Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. First Kiss

Dia tersenyum hingga aku dapat melihat matanya yang besar itu ikut mekengkung karena senyuman manisnya.

"Pohon kenanga."

Kenanga, ya? Aku memerhatikan lukisan itu kembali dengan lebih seksama. Aku merasakan berbagai macam perasaan bercampur menjadi satu. Ada sedikit kerinduan, senang, sedih, dan mungkin... cinta?

Entahlah, aku tak begitu paham tentang seni.

"Kenapa?" Naveen ikut menunduk untuk melihat objek yang kini kulihat. Lantas menatapku. "Serem, ya? Pohon kenanga?"

Mata kami bertemu. Aku tersenyum dan menggeleng. "Nggak, kok."

Dia balas tersenyum padaku, dan mengusap pelan kepalaku. Aku baru tahu kebiasaannya mengusap rambut seseorang.

"Baru kali ini, ada yang bilang gitu." Naveen mengambil sebuah kursi yang masih tertutup di tempatnya itu, dan meletakkannya di depanku.

Badannya memang menghadap padaku. Tapi arah matanya itu seperti sedanh terhanyut dalam lukisan yang dibuatnya sendiri.

"Lucu, ya? Orang-orang itu gampang menilai sesuatu sembarangan, tanpa mencari tahu makna dari sesuatu yang mereka nilai." Naveen bergumam.

Kini, aku dapat melihat sisi dewasa Naveen yang sebelumnya tak pernah kulhat. Kukira Naveen hanyalah orang yang ceroboh dan petakilan. Tapi ternyata dia juga punya sisi yang seperti ini.

Ah, iya. Baru saja Naveen berkata seperti itu. Aku langsung tersadar bahwa aku adalah salah satu orang yang dimaksud Naveen. Kamu tidak salah Naveen. Hidup ini memang benar-benar sebuah lelucon. Jadi haruskah aku tersinggung sekarang?

"Kenapa ketawa?"

Dia tahu ternyata. Aku hanya tersenyum, tapi tak apa jika dia pikir itu adalah tawa.

"Nggak papa." Aku menjawab Naveen singkat. "Kenapa pohon kenanga?"

Naveen terdiam sebentar. Bibirnya yang cantik perlahan melengkung ke atas. Netra coklatnya tak beralih dari lukisan yang telah diselesaikan itu.

"Karena dia mirip gue."

Aku mengernyit bingung. Maksudnya apa? Kenapa pohon harus di samakan dengan orang? Ah, meskipun tak masalah jika di analogikan seperti itu. Tapi setidaknya tolong beri tahu secara jelas agar orang yang mendengarnya bisa memahaminya.

Dia beralih menatapku. Lalu kotak makan yang berada di pangkuanku. Dia menatapku dan kotak itu bergantian. Aku lupa! Karena terlalu asik memandangi lukisannya. Aku jadi melupakan makan siang yang diberikan Naveen.

"Kenapa nggak dimakan?" Naveen bertanya sinis.

Aku menunduk. "Ini dimakan, kok," Lirihku. Lantas segera menyendok makanan itu.

"Dihabisin."

Lagi-lagi setelah mengatakan itu dia mengusap kepalaku. Kenapa dia hobi sekali memegang kepala orang seperti itu?

Aku merasa tak enak karena makan sendirian. Sedangkan Naveen—pemilik asli dari makanan ini saja hanya duduk diam seraya nemperhatikanku. Memangnya aku anak kecik, sampai-sampai maka  saja harus diperhatikan, seolah takut kalau aku tak menghabiskan makanannya.

Karena itu, tanganku tiba-tiba bergerak sendiri demi menyuapkan satu sendok ke mulutnya. Aku hanya basa-basi saja saat melakukannya. Namun tak kusangka dia benar-benar membuka mulutnya untukku, dan memakan suapan itu dengan mulutnya.

"Kok di makan?!" Aku yang terkejut spontan meprotesnya. Aku berani bertaruh kalau kata-kata itu keluar sendiri dari mulutku tanpa sempat kupikirkan.

"Kan lo duluan yang nyuapin."

Yah.. Jawabannya itu memang benar, tapi tidak bisakah dia menolakku. Aku benar-benar malu sekarang karena telah melakukan hal itu tanpa sengaja.

"Tapi kan—"

Ah, sudahlah. Untuk apa aku berbicara padanya lebih jauh dari ini. Ujung-ujungnya pasti dia yang menjadi pemenang. Hanya membuang tenaga jika harus berdebat dengan orang ini.

Masalahnya adalah, sendok yang kugunakan untuk menyuapinya sama dengan sendok yang kupakai. Jadi apakah itu bisa dikategorikan sebagai... first kiss?

"Mau makan bareng?"

Aku jelas terbelalak karena Naveen mengucapkan hal seperti itu dengan entengnya. Seenaknya saja, aku bahkan belum pernah melakukannya dengan Zigra. Bagaimana bisa dia yang bukan siapa-siapa justru adalah orang yang mengambil first kiss-ku yang berharga—meskipun secara tak langsung.

Dia merebut sendok yang telah kuisi—bukan, itu tidak seperti merebut karena tanganku di biarkan masih memegang sendok tersebut. Sedang tangannya ikut memegang dan mengarahkannya ke mulutnya sendiri.

Lalu sekarang apa? Apakah aku juga ikut makan dengan sendok yang sama, atau berhenti saja? Belum sempat aku memutuskannya. Sendok itu sudah berada di depanku dengan berisi gundukan nasi yang lebih besar daripada porsiku biasanya.

Bisa-bisanya dia memberikan suapan sebesar itu pada perempuan. Meskipun tahu itu, mulutku tetap terbuka menyambutnya. Dasar! Mulut tidak bisa di ajak kompromi!

Naveen tertawa. Kencang sekali. Sampai rasanya gendang telingaku mau pecah karena mendengar suaranya yang menggema di ruang kosong ini. Benar-benar tawa psikopat!!

"MUKA LO KAYAK CIMOL!! WAKAKAKAKAK!"

Apanya yang lucu dari penderitaan seseorang? Aku seperti ini juga karena dirimu sendiri tahu! Aku ingin memprotesnya, tapi hal itu terhalang karena mulutku masih dalam keadaan penuh. Sehingga kakiku bertindak dengan menendang tulang keringnya.

"AKH!!"

Naveen merintih seraya mengelus-elus bagian tulang keringnya itu. Jangan salahkan aku. Salahkan saja dirinya yang telah berani menertawakanku.

"Kalau nendang kira-kira, dong! Jangan dibagian situ."

Setelah itu Naveen tak marah. Dia justtu tersenyum padaku.

"Enak, nggak?"

Aku mengangguk untuk menjawabnya. Kali ini aku tak bohong. Rasa masakan yang dia berikan memang sangat pas di lidahku.

"Syukur deh, kalau gitu. Kayaknya lo cocok jadi orang yang pertama kali menyicipi makanan gue."

Eh? Sebentar? Jadi maksudnya dia yanb membuat bekal sendiri? Wahh..., aku iri. Aku yang perempuan saja tidak begitu bisa memasak.

'Triiingg... Tringg... Tring...'

Aku dan Naveen saling bersitatap terkesiap. Bel berbunyi tiga kali, itu artinya jam istirahat telah usai. Tapi bagaimana caranya aku keluar dari tempat ini?

Naveen langsung berdiri. Dia mengambil ponselnya yang baru semula dia isi baterai. Aku menunggu reaksinya. Namun reaksinya itu sungguh-sungguh di luar perkiraan.

"Akh, sialan!!"

"Kenapa?" Aku ikut menghampirinya.

"Jaringan listrik di sini keliatannya juga rusak. Baterainya belum keisi sama sekali."

Mendengar itu aku langsung merebut ponsel Naveen dan mencoba untuk mengeceknya sendiri. Benar saja! Ponselnya sama sekali tak bisa di buka. Aku terduduk seraya memegang kepalaku frustasi. Aku harus mencari cara supaya bisa keluar dari sini.

Naveen berjongkok untuk menyamakan tingginya denganku.

"Kita pasti tetep bisa keluar. Gue bakal cari cara lain."

Bukan! Bukan itu masalah terbesarnya Naveen. Aku akan mendapatkan poin jika dianggap membolos seperti ini. Namun lebih daripada itu... aku takut dengan kata-kata yang dikeluarkan Bunda nanti.

Bunda memang tak pernah berteriak, tapi kata-kata yang keluar dari mulut Bunda itu sangat dingin dan menusuk. Sampai-sampai aku berpikir bisa mati membeku karenanya.

Kamu tidak tahu Naveen. Tidak akan pernah tahu perasaan seperti itu.

"Gue tahu."

Aku mendongak. Kata-kata yang di keluarkan Naveen selalu saja seperti ini. Seolah dia bisa membaca pikiranku.

"Gue tahu betul gimana perasaan lo sekarang. Jadi tolong..."

Entah karena alasan apa, aku hanya terdiam ketika tangan Naveen mulai meraih tubuhku perlahan, dan membawanya ke dalan dekapan yang hangat.

"... tolong tenang dulu."

Mungkin saat ini aku berpikir kalau pelukannya hanyalah usahanya untuk menenangkanku. Aku bisa mendengar suara ritme detak jantung Naveen yang beradu.

Jadi apakah hal itu masih bisa di sebut dengan pelukan untuk menyampaikan ketenangan saja?

~õÕõ~

.

.

.

Nahh, kan? Bibit-bibit perasaan mereka udah mulai muncul, deh🤧

Aku mau nanya dikit nih ke kalian, kalian tim mana?

1. Zigra+Sahara : Zigra

2. Naveen+Sahara : Navra

3. Ezar+Sahara : Ezra

Komen, yaa?

Btw, sejujurnya aku nggak nyangka kalau cerita ini bakalan ada scene ini. Karena selama ini aku nggak ngerencanain cerita aku, dan iya, cerita ini mengalir begitu aja.

Jadi aku minta maaf banget, kalau sekiranya cerita ini kurang nyambung😥

Terimakasih untuk dukungannya, jangan lupa tinggalkan jejak bersejarah kalian di sini juga, yaa

See you next part🥰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro