16
Danil memutuskan untuk kembali ke tempatnya semula. Danil berniat untuk menyembunyikan apa yang terjadi barusan. Menurut Danil, masalahnya dengan Si Teror ini bukan saatnya untuk di hadapi murid-muridnya. Bila saatnya telah tiba, Danil akan menceritakan semuanya dan akan melibatkan mereka.
"Bagaimana Guru?" tanya Adit begitu Danil duduk ditempatnya.
"Ha? Bagaimana apanya?" tanya balik Danil tak mengerti.
"Jujur saja, yang nelpon tadi Kak Sela, 'kan?" Adit menebak dengan nada menggoda.
"Kak Sela? Kenapa juga dia harus meneleponku?"
"Tentu saja untuk meminta bantuan Guru." Adit tertawa cekikikan.
"Sudah, lebih baik kalian makan makanan yang kalian pesan ini. Keburu dingin ntar." Danil kembali melihat-lihat isi handphonenya.
"Oke, Guru."
"Oh iya, besok 'kan Senin, jadi kalian bisa datang di atas jam sembilan."
"Kenapa begitu, Guru?" Sekarang giliran Haris yang bertanya.
"Karena kalian akan memiliki jadwal datang dan pulang, seperti kerja. Aku tak mau di omeli orang tua kalian hanya karena jadwal kerja yang tak menentu."
"Terima kasih, Guru."
Dengan tiba-tiba, Adit menanyakan hal yang bodoh. "Guru bilang mau menyelidiki kasus terakhir, kapan hal itu akan Guru selidiki?"
"Kau tak menyadarinya?" tanya Danil.
Adit menggeleng.
"Begini, akan kusingkat kasus ini. Pertama, kita sudah menyelidiki kasus terakhir itu sejak pembunuhan Wina kemarin. Kalian tau, Wina adalah seorang pelayan di pesta kematian Adikku. Sedangkan penguntitnya, adalah tersangka kasus adikku tiga tahun lalu. Tapi, semua kemungkinan mereka adalah pelaku dari pembunuhan adikku sirna saat Wulan terlibat."
Adit dan Haris berhenti makan dan mereka menyimak dengan baik. Mendengarkan sebaik mungkin.
Danil melanjutkan penjelasannya, "Dan sekarang, kasus mayat dalam warnet itu, memiliki sayatan yang sama dengan mayat Wina. Menurut kalian, apakah keduanya merupakan pelaku yang sama?" Danil melontarkan pertanyaan.
"Tentu saja, Guru," kata Adit.
"Sepertinya, iya." Tambah Haris.
"Jawabannya ada dua. Pertama, hal yang paling banyak diperkirakan orang, ya benar sekali, pelakunya pasti seorang pembunuh berantai. Dan yang kedua, pembunuhan peniru. Dia biasanya akan meniru gaya dari pembunuh terkenal. Alasan klasiknya adalah mencari sensasi, psikopat, dan hanya iseng. Pembunuh berantai dan peniru hanya memiliki perbedaan yang tipis. Jangan sampai kalian salah menebak. Saat hasil forensik mayat keluar nanti, akan kutunjukkan perbedaan kecil mereka."
"Kapan itu, Guru?"
"Dua hari ke depan. Sekalian juga aku akan menentukan jadwal kerja kalian. Kontrak kita hanya sampai kasus adikku terpecahkan. Selebihnya akan kita bicarakan lagi, oke?" tanya Danil.
Karena mereka tak mengerti soal kontrak kerja, mereka hanya mengiyakan saja.
***
Perut Adit sudah membesar beberapa centimeter sekarang. Saking kenyangnya sampai Adit sedikit susah untuk berjalan. Sementara Danil membayarkan sejumlah uang kepada pelayan warung itu. Setelah membayar, Danil langsung menyusul Adit dan Haris.
"Bagaimana? Puas?" tanya Danil dari belakang.
"Benar-benar puas, Guru. Sekarang pengen tidur secepatnya."
"Tidak boleh!" larang Danil cepat, "kau akan cepat gemuk dan akan ada beberapa masalah pada pencernaanmu. Usahakan tetap beraktivitas sekitar satu jam setelah makan."
"Tapi, Guru, aku benar-benar-- Uaaa!" Adit menguap.
"Basuh wajahmu dan minum kopi saat tiba di rumah nanti, aku ingin kalian berdua mengecek beberapa berkas sebentar. Setelah itu, kalian boleh tidur siang."
"Baiklah-baiklah, aku basuh wajah dulu sebentar." Adit pergi ke pinggir warung itu, karena ada keran di sana. Adit segera memutar kerannya dan air deras langsung keluar.
Airnya begitu menyegarkan, ditambah suasana angin lembut yang datang. Rasanya benar-benar nikmat. Ditengah kenikmatan itu, secara tak sengaja Adit melihat sesuatu yang berkilauan di parit, tanpa pikir panjang Adit mengambilnya dan itu adalah sebuah kalung berlapis emas.
"Wih, bagus juga nih kalung. Kalo gue jual, kira-kira laku berapa ya?" Adit bicara pada dirinya sendiri. "Ya udahlah, tanya Guru aja. Pasti Guru tau harganya."
Adit segera kembali dan terlihat Danil yang sudah perlahan masuk ke dalam taksi. Dengan cepat, Adit menghampirinya dan menahan taksi itu.
"Guru mau meninggalkanku?" tanya Adit sedikit terengah-engah.
Haris tersenyum kecil melihat Adit.
"Kata siapa?" tanya balik Danil.
"Ini--"
"Sudah, naik saja. Sebelum kau benar-benar aku tinggalkan."
"Baik, Guru."
***
Mereka telah sampai di rumah Danil, rumah yang sedikit kotor karena jarang dibersihkan. Selain itu juga, rupanya Danil lupa menyiram tanamannya hari ini. Bunganya sedikit layu. Adit yang melihat itu, langsung mengambil penyiram tanaman berwarna hijau itu, dan mengisinya dengan air.
Setelah penuh, langsung disiramnya bunga-bunga itu. Danil dan Haris yang melihatnya hanya memperhatikan saja tingkah aneh Adit barusan.
"Apa yang kalian lakukan? Ayo Haris, Guru, cepat siram tanaman ini," kata Adit.
"Dit, siapa sih yang nyiram bunga tengah siang bolong kek gini?" balas Haris.
"Eh?" Adit berhenti menyiram tanaman.
"Sudahlah, katamu tadi mengantuk. Ayo, segera ke dalam dan kerjakan satu tugas selepas itu kalian boleh tidur," perintah Danil.
"Oke, Guru."
Adit meletakkan penyiram tanaman itu di dekat pot dan segera menyusul Danil dan Haris. Begitu masuk, Danil segera memeriksa berkas yang dibawakan Sela kemarin. Dia membolak-balik kertas itu dan mengangkat satu berkas.
Danil memeriksa isinya dan memang benar itu adalah berkas yang dia cari. Danil langsung menyerahkan berkas itu ke Adit dan Haris.
Secepat kilat juga Adit membuka lembaran pertama dari berkas itu. Halaman pertama, tertulis tema “jenis-jenis metode pembunuhan yang sering digunakan para penjahat”.
"Guru, ini maksudnya--"
"Benar sekali." Danil menjawab dengan cepat. "Pelajari berkas itu, setelah setengah jam, akan kutanya kalian. Dan juga, berkasnya hanya ada satu karena bersifat pribadi. Jadi, jangan sesekali kalian ingin mencopy-nya," kata Danil sedikit tegas.
Keduanya mengangguk mengerti. Setelah Danil pergi dari ruang itu, Adit segera membuka halaman berikutnya dan membacanya.
A. Membunuh dengan racun.
“Metode pembunuhan kali ini sangat jarang terjadi. Biasanya, pelaku akan segera tertangkap begitu korban sadar. Makanan terakhir yang korban makan akan di periksa dan dijadikan bukti. Biasanya, pelakunya adalah kenalan korban.”
Di sana terpampang gambar cangkir kopi dengan tangan yang hendak mengangkatnya.
B. Membunuh dengan pisau.
“Jika pelaku masih amatir, pisaunya akan segera terlacak dalam beberapa hari saja. Berbeda dengan pelaku yang merupakan seorang dokter atau sejenisnya. Mereka akan menghilangkan bukti itu sampai hangus.”
Adit langsung memalingkan wajahnya dari berkas itu. Bukan karena apa, dia hanya merasakan kantuk yang terasa sangat berat. Adit mencoba merebahkan tubuhnya di sofa panjang itu dan dalam beberapa detik saja dia langsung tertidur.
Sementara Haris melanjutkan bacaannya.
C. Membunuh dengan cara dicekik sampai tewas.
“Seperti judulnya, metode pembunuhan ini adalah yang paling kejam. Jika pelakunya amatir, dia akan langsung mencekik korban dengan kedua tangannya. Berbeda dengan pelaku yang sudah ahli, dia akan menyiapkan kabel pendek dan melilitkannya pada korban sampai tewas.”
Haris merinding ngeri. Membacanya saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri. Masih ada tiga metode lagi, tetapi Haris memutuskan untuk tidur juga. Entah kenapa mendengar dengkuran halus Adit membuatnya ingin tidur secara perlahan.
Di lain tempat, terlihat Danil yang duduk di kursi goyang sambil memakai headset di kedua telinganya dan sedang membaca buku warna putih polos.
Danil sedang mendengarkan lagu, Someone You Love dari Lewis Capaldi. Lagu itu baru beberapa tahun rilis dan sudah ditonton lebih dari 100 juta orang, di media YouTube.
Buku yang sedang dibacanya sebenarnya adalah buku cerita Sherlock Holmes. Buku itu limited edition karena memiliki tanda tangan, yang katanya langsung dari pencipta Sherlock, Sir Arthur Conan Doyle.
Danil membuka halaman selanjutnya, tapi, Danil teringat dengan tugas yang dia berikan pada kedua muridnya itu. Danil melirik arlojinya dan astaga, sudah lewat dua jam dari jam seharusnya.
Dengan cepat, Danil melipat ujung kertas untuk menandai, dan segera menutup bukunya. Danil melepas headset dan segera beranjak dari duduknya menuju ruang Adit dan Haris.
Begitu sampai di ruangan itu, nampak Haris yang duduk di sandaran sofa, sedangkan Adit melintang di sofa panjang.
"Sudah tidur ternyata," kata Danil, dia terlihat senang melihat kedua muridnya itu tidur dengan gaya masing-masing.
Telepon Danil berbunyi, saat Danil melihatnya, terpampang nama Sela dalam kontaknya. Dengan segera Danil mengangkatnya.
"Halo?"
"Halo, Danil. Tadi kudengar kamu mau ikut kasus mayat di warnet itu, 'kan?" tanya Sela. Dia sedang di kantor polisi sekarang.
"Tapi gajimu akan--"
"Tak usah dipikirkan. Aku sudah memikirkannya terlebih dahulu sebelum menelponmu. Jadi, bagaimana, kau mau?" tanya Sela kembali.
"Baiklah. Aku akan ikut dalam kasus kali ini. Semoga saja timmu tak menggangguku kali ini."
Sela tersenyum mendengarnya. "Akan kuberitahu mereka nanti. Sekarang, bisa kau datang ke sini? Ada yang tak bisa kubicarakan lewat telepon."
"Apa itu hal penting?"
"Tergantung. Kamu akan tau begitu mendengarkannya nanti."
Sela sengaja membuat Danil penasaran. Jika tidak begitu, biasanya Danil akan langsung menolak.
"Baiklah, baiklah. Aku segera ke sana sekarang."
Danil mematikan teleponnya dan menyimpannya kembali. Danil kembali menatap kedua anak muridnya, dia memikirkan sesuatu, tapi akhirnya menutup pintu pelan dan segera menyusul Sela di kantornya.
***
Tak butuh lama untuk Danil segera datang ke kantor Sela. Seperti biasa, dia menggunakan taksi online yang bisa di pesan dengan handphone saja.
"Apa sesuatu itu, Sela?" tanya Danil begitu sampai di ruangan Sela. Di sana, terlihat dua orang tim Sela yang memandang sinis Danil.
Hubungan mereka memang tidak baik sejak awal. Perihal mereka membenci Danil hanya karena kandasnya hubungan antara Danil dan Sela saja. Ketiganya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyatukan Danil dan Sela kembali, tapi sia-sia.
"Jaga jarak dengan Ketua Sela. Jaraknya lima meter," kata Putri. Dia perempuan berumur 25 tahun yang sedikit emosian, mudah tersinggung dan hobi marah-marah.
"Benar itu. Kalo hanya ingin mematahkan hati Ketua Sela lagi, lebih baik untuk segera pergi dari sini." Bagas ikut menambahi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro