Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Kilas Balik

Seperti biasa, Bunda hanya pulang saat waktu makan malam tiba. Makan malam kali ini pun tak jauh berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Hening. Tak ada percakapan khusus yang biasa ditemukan dalam keluarga yang harmonis. Hanya suara bergenting sendok bertemu piring yang menghiasi suasana makan malam kami.

Setelah selesai makan Bunda menyuruhku untuk tetap pada tempatku. Aku pun menunggu sampai Bunda menyelesaikan suapan terakhirnya. Entah apa yang akan dibicarakannya kali ini.

"Selesai kamu kelas sebelas kita pindah,"

Sejujurnya aku terkejut dengan perkataan Bunda yang langsung pada intinya. Tapi aku tetap mencoba tenang karena Bunda sama sekali tak menatapku saat mengatakan hal itu. Bunda mengatakan itu bukan semata-mata meminta persetujuan dariku. Bunda mengatakan itu sebagai perintah bahwa aku harus memenuhi keinginannya tersebut.

"Bunda mau buka cabang hotel baru di luar kota."

Ah.. Benar juga. Aku menyunggingkan senyum ketika menyadari satu kenyataan pahit tersebut. Bodoh sekali aku! Bagaimana bisa aku sampai melakukan prioritas Bunda yang satu itu. Aku pun menatap Bunda yang masih fokus pada klien-klien yang berisik di ponselnya. Lihatlah, bahkan saat bersama anak satu-satunya pun Bunda tak pernah melepaskan urusan bisnisnya.

"Iya, Bunda."

Mengiyakan kata-kata Bunda bukanlah masalah bagiku. Aku sudah terbiasa hiduo dengan mengiyakan semua kata-katanya. Jadi hal seperti itu sama sekali bukanlah hal yang sulit. Aku melihat Bunda yang mulai merapikan piring dan sendok makan malam kami. Aku berniat membantunya dengan ikut merapikan gelas yang akan dibawa ke tempat cuci piring. Tapi tatapan tajam Bunda menghentikanku.

"Pergi ke kamarmu dan belajar!"

Entah kenapa kalimat dingin yang sering diucapkan Bunda begitu menusuk, tak peduli Bunda telah mengatakannya seribu kali pun.

"Iya, Bunda."

Aku memutuskan untuk segera ke kamarku. Namun aku tak kunjung menuruti perintah Bunda untuk sekedar membuka buku pelajaranku. Selama ini meskipun aku tahu bahwa perintah-perintah Bunda begitu memberatkanku, aku sama sekali tak menolak keinginan tersebut. Alasannya mungkin cukup terbilang remeh, karena aku tak ingin memberatkan Bunda, bisa dibilang kalau aku mengorbankan kebahagiaan masa kecil dan remajaku hanya untuk memenuhi kebahagiaan Bunda.

Sebelum ayah pergi Bunda hanyalah Ibu Rumah Tangga biasa yang tidak ikut campur dalam urusan bisnis yang dikerjakan Ayah. Namun semenjak Ayah meninggalkan kami, Bunda mulai masuk ke dalam dunia bisnis. Ayah adalah anak tunggal yang merupakan satu-satunya penerus bisnis hotel keluarganya. Sedangkan pada saat itu, aku yang merupakan penerus utama dalam dunia bisnis itu masih sangat kecil, sehingga mau tak mau Bunda harus melanjutkan bisnis perhotelan ayah tersebut.

Bunda mulai belajar dari orang-orang terdekat Ayah. Bunda yang semula tak tahu apa-apa perihal bisnis, perlahan-lahan belajar tata cara mengelola keuangan dan segala hal yang berhubungan dengan bisnis Ayah tersebut. Perkembangan belajar Bunda terbilang cepat untuk ukuran pemula yang sama sekali tak pernah masuk dalam dunia bisnis. Namun tetap saja semuanya tak berjalan semulus itu. Saham dari perhotelan tersebut pernah menurun drastis selama hampir satu tahun, tapi lagi-lagi Bunda berhasil mengatasi permasalahan tersebut sedikit demi sedikit.

Bunda adalah atasan yang sangat di sukai sekaligus di segani oleh para bawahannya. Saat itu aku merasa Bunda adalah sosok yang keren karena dalam usia yang tidak bisa dibilang muda lagi, Bunda berhasil mempelajari hal-hal baru yang tak pernah dikuasai sebelumnya. Akan tetapi, dibalik sosok Bunda yang terlihat kuat, cekatan, dan terampil. Bunda menyembunyikan sosok lain dalam dirinya yang bahkan tak pernah ditunjukkannya kepadaku. Aku sangat tahu hal itu, dan karena itu pulalah aku memutuskan untuk menuruti setiap perkataan Bunda. Aku tak ingin membebani Bunda. Atau setidaknya aku ingin melihat senyum dari Bunda kembali. Bukan, bukan senyum palsu yang digunakan Bunda saat menyapa klien. Tapi senyum asli, senyum hanhat yang selalu Bunda berikan sebelum kepergian Ayah.

Ah.. Sial, tanpa aku sadari aku sudah meneteskan air mata sedari tadi. Aku mengusap kasar air mata yang masih terus turun tersebut. Tiba-tiba saja ponselku berdering di tengah itu semua.

Zigra

Nama itulah yang selalu muncul di saat-saat seperti ini. Aku benar-benar tak tahu lagi harus mendeskripsikan sosok Zigra seperti apa. Zigra seperti seorang yang bisa membaca pikiranku. Dia selalu datang di saat-saat aku membutuhkan teman untuk bercerita, atau sekedar menemani untuk menghabiskan malam yang penuh kesunyian seperti hari ini.

"Halo!"

Entah kenapa aku sudah merasa terhibur hanya dengan mendengar suara beratnya itu.

"Iya, halo!"

Jawabku sembari tersenyum, meskipun aku tahu kalau dirinya tak bisa melihat senyuman itu saat ini.

"Kamu sakit?"

Oh, apakah suaraku saat ini terdengar aneh?

"Nggak, kok, sehat-sehat aja,"

"Syukurlah kalau begitu, kamu gapapa? Mau aku kesana?"

"Nggak, nggak usah, udah malem, kamu tidur aja,"

Jelas saja aku menolak permintaannya itu. Lingkungan tempat tinggal kami bukanlah lingkungan yang bebas dari bisik-bisik tetangga. Jika saja Zigra benar-benar nekat melakukan hal itu. Besoknya sudah dapat dipastikan gosip apa yang menyebar dikalangan ibu-ibu komplek.

"Sahara,"

"Hmm,"

"Kok hmm?"

"Iya, sayaaang, kenapaa? Hmm?"

Aku mendengar suara tawa kecilnya dari seberang telpon. Suara tawa indah yang selalu aku rindukan setiap hari.

"Jangan pernah ragu untuk jadiin aku sebagai sandaran buat kamu, apapun itu kamu bisa pergunakan aku, dimanapun dan kapanpun kamu butuh,"

Aku terdiam sejenak mendengar penuturannya itu. Zigra, sepertinya aku bukan hanya suka padamu. Sepertinya aku telah begitu lama merindukan perasaan seperti ini sehingga dengan mudahnya aku hanyut dalam permainan kasih sayangmu.

"Iya, kamu juga jangan pernah ragu untuk melakukan hal itu sama aku,"

Lagi-lagi aku mendengar suara tawa kecilnya. Suara beratnya itu terdengar semakin lirih.

"Kok malah ketawa, sih! dijawab atuh!"

"Iyaa, sayaaangg,"

"Gitu dong"

Zigra kembali tertawa, sebelum akhirnya keheningan mengelilingi percakapan kami berdua. Beberapa menit lamanya hingga Zigra kembali bersuara.

"Ara.. Aku ngantuk,"

"Yaudah cepetan tidur,"

"Nggak mau, nanti kalau Zigra tidur yang nemenin Ara siapa?"

"Cepet tidur, ihh, kamu ngomongnya udah ngelantur kayak gitu,"

Bisa-bisanya dia masih memikirkanku disaat otaknya sudah tak lagi memproses dengan baik. Ara adalah panggilan Zigra untukku disaat dia sudah berada di alam bawah sadarnya.

"Nggak ma--"

"Aku matiin dulu telponnya,"

Sebelum panggilan itu tertutup sempurna aku masih bisa mendengar suara Zigra yang merengek memintaku untuk tidak menutup telponnya. Aku tertawa kecil ketika membayangkan ekspresi Zigra saat mengucapkan kalimat-kalimat manis tersebut. Pasti sangat lucu. Aku baru tahu sosoknya yang seperti ini ketika hubungan kami telah berjalan selama sebulan. Zigra bukanlah seoranh yang melakukan hal semacam itu disekolah, jadi tak banyak yang tahu tentang sosoknya yang seperti ini. Ah.. Mungkin bukan hanya tak banyak yang tahu, tapi hanya aku yanh tahu sosok lain dari dirinya itu.

Ah, benar, bisa-bisanya aku melupakan suatu hal yang baru saja dibicarakan Bunda saat makan malam tadi.

Jika Bunda bilang kalau kita akan pindah, itu berarti bahwa sebentar lagi aku harus mempersiapkan diri untuk melepas Zigra. Lagi, selalu saja seperti ini. Kebahagiaanku yang tak seberapa ini akan hilang begitu saja dengan mudahnya. Aku tak mungkin mempertahankan hubungan kami yang bahkan belum pasti ini. Aku tak bisa mengorbankan Zigra untuk terus bersamaku di saat jarak antara kami begitu sulit untuk dipertemukan. Tapi disisi lain aku juga tak tahu harus bagaimana untuk memutus hubungan kami yang telanjur mendalam ini.

Zigra, aku harus bagaimana?

~õÕõ~

.

.

.

Nyengir kan kalian pas scene telponan?😌

Canda dikit, hehe

Gimana untuk part kali ini?
Kalian bisa tulis pendapat kalian di kolom komentar, ya..

Btw, dapat salam dari Zigra

Good night😎

Thanks for reading, and..

See you next part😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro