Jemput kamu kaya biasanya lah Sayang, oh, iya, aku bawa bekal makanan buat kamu loh, aku masak tadi pagi-pagi banget khusus untuk kamu," jelas Nadine riang dan merangkul bahu Satria dan merapatkan tubuh seksinya.
"Yah, aku berangkat duluan ya?" ringis Sahityo yang merasa tidak enak karena ada gurunya di sini. Ia melirik Rafaila yang menampilkan raut wajah biasa saja. Tidak terganggu dengan adegan di depannya. Ini yang membuat Sahityo kadang merasa malu bila ada gurunya yang datang ke rumahnya. Karena kekasih Satria sering bertingkah memalukan dan tidak tahu tempat.
Sahityo menarik Rafaila bangun dari duduknya. Ia mengambil tas dan menarik Rafaila lagi untuk mengikutinya ke garasi. Rafaila yang paham kalau Sahityo merasa malu dengan tingkah pacar sang ayah hanya mengikuti langkah lebar Sahityo tanpa kata. Ia mengangguk pamit ke arah Satria yang masih ditempeli erat oleh pacar pria itu.
🌷🌷🌷
Republis, Jakarta, 16 Febuari 2023
~ Cindy Arfandani ~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro