IPARKU KEKASIHKU 6
Kemarin main rahasia, sekarang gimana ya??? Yukk langsung baca aja.
Selamat membaca
Hatiku berbunga-bunga begitu tahu Rara memendam rasa yang sama. Bukan, kami tidak jatuh cinta satu sama lain seperti yang kalian pikirkan melainkan perasaan saling membutuhkan dan saling memuaskan di atas ranjang. Ibarat, aku sudah menemukan lawan yang pas untuk menuntaskan segala fantasi seks yang ada dalam kepala. Sebagai pria, itu wajar bukan?
Kami kembali bersikap layaknya ipar pada umumnya setiap kali Lita hadir di tengah kami. Tapi, begitu Lita tidak ada maka dengan senang hati kami akan bercinta begitu liar layaknya binatang tak punya akal. Di mana pun dan kapan pun, bahkan di sela-sela pekerjaan, aku bisa memuaskanku melalui video call sex bersama Rara di kamar mandi. Tanpa malu, kuperlihatkan spermaku yang membasahi pangkal paha sambil tertawa puas sebab bayangan lekuk tubuh serta desahannya tak dapat disingkirkan dalam benak. Terutama betapa kenyal nan padat payudaranya.
Bibirku mengulum senyum manakala Rara mengirimiku pesan jika dia sudah berada di lokasi hotel. Tak mau mengundang kecurigaan tetangga sebab beberapa kali aku pulang sebelum jam kerja, akhirnya tercetus ide agar Rara menyewa kamar hotel untuk kami bercinta.
Selesai apel siang, buru-buru aku mengarahkan mobil ke tempat tujuan dibarengi jutaan fantasi liar bagaimana kami akan menghabiskan sisa hari sebelum balik ke rumah. Kejantananku berdenyut tak sabar memenuhi liang vagina Rara pun lidahku juga terus mengecap tuk mengingat-ingat bagaimana rasa cairan hangat gadis itu.
Sungguh diriku dibuat mabuk seolah-olah setiap pembuluh darah telah diracuni oleh pesona Rara yang menjelma bagai heroin. Andai waktu bisa diputar, ingin sekali aku menukar Lita dengan Rara. Bukannya tidak bersyukur, hanya saja Rara memiliki sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh istriku.
Perhatian dan kepuasan.
Ruas-ruas jalanan yang kutempuh tidak seberapa padat. Hatiku semakin berdebar kala mobil yang kukendarai kini memasuki parkiran hotel bintang tiga yang berada di pusat kota. Merapikan sedikit penampilanku yang dibalut kaus polo dan celana Jeans, aku keluar dari mobil sembari menenteng ransel. Mana mungkin aku ke hotel memakai baju dinas yang kudapatkan susah payah?
Dewa : Mas udah di lift. Nggak sabar pengen ketemu kamu.
Dewa : Mas bawain hadiah.
Rara : Widih ... apa tuh? Nggak sabar deh!
Kamar yang dipesan Rara berada di lantai lima dan berada di tengah-tengah lorong. Ketika pintu terbuka, seketika dia menyambutku penuh suka cita dengan senyum sumringah. Kutarik pinggangnya mendekat selagi menutup pintu lantas mengimpitnya ke tembok kemudian mendaratkan ciuman sarat akan rindu. Lidahku menguasai mulut manisnya sementara tanganku sudah bergerak di balik kaus kebesaran yang dikenakan Rara tuk menggoda putingnya.
"Nggak sabaran banget sih jadi orang," bisik Rara menggigit bibir bawahku.
"Udah ngaceng duluan, mana bisa sabar," balasku menjilati daun telinganya menimbulkan desahan yang makin membakar nafsu.
Dia terkikik sambil membuka resleting celanaku dan langsung membebaskan kontolku yang tidak mau menunggu lebih lama lagi. Jemarinya begitu lihai meremas batang keperkasaanku, mengocok tak terlalu cepat pun tak terlalu lambat. Lidah kami saling membelit sambi sesekali aku mendengar erangannya di mulut manakala jariku memintir putingnya dengan gemas.
"Ah ... Mas ..." lirihnya sambil mendesis keenakan.
Lita mendongakkan kepala kala aku menjelajahi lekuk leher seraya menanggalkan kaus yang menutupi tubuh indahnya. Aku terperangah ketika mendapati gadis itu mengenakan G-string hitam di mana bakal bulu jembutnya mengintip malu-malu. Begitu kontras dengan kulit warnanya yang langsat. Dari sini, lipatan vagina Rara tampak licin menandakan gadis itu sudah sangat siap digagahi sampai lemas. Kubelai bagian itu sembari memerhatikan rona merah yang tercetak jelas di pipi.
"Mas ..." Dia menaikkan satu kaki dan menyandarkannya ke pundak kananku lantas memejam keenakan saat lidahku mulai menelusuk ke memeknya. "Ah ... ya ... mmphh..."
Rara menahan kepalaku tetap di lembah kewanitaannya yang sialan nikmat sedangkan tangannya yang bebas sibuk memilin putingnya. Desahannya makin mengencang membuatku beranjak dan membalikkan tubuh sintal gadis itu ke tembok.
"Ah, Mas!" jeritnya saat kontolku memasuki memeknya yang terasa sempit. "Ah, ya ampun ..." dia gelagapan bukan main tapi menggerakkan pinggulnya maju mundur mengikuti hentakkanku. "Enak banget punyamu, Mas Dewa ... mmphh ..."
Kutampar bokong Rara hingga lengkingan kesakitan berbaur kenikmatan memenuhi kamar hotel. Tidak hanya satu kali, melainkan beberapa kali sampai kulit pantatnya memerah. Rara tak merasa marah karena aku terus-menerus memukulnya melainkan gadis itu makin bergairah layaknya pelacur gila.
Kutarik sebentar kontolku kemudian menghadapkan badan Rara kepadaku lantas kami bercumbu kian liar. Tidak ada yang namanya akal sehat melainkan nafsu bak binatang telah membutakan mata hati kami. Dinding pembatas bernamakan ipar pun telah luluh lantak berganti dua manusia yang sama-sama haus kepuasan duniawi dan rela melakukan apa saja untuk mendapatkannya.
Rara membawa kontolku kembali memenuhi vaginanya yang berdenyut-denyut kemudian kuangkat tubuhnya ke atas. Kaki jenjangnya melingkari pinggul ketika kusodok memeknya lagi dan lagi. Dia mengerang kenikmatan selagi kuraup payudaranya.
"Susumu kenyal banget, Ra," pujiku. "Mau nen terus..."
"Mmph ..." Rara meracau tak jelas tapi tangannya menunjuk ke ara sofa. Kubawa dirinya berbaring di atas sofa merah nan empuk tanpa melepas penyatuan kami.
"Kontolmu juga enak, bikin pengen diesek-esek terus," balasnya sambil memainkan klitorisnya. "Ah ..." Dia melebarkan kaki dengan pandangan sayu. "Aku mau keluar ..."
"Tahan dulu," ucapku mengeluarkan penisku sesaat.
Dia merengek, memasukkan jarinya ke dalam vagina namun kutahan dirinya.
"Balik badan," pintaku,"nungging dulu, Sayang."
"Suka main belakang nih," candanya sambil menyentuh kontol dan cairanku. Rara memekik kaget saat penisku kembali menyetubuhinya tanpa aba-aba, begitu pula jariku memainkan klitorisnya begitu cepat membuatnya mendesah keenakan.
"Mas ... ah ... ah ..."
"Apa? Mau apa, hm?" tanyaku mempercepat tempo jariku di klitorisnya.
Aku mendongak merasakan hantaman orgasme segera datang. Rahangku mengetat keras merasakan dinding vagina Rara mencengkeram penisku sedemikian rupa. Tak berapa lama, tubuh Rara menggelinjang diiringi cairan menyembur dari kewanitaannya. Dia menjerit memanggil namaku bersamaan pejuku memenuhi vaginanya.
"Mmphh ... " Rara terkulai lemas tapi aku tidak mau permainan ini berhenti. Kubaringkan tubuhnya di atas sofa kemudian menjilati cairan squirting yang baru pertama kali kulihat dan kurasakan.
Hangatnya peju bercampur cairan milik Rara begitu terasa nikmat manalagi pipinya tersipu malu mengetahui dirinya berhasil mencapai kepuasan yang didambakan selama ini. Dia tertawa saat aku merangkak ke arahnya lantas mencumbu bibirnya begitu mesra.
"Aku sayang kamu," ucapku tulus.
"Mbak Lita?" Rara memiringkan wajah. "Kan dari dulu, Mas Dewa naksirnya sama Mbak Lita bukan aku."
Sudut bibirku terangkat, "Sebetulnya ... aku suka kamu, Mbak Lita lah yang ngejar aku duluan sampe maksa buat nikahin dia."
"Eh?" Rara terhenyak kaget. "Masa sih."
"Dibilangin nggak percaya," ketusku mencubit putingnya.
"Ah, Mas!"
"Ra," panggilku ketika sebuah ide tiba-tiba muncul.
"Ya?"
"Gimana kalau kita rekam setiap kali kita lagi ngewe?" pintaku penuh arti dengan harapan setidaknya ada momen yang bisa kuulang andai kata kami tidak bisa bertemu.
Kapan lagi kan bisa bikin film di mana aku adalah pemeran utamanya?
***
Bersambung.
Waduhhh, sekarang mau main rekam merekam.
Peluk dair Lody.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro