3} Siluet Senja
Terlihat seekor burung cantik yang terkena cahaya jingga senja bertengger di salah satu ranting pohon pinus. Pohonnya terletak tepat berhadapan dengan mentari yang kini mulai tenggelam perlahan. Semua penghuni hutan menanggilnya Hansel. Hansel tak pernah absen untuk datang ke ini setiap hari.
Hansel menatap cahaya di depannya dengan begitu lekat. Dirinya akan pulang jika cahaya mentari benar-benar sudah tenggelam. Kadang dirinya tersenyum, tertawa, menangis, juga tak jarang dirinya hanya melamun. Bukan tanpa alasan Hansel melakukan semua ini.
***
Malam begitu indah; langitnya terlihat sangat cerah, udaranya juga sejuk tak sedingin biasanya. Hansel sudah bersiap duduk di motor sport merahnya. Sebelum memakasi helm, dirinya berkaca di spion motornya—melihat apakah tatanan rambutnya berantakan atau tidak. Setelah memakai helm, Hansel segera melajukan motornya menuju rumah Nisa.
Terlihat begitu jelas di hadapan Hansel saat ini gerbang hitam rumah Nisa. Hansel mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Hansel tahu Nisa sudah siap hanya saja Nisa belum tahu jika Hansel sudah sampai di depan rumahnya. Bukannya Hansel kurang sopan karena tak masuk dan menemui orang tua Nisa. Hansel tahu orang tua Nisa tak ada di rumah dan hanya akan ada asisten rumah tangga Nisa. Sebelumnya Nisa juga sudah memperkenalkan Hansel kepada kedua orang tuanya. Nisa lebih suka Hansel menjemputnya hanya sampai di depan rumah daripada harus berbasa-basi dengan orang tuanya.
Tak lama, pagar tinggi dan kokoh di depan Hansel terbuka. Menampakkan Nisa yang berdandan dengan cantik; make up yang natural, kaos polos putih dilengkapi dengan cardigan abu-abu, sneakers putih yang menambah tinggi Nisa, tentu dilengkapi dengan celana jeans.
"Makasih, Pak. Tutup aja lagi gerbangnya. Aku mau keluar sama Hansel," pesan Nisa kepada Pak Tono—security di rumah Nisa.
"Baik Non," jawab Pak Tono patuh.
Hansel melemparkan senyum ke Pak Tono lalu berkata, "Semangat Pak!"
"Makasih Mas Hansel. Hati-hati bawa Non Nisanya ya," timpal Pak Tono.
"Siap!" jawab Hansel mantap sambil memberi hormat kepada Pak Tono.
Setelah gerbang ditutup dan kini hanya ada Nisa dan Hansel. Mereka saling lempar senyum lalu Nisa berlari kecil dan berakhirlah dirinya di pelukan Hansel.
"Cantik banget sih, wangi juga. Mau kemana Neng malem-malem gini?" goda Hansel sambil mengusak pucuk rambut Nisa yang ada di dekapannya.
"Mau cari selingkuhan Mas." Nisa juga tak kalah jika dalam hal menggoda kekasihnya.
Suara tawa mereka seolah ikut menghiasi langit yang cerah malam ini. Mereka berdua berangkat menuju caffe yang beberapa hari lalu sudah mereka sewa. Motor merah Hansel membelah jalanan kota yang selalu ramai saat malam hari; motornya meliak-liuk menyalip mobil dan motor. Angin sepoi-sepoi malam hari membuat Nisa mengeratkan tangannya untuk memeluk Hansel dari belakang. Hansel yang menyadari itu hanya mengintip Nisa dari kaca spion.
Hansel dan Nisa berjalan menuju rooftop caffe. Pemandangan yang sangat tak terduga; tergantung lampu-lampu kecil memenuhi rooftop, terdapat sofa panjang di pinggir rooftop, juga meja, dan alat pemanggang daging. Semua terlihat begitu cantik di malam hari.
Hansel duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Sedangkan Nisa, dia sudah berkutat dengan daging dan alat pemanggangnya.
"Gimana sekolahnya?" tanya Hansel sambil memerhatikan Nisa yang memanggang daging di sebelahnya.
"Biasa aja nggak ada yang spesial. Kamu sendiri kuliahnya gimana?" jawab Nisa.
"Sama aja. Cepetan panggangnya Nisayang." Hansel selalu memanggil Nisa seperti itu.
"Bawel banget sih. Coba kamu panggang kalau gitu gantian sama aku!" tantang Nisa.
"Lama nggak apa-apa kok asal kamu yang panggang," ucap Hansel karena tentu dirinya malas dan tidak bisa memanggang daging.
"Bilang aja males," gumam Nisa yang sebenarnya masih terdengar jelas di telinga Hansel. Hansel hanya tersenyum bahagia melihat kekasihnya seperti itu.
Nisa adalah adik tingkat Hansel. Nisa saat ini masih duduk di bangku SMA. Sedangkan Hansel, dirinya sudah mrmasuki dunia perkuliahan.
Mereka menghabiskan malam ini dengan memanggang daging, bermain kembang api, juga menyanyi bersama. Anniversary satu tahun hubungan mereka benar-benar spesial. Saat akan pulang, bahkan Hansel memberi sepucuk puisi manis untuk Nisa yang dia ambil dari lagu berjudul Rest Your Bones milik Bobby iKon.
Di sebuah ruangan dimana lampu telah dimatikan
Sebuah ruang di mana tak ada seberkas cahayapun disana
Kita memulai bermain kembang api
Jika mataku buta, aku akan terus menatapmu
Jika aku tak punya tangan, aku akan memelukmu
Jika aku dilahirkan kembali, aku akan bertemu denganmu
Jika ada kedamaian di dunia ini, itu pastilah dirimu
***
Samar-samar terdengar ketukan pintu dari kamar Nisa. Nisa yang masih berada di alam mimpi membuka matanya perlahan.
"Iya, masuk," jawab Nisa.
Ternyata itu salah satu asisten rumah tangga yang ada di rumah Nisa. "Non, ada Den Hansel di bawah," ucapanya.
Nisa yang awalnya masih berusaha mengumpulkan nyawa, kini kesadarannya saat mendengar nama Hansel langsung berkumpul penuh. Nisa berterima kasih dan menyuruh asisten rumah tangganya agar memberi tahu Hansel untuk menunggu sebentar di ruang tamu. Nisa segera bersiap; mencuci wajahnya, menyikat gigi, berganti baju, menata rambut, dan tak lupa memakai parfum. Nisa tak perlu memakai make up, wajah naturalnya saja sudah cukup cantik.
Nisa menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa hingga di anak tangga terakhir dirinya hampir terpeleset. Untung saja ada Hansel yang melihat itu, segera Hansel tangkap tubuh mungil kekasihnya.
"Hati-hati dong. Aku tahu kamu baru bangun," ledek Hansel sambil memberi tawanya di akhir kalimat.
"Hehe iya. Ada apa?" balas Nisa dengan cengirannya.
"Aku mau pergi Nis. Jauh." Terlihat begitu jelas raut wajah sedih di diri Hansel.
"Mau kemana? Nyari uang buat kita nikah ya?" Nisa tentu menanggapi kata-kata kekasihnya dengan candaan. Karena beberapa bulan lalu Hansel berkata dirinya ingin magang di luar kota.
"Maaf Nis, aku beneran nggak bisa lanjutin hubungan kita. Aku pergi Nis, jangan pernah cari aku lagi, Oke!" Hansel memberi Nisa uluran jari kelingkingnya dan tentu Nisa mengeratkan jarinya juga.
Nisa memeluk Hansel lama, begitu lama.
"Hati-hati," pesan Nisa.
Setelah itu Hansel pergi meninggalkan rumah Nisa. Sedangkan Nisa kembali tidur di kamarnya. Nisa benar-benar menyukai tidur, semalaman dirinya tak tidur hanya karena ingin menonton drama yang dibintangi oleh Park Seo Jeon itu.
Siang harinya Nisa begitu gelisah mengapa Hansel tak menjawab teleponnya bahkan tak membalas satu pesan pun dari dirinya. Sudah lebih dari empat jam dirinya menunggu kabar dari Hansel. Tapi tak ada hasil apapun dari itu. Nisa sudah tak tahan dengan ini, dirinya segera menyuruh supir pribadi yang ada di rumahnya untuk mengantar dirinya ke rumah Hansel.
Nisa menggedor-gedor pintu rumah Hansel semakin lama semakin cepat dan keras suaranya. Tak ada seorang pun di dalam rumah Hansel. Tiba-tiba Nisa mengingat kejadian tadi pagi. Hansel pergi? Pikirnya. Itu hanya seperti sebuah mimpi buruk yang datang di tengah tidurnya. Nisa tak sadar saat Hansel mengucapkan itu semua.
Nisa terduduk lemah di lantai rumah Hansel. Air matanya mulai mengalir bersama dengan air hujan yang tiba-tiba membasahi tanah. Nisa masih tak percaya dengan ini. Pagi setelah malam yang begitu membuat dirinya bahagia adalah pagi yang tak pernah Nisa harapkan.
"Hansel ...!" Nisa sudah berteriak puluhan kali menyebut nama Hansel. Hatinya sudah benar-benar sakit untuk menerima kenyataan. Akal sehatnya tak mampu memahami semua ini.
***
Hansel sudah pergi. Hansel bukanlah manusia. Hansel mendapat kutukan karena kesalahan kedua orang tuanya dulu. Dia akan berubah menjadi seekor burung saat mendapat cinta pertamanya. Hansel sebenarnya sudah mengetahui ini semua. Jujur Hansel juga tak tega mengorbankan gadis semanis, sebaik, sepintar, sejujur, dan sesempurna Nisa. Tapi bagaimana lagi, dirinya sudah jatuh cinta.
Saat perpisahan itu terjadi, Hansel tak bisa mengakhirinya dengan pesan teks. Karna itu Hansel mencoba mengucapkan perpisahan sambil bertatap muka. Tak akan ada namanya perpisahan yang indah. Hansel mengucap maaf setiap harinya. Penyesalan terhadap cintanya tak akan pernah hilang.
Hansel selalu menatap senja karena hanya senja yang dapat mengobati rindunya kepada Nisa. Senja begitu cantik walau hanya walau kedatangannya hanya sesaat. Tentu Hansel ingin sekali bertemu dengan Nisa bagaimana pun keadaannya.
Hansel hanya bisa berucap, "Terima kasih dan maaf, Nisayang."
Air matanya setetes demi setetes turun membasahi wajahnya. Sudah ini waktunya untuk kembali. Matahari sudah benar-benar tenggelam. Hansel akan kembali besok.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro