Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Keenam

Halooo...
Terima kasih yang sudah membaca cerita ini. Sekedar info, cerita ini akan pindah ke KBM app ya...

CERITA "KENDATI" PINDAH KE KBM APP YA 🤗 TERIMA KASIH UNTUK SEMUA PERHATIAN PEMBACA PADA CERITA FARAH.

Judulnya masih sama Kendati hanya nama penulisnya saja ganti jadi Nona Chiaseed. Untuk yang kesulitan, bisa coba buka lewat link ini...

Kendati
— Nona Chiaseed
Ketika cinta itu menyapa, Farah tergiur pesonanya dan memilih kesalahan terbesar, yakni merusak rumah tangga majikannya.

Adakah kesempatan baginya mengatasi hati yang terlanjur memilih 'dia'?

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link dibawah :
https://kbmapp.com/book/detail/863a2154-c92c-63c2-726c-1a6739a48a83?af=5c70fa8a-5139-cb11-47a2-2c121020caa1

Aku tidak memaksa kalian pindah ke sana. Hanya untuk yang berminat melanjutkan cerita Farah saja ya 😊🙏 KBM app bisa kalian install di Playstore atau kalian buka di situsnya.

SELAMAT MEMBACA

"Ba, ba, ba!"

Farah menghentikan aksinya mengetik tugas akuntansinya. Dia menoleh pada Phiney yang tertatih-tatih berjalan ke arahnya. Kepala plontos Phiney, pipi gempal, dan popok yang dikenakan menimbulkan tawanya. Bayi perempuan ini tumbuh sedikit berbeda dari kembarannya. Rambutnya nyaris tidak ada. Sementara Jojo memiliki rambut yang lebat.

"Sini anak cantik!" Farah merentangkan tangannya dan Phiney mempercepat langkahnya menubruk badan Farah. Bayi gemuk itu tertawa riang.

"Gitu dong, bangun tidur nggak usah nangis. Bangun sendiri, cari bibi Farah nggak pakai queen. Kan sudah bisa jalan," kata Farah. Dia gemas pada bayi asuhannya. Dengan jahil, dia berpura-pura menggigit pipi Phiney yang membuat bayi itu tertawa kegelian.

Saat sedang asyik bermain bersama Phiney, Jojo bangun tidur. Dirinya diam lama menonton kakak kembar dan pengasuhnya bermain. Kebiasaannya tiap kali baru bangun, diam menunggu seseorang menyadarinya.

"Eh, Jojo sudah bangun. Sini, peluk bibi Farah," kata Farah saat menyadari Jojo sudah terbangun. Dia merentangkan tangan kirinya dan tangan kanannya memeluk Phiney.

"Aica, ca, ca!" Seru Jojo riang sembari menerima tawaran pelukan Farah.

Kedua kembar itu tertawa dalam pelukan Farah. Kebahagiaan sederhana yang Farah syukuri setelah enam bulan menjalani tugas sebagai pengasuh si kembar.

***

Feli memasangkan popok celana pada Phiney yang diam menuruti. Tidak ada percakapan di antara mereka. Semua berlangsung cepat. Feli memasangkan celana lalu menyuruh Phiney naik ke atas kasurnya sementara dia akan membereskan sisa mainan yang berserakan di lantai.

Kamar yang biasanya ramai suara tawa atau alunan musik anak-anak, sepanjang Sabtu akan didominasi suara detak jarum jam dinding. Tidak banyak yang akan dikerjakan si kembar dan ibu mereka. Terkadang bermain puzzle, squeeze lego, atau membaca buku. Multimedia seperti menonton video musik anak dan mendengar lagu tidak diizinkan sebab Feli menghindarkan penggunaan gadget pada kedua bayinya. Dia berusaha keras menerapkan pendidikan tanpa gadget.

Farah yang sejak sepuluh menit lalu sudah kembali ke apartemen, diam menontoni bos wanitanya hilir mudik mengurusi bayi asuhannya. Siang ini tidak ada kelas karena dosennya berhalangan hadir yang digantikan tugas kelompok. Tugas yang nantinya akan dia kerjakan sendiri, daripada dia harus repot mengatur jadwal belajar bersama teman sekelompoknya.

Mestinya Farah membantu Feli menidurkan Phiney dan Jojo. Kembali satu ganjalan mencegahnya. Kenapa dia harus memisahkan interaksi ibu dan anak selama masih ada waktu mereka bersama. Dia juga butuh sedikit jeda menikmati waktu luangnya. Maka Farah memilih keluar dari unit apartemen majikannya.

Tidak punya tujuan, Farah menuju taman apartemen. Cuaca mendung membuat suasana jalan-jalan terasa suram namun angin yang memainkan rambur kuncir kudanya menggelitik senyuman di wajah. Sendiri bukan hal yang baru dalam hidupnya. Bahkan saat dia secara fisik berada di tengah keriuhan keluarga, dirinya masih merasa sendiri dan terasing.

"Little girl!" Seruan yang menarik perhatian Farah. Segera dia memutar kepalanya mencari sumber suara itu. Di kejauhan, seseorang melambai padanya. Farah mengenal lambaian itu. Dia berlari melintasi tepi kolam renang menuju gazebo di sisi lain taman.

"Matt, how are you?" Farah menyapa pria bule dengan rambut kuning yang nyaris berwarna putih saat ditimpa cahaya. Meski sudah berumur lebih dari lima puluh tahun, pria itu masih memiliki postur badan yang gagah.

"Great, Farah." Pria itu mempersilakan Farah duduk di kursi sebelah kirinya. Sisi kanannya seorang perempuan di akhir usia empat puluhan duduk menyesap tehnya. "Do you have any story lately?"

Farah menggeleng. Dia melihat melintasi bahu Matt untuk bertemu pandang dengan perempuan itu, istri Matt, seorang perempuan Indonesia tulen berkulit cokelat eksotis dengan garis wajah tegas dan mata cemerlang. "Hai, Rosi. Apa kabar?"

"Sebaik yang kamu lihat." Rosi, istri Matt memberikan senyuman anggun lalu melirik suaminya yang mengendikan bahu. "Jadi nggak ada cerita apapun selama ini sampai kamu berjalan menunduk seperti tadi?"

"I see the dark clouds above your head," tambah Matt dalam nada jenaka.

Sudah lima bulan Farah mengenal pasangan suami-istri ini. Bermula dari pertolongan Matt di lift pada hari pertamanya bekerja, disusul bantuan Rosi saat dia kesulitan menangkap si kembar yang berlarian di taman. Kemudian mereka saling berkenalan. Banyak berbincang di pagi dan sore hari bertepatan jadwal main si kembar di taman kompleks apartemen. Pasangan ini memotivasinya belajar bahasa Inggris dan banyak memberinya masukan soal mengasuh anak. Terlebih Rosi pernah bekerja sebagai perawat si instalasi anak sebelum menikah dan diboyong Matt ke Australia. Farah sudah tidak sungkan berbagi keluhan selama bekerja dan kuliah, dia juga tidak malu menceritakan kondisi keluarganya. Matt dan Rosi tidak membedakan orang berdasarkan status pekerjaan, keterbukaan pikiran mereka sedikit-banyak memengaruhi cara berpikir Farah.

"I thought we are more than acquintances, close friends maybe. I and Rosi are waiting the story," sindir Matt dalam wajah jenaka yang membuat istrinya menyikut perut pria bule itu. Kadang Matt bisa berlaku lebih kekanakan dibanding Farah.

Farah mengalah dan mulai bercerita, "Hari ini nggak ada kuliah siang jadi aku bisa pulang lebih cepat. Pas sampai kamar si kembar ternyata bu bos lagi jaga anaknya. Aku ke sini saja. Lumayan refreshing sejenak sebelum balik rutinitas mengasuh dua bocil itu."

"Is that a story we need, Hon?" Rosi melirik Matt dengan senyum usil yang mengganggu Farah. Pasangan ini baru mengenalnya namun mereka seolah bisa membacanya bak buku terbuka.

"Cerita seru dong, Far," kata Matt dengan pelisanan kalimatnya yang masih berantakan.

Kedua tangan Farah terangkat ke sisi kepalanya. Dia menyerah dan akan mengupas kekalutan pikirannya. "Ibu si kembar terlihat kurang dekat dengan anaknya. Kayak nggak ada keintiman di-"

"Keintiman? Sex?" Matt memotong cepat.

"Attachment, dude." Rosi memutar kedua bola matanya jengah. "Lanjutkan!"

"Nggak ada 'attachment' di antara mereka. So ridiculous kan? Terakhir kali aku cerita soal bosku yang mudah marah, mudah panik kalau lihat anaknya menangis, tapi nanti dia cuek sama mereka. Aku nggak paham kenapa satu waktu aku merasa dia perhatian lalu cuek lalu eum kayak semua salah." Farah menekan kata attachment agar Matt tidak salah tangkap lagi.

"Wow! That's normal for modern mom here," sahut Matt santai.

"Kenapa?"

"Mereka punya nanny standby, for example you." Telunjuk Matt mengarah pada Farah yang mengernyit tidak suka. Jawaban Matt terasa kurang memuaskan.

Rosi memainkan gelas karton starbucks di tangannya. Farah berharap Rosi memiliki cetusan yang lebih menarik. Merasa diperhatikan, Rosi balik menatap Farah. "Aku nggak tahu banyak soal psikologis tapi aku pernah bertemu kasus agak serupa well nggak sepenuhnya sama." Rosi menarik napasnya, menjeda untuk melihat satu persatu respon orang-orang di sebelahnya. "Do you know about baby blues, Matt?"

Mendapat lemparan pertanyaan tiba-tiba, Matt tergagap sebelum menjawab, "Depression after childbirth?"

"Nggak sepenuhnya salah." Rosi berbalik ke Farah. "Baby blues sederhananya depresi yang dialami ibu sebelum dan sesudah melahirkan bisa jadi karena dipengaruhi hormon."

"Apa bu bosku mengidap baby blues?" Duga Farah yang disetujui Matt melalui anggukan.

"Aku berpikir yang lain. Baby blues rentangnya sebentar. Biasanya tujuh sampai empat belas hari, do not last for more than a few weeks. Sementara bos kamu sudah setahun mengalami symptom baby blues. Mungkin jenis yang lebih akut. Tapi ini hanya dugaan, belum tentu benar. Kita doakan bos kamu hanya kelelahan jadi nggak cukup punya waktu mendekatkan diri dengan anak-anaknya."

"Ketika pasangan lain mengharapkan anak, someone forget her 'miracles'," gumam Matt yang masih bisa ditangkap Farah dan Rosi. Farah hanya mengulas senyum prihatin mengingat pasangan berumur di dekatnya ini belum memiliki momongan setelah lima belas tahun menikah.

"Apa potensi yang lebih parah dari baby blues?" Dahi Farah berlipat saking seriusnya bertanya.

Rosi dan Matt saling bertukar pandang sebelum perempuan berambut bob itu menjawab, "PPD."

***

Kamar tidur si kembar sudah gelap namun masih ada cahaya tipis yang berasal dari netbook yang berada di pangkuan Farah. Malam ini dia berencana menghabiskan malam di ruangan si kembar. Akses wifi akan semakin kuat jika berada di ruangan ini dibanding di ruang tengah dan dapur mengingat modem wifi terdapat di kamar majikannya.

Matanya bergerak liar mengikuti deretan kata pada layar monitornya. Sesekali bibirnya berdecak atau dahinya berlipat tidak suka. Jemarinya berulang kali mengetik kata kunci dan mengklik enter. Berkali pula lembar halaman pencarian berubah penelusuran.

"Cause of Postpartum Depression," gumam Farah sambil menarikan jemarinya pada keyboard netbook.

Kembali monitor netbook menampilkan deretan portal baru. Farah mengklik salah satunya. Mengamati deret kalimat dan sesekali membuka kamusnya untuk mencari tahu kata yang tidak dipahaminya.

"Belum tidur, Far?"

Nyaris saja Farah melempar netbook karena terkejut mendengar suara itu. Penglihatannya bertemu Pijar yang berdiri di ambang pintu kamar, masih dalam kemeja dan celana slimfit serta tas punggung Nike. Senyum tipis Farah melihat betapa menarik bosnya meski baru pulang kerja.

"Iya, pak. Masih ngerjain tugas," bohong Farah. Dia sengaja berdiri untuk memberi ruang majikannya mendekati kasur si kembar.

"Mereka tidur dari jam berapa?" Pijar bertanya sambil duduk di kasur Phiney.

"Jam delapan, pak."

"Rewel nggak seharian?" Pijar mengecup pipi Phiney yang makin gemuk hari ke hari. Lalu beralih mengecup pipi Jojo yang lebih tirus dari Phiney.

"Nggak, pak. Tapi Jojo lagi tumbuh gigi mulai niru Phiney gigit orang kalau marah."

"Jojo niru Phiney gigit orang? Kamu digigit Jojo?"

Mendapati perhatian Pijar, dada Farah menghangat. Dia tersenyum sambil menggeleng. "Nggak, pak. Saya nggak digigit Jojo tapi Phiney yang digigit Jojo."

"Loh? Gimana bisa?"

"Phiney rebut mainan Jojo. Saking kesalnya ya Jojo gigit Phiney di lengannya," cerita Farah yang bersiap jika Pijar akan memarahi keteledorannya.

"Lengan sebelah mana?" Pijar membolak-balik lengan Phiney.

"Kanan." Farah mengatur napasnya, menyiapkan diri dimarahi kedua kali.

"Walah, sampai biru gini. Kuat juga gigi Jojo ya. Phiney bakat banget ganggu adeknya." Pijar tertawa melihat memar dua baris gigitan di lengan kanan dekat siku Phiney.

Farah menundukan kepalanya saat Pijar bangkit dari kasur si kembar. Sepasang telinga Farah mestinya sudah kebal dengan gojlokan omelan Feli tadi sore setelah dia memberi tahu luka gigit Phiney. Jika sekarang dia diomeli lagi, bukan masalah. Ini konsekuensi keteledorannya.

"Lain kali diperhatikan ya. Kasih hukuman duduk di pojokan kalau ada yang mengulang gigit-gigit gitu biar mereka jera. Kamu juga kalau digigit Phiney atau Jojo jangan terima, omeli saja. Asal jangan pakai tindakan fisik seperti memukul. Bisa kan, Far?"

Mata Farah terbuka, dirinya terkesima mendengar omongan Pijar yang jauh dari deskripsi marah atau menyalahkannya. Malah bos prianya membagi senyuman hangat yang membuat wajahnya memanas. Beruntung kamar si kembar remang-remang cahaya lampu tidur, Farah bisa malu jika ketahuan tersipu oleh nasihat atasannya.

"Nggak usah belajar sampai malam. Besok pagi kamu bisa capek dikerjai si kembar. Saya ke kamar ya." Pijar pun pergi setelah itu, menyisakan satu ruang dalam rongga dada Farah penuh dan menggelitik.

Ini salah!

###

27/12/2017

Revision update 23/09/2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro