Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog

"Yes!! Aku menaaang!!" Teriak seorang anak perempuan saat dirinya berhasil menang dalam permainan congklak.

"Mana adaa? Nggak boleh curang kayak gituuu!!" Anak laki-laki yang menjadi lawan mainnya pun protes karena tak terima dengan kekalahannya.

"Siapa juga yang curang? Kan emang cara mainnya gituuu!" Suara anak perempuan itu terdengar semakin kencang karena tak terima dirinya dituduh telah berbuat curang.

"Tadi kamu mainnya—"

"Anak-anak ayo makan dulu!! Mainnya berhenti dulu!!" Seorang wanita berusia 30-an datang, menghentikan pertengkaran di antara kedua anak kecil tersebut.

"Mah, masa tadi Rara curang mainnya," Anak laki-laki itu mulai mengadu kepada Ibunya yang baru saja datang membawakan dua piring nasi untuk keduanya.

"Nggak Tantee.. Ezar bohongg, Ezar aja yang nggak tahu cara mainnya, makannya jadi salah mulu," Anak perempuan itu kembali membela dirinya sendiri.

"Iyaa.. Udah jangan berantem, kalian makan dulu, gih, nanti kalau nasinya dingin nggak enak, lohh," Wanita itu duduk dan mengusap kedua kepala anak-anak kecil tersebut.

"Ezar nggak mau makan kalau nggak disuapin mama!" Anak laki-laki bernama Ezar itu mulai merajuk, dan berakhir ditertawakan oleh teman perempuannya.

"Ezar ternyata manja banget, yaa.." Ejek gadis kecil bernama Rara itu di sela-sela tawanya.

"Aku tuh nggak manja tauukk!!!"

"Terus apa namanya kalau bukan manjaa?"

"Rara nggak boleh gitu, Nak.." Seorang wanita yang terlihat seumuran dengan wanita sebelumnya ikut memasuki kamar bermain mereka. Sebenernya dia sudah mendengar keributan itu sedari tadi sejak masih membuat telur untuk kedua anak tersebut.

"Minta maaf dulu sama Ezar!"

"Iya, Bunda.." Bibir mungil gadis kecil itu mengerucut sebal. Dia tidak bisa melawan perintah Bundanya itu. "Ezar, Rara minta maaf, ya,"

Anak laki-laki itu masih terlihat kesal dengan ledekan yang dilontarkan oleh anak perempuan itu kepadanya. Melihat teman laki-lakinya tak kunjung membuka suara, Rara segera memikirkan cara untuk membujuk temannya tersebut agar mau memaafkannya.

"Besok Rara janji bakal ngalah sama Ezar deh,"

"Nggak mau!" Ezar kecil melemparkan segenggam biji congklak kedepan Rara. Rara yang terkejut dengan sikap Ezar mulai menangis. Bukan, Rara bukan menangis kesakitan karena biji congklak itu mengenai tubuh mungilnya. Akan tetapi dia takut, Rara takut dengan kemarahan Ezar. Bunda Rara pun segera menghampirinya dan mencoba untuk menenangkannya.

"Ezar!! Ezar nggak boleh gitu sama Rara!! Nanti kalau Rara nggak mau main sama Ezar lagi gimana?" Perempuan yang duduk di samping Ezar yang tak lain adalah mamanya mulai memarahi anaknya. Ezar terlihat merasa bersalah karena sudah membuat teman dekatnya itu menangis.

"Kalau Ezar laki-laki kuat, nggak boleh main kasar kayak gitu!! Minta maaf dulu sama Rara!!" Wanita itu mencoba membuat pengertian kepada puteranya.

Ezar terdiam, langkah kecilnya membawa tubuhnya menghampiri Rara dan Bundanya.

"Rara.. Ezar minta ma—"

"B-bunda.. Rara m-mau pulaang.."

Ezar mengurungkan niatnya untuk meminta maaf ketika mendengar Rara terisak meminta untuk pulang dan meninggalkannya.

"A-ayo bundaa..." Rara menarik tangan Bundanya. "Rara mau pulang..."

"Aduh, Ran, maaf banget loh udah buat keributan kayak gini.. Aku pamit dulu yaa."

"Iya, Fan, gapapa,.namanya juga anak-anak." Mama Ezar berjongkok untuk menyamakan tinggi badannya dengan Rara yang saat itu masih terisak sembari mengusap-usap matanya karena tangisannya belum sepenuhnya usai.

"Maafin Ezar, ya.. Rara kan anak baik," Mama Ezar mengusap lembut rambut Rara dan memberikan sebungkus cokelat sebagai hadiah untuknya. "Ini Tante bawain cokelat buat Rara, Rara suka cokelat, kan?" Wanita itu tersenyum ketika mendapati gadis kecil di hadapannya mengangguk kecil. Wanita itu kembali berdiri.

"Hati-hati ya, Fan, besok kita lanjut lagi masalah yang tadi, terimakasih ya karena udah mau bantu."

"Iya, Fan, besok kalau terjadi lagi, kamu bisa ke rumahku dulu. Rumahku selalu terbuka lebar untuk kamu"

Saat itu Rara sama sekali tak paham dengan apa yang sebenarnya dibicarakan oleh kedua orang dewasa ini. Ia hanya fokus menikmati cokelat batang yang baru saja diberikan kepadanya.

~õÕõ~

Keesokan harinya di bawah naungan pohon kenanga. Terlihat dua anak kecil yang tengah berlari, saling berkejaran dengan dahan pohon sebagai penengahnya.

Anak laki-laki yang tak lain adalah Ezar itu memegang pistol air, dan membidikkannya kepada Rara, teman perempuannya.

Tak terima dengan perbuatan Ezar, Rara pun ganti mengejarnya. Mereka bermain dengan riangnya, dan tertawa tanpa beban. Sungguh! Masa kecil yang sangat dirindukan. Mereka bahkan sudah lupa dengan kejadian kemarin saat keduanya bertengkar.

Rara berhasil merebut pistol air dari Ezar dan balik membidikkannnya. Keduanya sama-sama basah kuyup sekarang.

Karena kelelahan, keduanya berbaring di tengah rumput, di bawah rimbunnya pohon kenanga.

"Rara nggak boleh nangis kayak kemarin lagi, ya.." Ujar Ezar

"Kenapa? Kan Ezar yang buat Rara nangis kemarin" Rara bangun dari duduknya dan menatap Ezar yang masih terbaring.

"Karena kalau Rara nangis, di bagian sininya Ezar rasanya sakit," Ezar memegang dadanya.

"Kenapa? Ezar sakit apa emang? Kenapa sakitnya cuma pas ngeliat Rara nangis?"

"Nggak cuma itu aja, Ezar juga sakit pas liat mama nangis,"

"Waah, Ezar kayanya harus cepet-cepet periksa ke dokter deh, eh tapi kenapa tante nangis? Aku kira orang dewasa nggak pernah nangis," Rara mengerutkan keningnya, tak begitu memahami alasan dibalik semua itu. Ezar terbangun dan menundukkan kepalanya.

"Ezar nggak tau. Ezar cuma denger mama telponan sambil bilang kalau mama mau pergi dari sini sambil bawa Ezar," Setelah berkata demikian anak laki-laki itu tiba-tiba menangis dan hal itu membuat bingung teman perempuannya.

"Ezar jangan nangis, Rara juga ikut sedih jadinya.." Mata Rara mulai berkaca-kaca melihat Ezar yang sudah terisak.

"N-nanti kalau Ezar nggak b-bisa ketemu sama Rara lagi g-gimana? Ezar takuut,"

"Ezar kan masih bisa ketemu sama Rara, nanti kalau Ezar pindah sama Tante, Ezar tinggal main kesini aja kayak biasanya, trus nanti kita main bareng-bareng lagi kayak gini." Rara mencoba untuk menghibur Ezar dengan kata-kata polosnya.

"Berarti Ezar nggak perlu takut, kan? Ezar masih bisa ketemu Rara, kan?"

"Iyaa, kita kan nggak bisa dipisahkan,"

"Beneran yaa?"

Mereka hanyalah anak umur lima tahun yang belum paham dengan arti perpisahan mereka yang sebenarnya. Mereka tak memahami jika kepergian salah satu dari mereka membuat hubungan keduanya terputus. Tak lagi mengetahui kabar satu sama lain.

"Hmm gimana kalau kita buat janji?" Rara mencoba menawarkan sesuatu yang membuat Ezar lebih tenang lagi.

"Janji? Janji apa?" Ezar menatapnya bingung.

"Janji," Rara mengangkat jari kelingkingnya. "Janji kalau kita sudah besar nanti. Kita akan ketemu lagi di sini"

Rara pun segera meraih tangan kanan lawan bicaranya. Menuntunnya agar segera menuruti permintaannya.

"Oke, janji yaa" Ezar mulai tersenyum menuruti permintaan temannya itu.

"Janji! Harus! Di tepati!" Teriak keduanya bersamaan.

Bersamaan dengan itu, saat rona jingga mulai menajam. Dua orang wanita paruh baya datang, menjemput anak mereka.

Di bawah naungan pohon kenanga. Sinar jingga menerpa dedaunan, menghantarkan warna keemasan kepada empat orang yang tengah bercengkrama di sana.

Sore itu, kedua anak kecil itu tak menyadari, bahwa janji yang telah mereka ucapkan adalah awal dari janji-janji berkelanjutan yang mengawali perjalanan mereka.

~~õÕõ~~

.

.

.

Apa kabar teman-teman? Gimana hari-hari kalian?

Aku harap kalian selalu disertai hal-hal baik, ya

Cerita ini aku buat ulang untuk memeriahkan event pensi vol 1 dari Teori Kata Publishing.

Aku mohon doanya dari kalian agar cerita kali ini berjalan dengan lancar, yaa

Terimakasih, and..

See you next part😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro