Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25

Danil dan Dolgan pergi ke kantor polisi. Berjalan cepat dan langsung mendobrak pintu ruangan Perwira Tegar. Begitu Dolgan melihat Perwira Tegar, dia langsung tersenyum.

"Selamat siang, Perwira." Dolgan menyapanya.

"Kau--? Apa yang kau lakukan di sini?" Perwira Tegar bangun dari duduknya.

"Ingin sebuah permainan?" tawar Dolgan.

Danil menahannya dengan cepat, "Jangan membuat keributan di sini, Guru."

"Cukup lihat saja, Danil, akan ada sebuah pertunjukkan tak lama lagi. Bagaimana Perwira, kau menerima tawaranku?"

"Aku tak punya waktu untuk mengikuti permainan konyolmu itu." Perwira Tegar menolaknya.

"Atau, akan kuceritakan semua hal bodoh yang kau lakukan di masa lalu?" Terlihat, Dolgan sedang mengancamnya dengan sesuatu di masa lalu.

"Cih, dasar pecundang. Apa tak ada cara lain untuk membujuk seseorang selain dengan mengancamnya?"

"Antara 'Ya' dan 'Tidak'."

"Baiklah. Katakan, permainan apa yang kau maksud itu?" Perwira Tegar langsung to the point saja.

"Cukup mudah, coba tebak, apa yang dimasukkan oleh seseorang di laci kanan bawahmu."

"Apa?" Perwira Tegar nampak penasaran. Dia menatap laci kecil yang dimaksud Dolgan barusan.

"Waktumu dua puluh detik. Jika kau salah, akan kuceritakan semuanya." Dolgan tersenyum kecil.

"Sialan! Ternyata, dari awal kau memang berniat untuk menceritakannya ya."

Merasa bingung, akhirnya Danil angkat bicara, "Apa yang kalian bicarakan dari tadi? Aku sama sekali tak mengerti."

"Ah, itu, hanya masa lalu kelam biasa. Kau akan tahu semuanya setelah sepuluh detik lagi, Perwira."

"Kau ... menyembunyikan pistol."

"Salah," jawab Dolgan cepat. Dia berjalan dan membuka laci yang ternyata tak dikunci itu dan mengambil amplop coklat berisi sesuatu seperti tumpukan itu. "Ini."

"Apa itu?" tanya Danil.

"Bukalah." Dolgan melempar amplop itu dan Danil menangkapnya dengan sempurna.

Tanpa pikir panjang, Danil langsung membuka amplop itu, dia mengeluarkannya barang itu dan ternyata itu adalah pil yang sama saat Danil berada di warnet tersebut.

"Aku pernah meminum obat ini, beberapa hari kemarin," kata Danil setelah menunjukkan obat itu kepada Dolgan dan Perwira Tegar.

"Tidak mungkin. Obat ini baru disita beberapa jam yang lalu." Perwira tak percaya. "Bagaimana mungkin kau sudah meminumnya beberapa hari yang lalu, Danil? Kudengar, obat ini sangat berbahya dan mematikan."

"Memang benar. Saat aku menelannya, saat itu juga jantungku langsung berhenti dan tekanan darah langsung menuju ke otak, sehingga aku tak bisa bergerak sama sekali."

"Lantas, bagaimana kau bisa baik-baik saja sekarang?"

"Tanyakan saja pada Sela. Dia yang menyelamatkanku, aku bahkan ingin berterima kasih lagi kepadanya."

Dolgan mengambil obat itu di tangan Danil. "Kalo begitu, kami yang akan mengambil narkoba ini."

"Tidak bisa. Itu ilegal dan penduduk biasa tak di perbolehkan untuk menyimpan atau memilikinya."

"Diamlah, Perwira. Aku masih berbaik hati masih menutup mulutku ini, karena kau sudah salah menebak."

"Tetap saja, kalian tidak boleh--"

"Perwira Tegar, tolong ijinkan kami untuk memeriksanya." Danil membungkuk seperempat putaran. Danil amat penasaran dengan obat ini.

Melihat Danil sampai melakukan hal itu, Perwira Tegar tak tega dan akhirnya memperbolehkannya. "Tolong, laporkan semua informasi yang kalian dapatkan nanti."

"Tentu saja, Perwira. Kalau begitu, kami ijin pergi dahulu." Danil memberi salam, sebelum akhirnya pergi keluar.

Dolgan menatap Perwira dengan tatapan yang terlihat kecewa, lalu dia menyusul Danil.

Begitu mereka semua pergi, akhirnya Perwira Tegar menghembuskan napas lega. Dia bisa duduk tenang sekarang. Untunglah, Dolgan tak membocorkan rahasia yang selama ini dia sembunyikan dari Danil.

"Bagaimana Guru bisa tau jika ada pil ini dalam laci Perwira?" tanya Danil setelah agak jauh dari kantor polisi.

"Sudah kubilang, Danil, potongan-potongan sudah lengkap, aku akan menceritakan semuanya setelah bertemu dengan Nadi nanti."

"Lalu, apa yang akan Guru lakukan sekarang?"

Dolgan menatap Danil. "Apa lagi, tentu saja memeriksa Zat apa saja yang terkandung di dalamnya. Kau bilang, jantung berhenti dan seluruh tekanan darah berpindah ke otak, itu semua adalah reaksi kimia dari bahan ini. Sebab itu, aku ingin memeriksanya."

"Perlukah aku menemani, Guru?"

"Pertanyaan yang bagus. Tidak perlu, raut wajahmu yang berpikir macam-macam malah akan mengacaukan penelitianku nanti. Untuk sekarang, lebih baik kau cari Andini sekarang. Karena ... dia sedang menyamar lagi."

"Lagi?" Danil membeo.

"Pikirkanlah ini, pekerjaan yang sangat sulit di dapatkan, tapi siapa saja bisa mendaftar di pekerjaan itu. Taksi!" Dolgan melambaikan tangannya.

Danil hanya diam saja di pinggir jalan.

Sebelum Dolgan masuk dia berkata, "Temukan dia dalam dua jam ke depan, jika ingin tau apa yang aku bicarakan dengan Perwira tadi."

Dolgan pergi dengan taksi yang di naikinya barusan. Danil hanya memandang taksi itu yang perlahan-lahan menjauh dan hilang di balik gerombolan kendaraan lainnya.

"Huh, bahkan setelah misi terakhir, masih ada misi lainnya. Pekerjaan yang sulit di dapatkan, tapi siapa saja bisa mendaftar? Kira-kira apa?" Danil menghembuskan napas berat.

Jika tak ada Clue, mustahil rasanya menebak pekerjaan apa itu. Dolgan memang benar-benar sosok penerus dari Sherlock Holmes. Tidak jelas dan semaunya saja.

***

"Terima kasih sudah berbelanja di tokoh X."

Kasir itu memberikan uang kembalian dan struk pembelian kepada Danil. Dia baru saja membeli beberapa minuman dan makanan ringan untuk menemaninya berpikir. Dari tadi dia terus memikirkan ucapan terakhir Dolgan.

Tunggu dulu, dia memang penasaran dengan apa yang Dolgan bicarakan dengan Perwira Tegar, tapi dia tak harus untuk bersikeras tau, kan? Bisa saja, yang mereka bahas itu hanya masalah sepele dan tak penting sama sekali.

Danil duduk di salah satu meja dekat tokoh tersebut dan meneguk minuman yang ia beli tadi. Rasa jeruk itu sungguh menyegarkan kerongkongannya yang sudah agak kering itu. Tak lama, dia membuka bungkus kacang yang tak sengaja Danil beli tadi.

Danil melempar kacang ke udara dengan sigap dia mendongak, dia menyesuaikan mulutnya dengan jatuhnya kacang tersebut dan hap, Danil berhasil memasukkan kacang itu ke mulutnya.

Permainan sederhana dengan kacang tadi sungguh memberikan rasa lega untuk Danil. Sekarang dia lebih tenang dan bisa berpikir dengan jernih. Perlahan-lahan, Danil mulai menganalisis ucapan Dolgan barusan.

Pekerjaan yang sulit.

Mungkinkah yang di maksud Dolgan itu semacam kerja berat di bangunan, atau, pekerjaan yang merepotkan? Tapi, tidak mungkin kan, seorang wanita menyamar menjadi seorang kuli? Penyamarannya terlalu beresiko. Bermacam-macam bahaya akan mengintainya. Jadi itu tidak mungkin.

Berarti, pekerjaan yang merepotkan. Kira-kira apa? Apa pekerjaan yang merepotkan untuk seorang wanita? Sales? Ya, sepertinya pekerjaan itu sangat merepotkan. Terlebih lagi, harus ke sana kemari untuk menawarkan produk perusahaan.

Kemungkinan lainnya adalah....

Danil tak sengaja melihat dua pegawai sedang mengobrol di meja kasir, tak lama, sang kasir pertama pergi dan digantikan oleh pegawai lainnya.

Apa mungkin, pekerjaan yang merepotkan lainnya itu ... kasir?

Tidak, tidak. Apa susahnya menjadi seorang kasir? Seperti yang Danil lihat, kasir itu hanya berdiri tegap di depan komputer dan menyambut para pelanggan yang datang dengan senyum lebar mereka.

Danil menghembuskan napas panjang. Memikirkan hal itu tanpa petunjuk benar-benar membuat otaknya menjadi berbelit-belit. Terlalu banyak dugaan yang terjadi. Danil meneguk minumannya lagi.

Dia melihat jam, sudah satu jam dia di sana. Tinggal satu jam lagi dari waktu yang di tentukan Dolgan. Sebenarnya Danil tak begitu peduli dengan imbalan Dolgan, tetapi dia menjadikan ini sebagai tantangan untuk dirinya sendiri.

"Yosh! Aku harus berpikir lebih keras lagi."

Tak lama setelah Danil berkata seperti itu, dia teringat kalau cucian di rumahnya menumpuk bagaikan gunung Krakatau. Seandainya saja dia memiliki pembantu yang mau repot-repot untuk mengurus semua keperluan---

Tunggu, bukankah itu adalah hal yang sangat cocok dengan apa yang Dolgan maksud? Pembantu, iya! Jawabannya adalah seorang pembantu. Pekerjaan yang merepotkan tapi hampir semua wanita bisa menjadi pembantu. "Binggo, Guru. Aku sudah mendapatkan jawabannya."

Danil segera meninggalkan tempat itu dan pergi ke rumah Dolgan. Dia ingin segera memberitahu Dolgan kalau dia sudah mendapatkan jawaban atas teka-teki darinya.

Tak butuh waktu lama untuk Danil tiba di rumah Dolgan. Dia mengetuk beberapa kali dan segera masuk. Begitu dia masuk, terlihat Perwira Tegar duduk di bangku yang biasanya dipakai untuk kliennya. Sedangkan Dolgan duduk santai di Sofanya.

"Perwira Tegar?" tegur Danil sedikit terkejut.

Perwira Tegar menoleh, dia mendongak. "Oh, Danil."

"Ada perlu apa kemari?" tanya Tegar.

"Bukannya aku yang seharusnya menanyakan hal itu?"

"Ah, iya, tentu saja. Aku orang asing bagi kalian, kan? Kalau begitu, aku pergi dulu. Kita lanjutkan lain kali, Dolgan. Kuharap kau menepati apa yang barusan kau katakan."

Setelah mengatakan hal itu, Perwira Tegar bangkit dan segera pergi dari sana. Danil segera duduk di tempat Perwira Tegar tadi.

"Apa yang Guru bicarakan dengannya?" tanya Danil seusai duduk.

"Ehm, hanya masalah biasa. Ngomong-ngomong, kau sudah menemukan jawabannya, kan?" Dolgan mengalihkan pembicaraan.

Danil sedikit kecewa dengan pengelekan Dolgan barusan. "Huh, iya. Aku sudah tau jawabannya."

"Kau yakin?" Dolgan memandang lurus Danil. Wajahnya terlihat serius.

"Iya." Danil menjawabnya dengan mantap.

"Apa jawabannya?"

"Pembantu rumah tangga," jawab Danil mantap.

Dolgan tersenyum tipis. "Salah."

Danil terkejut dengan jawaban Dolgan barusan. "Apa Guru, salah? Pembantu adalah jawaban yang paling tepat menurutku."

"Jawabannya adalah kasir, Danil."

Danil tertegun. "Bagaimana Guru tau?"

"Sederhana saja, Andini seorang wanita muda, penyamaran selanjutnya yang cocok untuknya adalah menjadi wanita kasir. Seharusnya kau sudah tau cara mainnya begitu dia menyamar menjadi seorang pelayan."

Begitulah cara pikir seorang penggila Sherlock Holmes. Seperti yang tercantum dalam salah satu Novel yang berbunyi “Kau hanya melihat, sedangkan aku menganalisis.”

Entah bagaimana caranya dia menerapkan otaknya agar bekerja sesuai dengan Novel tersebut. Danil saja masih mengherankan hal tersebut.

"Jadi, apa yang kali ini akan dia lakukan?"

"Tentu saja untuk menangkap korban selanjutnya."

"Siapa korban selanjutnya?"

Dolgan tersenyum lebar. Membuat rasa penasaran Danil langsung meningkat seketika.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro