Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10.

"Coba lagi, Dit," kata Haris.

Mereka sudah berkali-kali memencet tombol bel, tapi tak kunjung dibuka juga pintunya. Adit memencet bel-nya lagi, masih tak ada respon juga.

"Masih sama, Ris. Apa jangan-jangan, Guru gak ada di rumah?" kata Adit lelah menunggu.

"Lalu, jika dia tak di rumah, kemana dia pergi?" Haris balik bertanya.

"Entah." Adit mengangkat bahunya.

Kemudian, terlintas sesuatu di kepala Haris. Dia memperhatikan sekitar, jika saja ada yang aneh dengan rumah ini. Sesuatu yang tidak pada tempatnya, perubahan yang terjadi antara hari ini dan kemarin.

Haris berjalan-jalan di sekitaran rumah, masih memperhatikan sekitar. Tak mengerti dengan apa yang dilakukan Haris saat ini, Adit hanya mengekorinya dari belakang.

"Ris, lo lagi ngapain? Mau masuk lewat jendela ya?" tebak Adit dibelakang.

"Ya gak mungkinlah, Adit. Jendela setinggi itu siapa juga yang mau panjat."

"Lah, terus, lo ngapain liat sana-sini dari tadi?"

Haris menoleh dan menjawab, "Nyari petunjuk."

"Mau lomba lagi? Siapa tau gue menang. Hehe!" Adit menantang Haris.

"Karena lo yang nantang gue, jadi gue yang nentuin peraturannya. Oke?"

"Oke." Tanpa pikir panjang Adit setuju.

"Peraturannya, siapa yang bisa membuat teori atas menghilangnya Guru hari ini, adalah pemenangnya. Misalnya, lo menteorikan bahwa Guru pergi ke suatu tempat dan pas Guru balik nanti benar, maka lo adalah pemenangnya. Bagaimana? Ada yang ingin di tanyakan?" tanya Haris setelah menjelaskan peraturannya.

"Ada berapa banyak teori yang bisa kita buat?"

"Untuk membuat keseruan dalam permainan, jadi, teorinya hanya satu saja."

"Sip." Adit memberi jempol atas pada Haris.

"Waktunya cuma sepuluh menit ya. Lewat dari itu, kita harus mendeskripsikan teori kita sejelas mungkin."

"Oke. Ayo, mulai, Haris!"

Mereka berdua berpencar berlawanan arah. Adit ke samping rumah, sedangkan Haris mencari di sekitar lapangan depan rumah, dia mencari di sekitaran pot bunga. Adit mencatat hal yang dia curigai, sedangkan Haris memberi tanda pada benda yang ia curigai.

Sepuluh menit telah berlalu. Mereka kembali pada titik awal. Tersenyum sombong pada lawan pandangnya.

"Bagaimana, Ris? Lo udah siap menerima kekalahan hari ini, 'kan?"

"Kita liat aja nanti, Dit."

"Jadi, siapa diantara kita ingin mengeluarkan teori duluan?"

"Silahkan kalau mau duluan," kata Haris mempersilahkan.

"Baiklah. Teori akan segera gue mulai. Sebagaimana kita tahu, Guru adalah orang yang tidak terlalu aktif dan suka bergaul. Jadi, gue beranggapan kalau Guru sedang mengerjakan sebuah kasus yang sangat mendesak. Saking mendesaknya, sampai tidak bisa menunggu kedatangan kita. Dia pergi ke tempat kasus itu dan akan segera pulang siang nanti untuk mandi atau makan siang di rumahnya ini. Jadi, kita hanya perlu menunggu sampai siang nanti."

Selesai, Adit bernapas lega setelah mengeluarkan teori singkatnya itu.

"Maaf, Dit. Boleh gue komentari teori lo barusan?" tanya Haris.

"Eh? Ehm, tentu."

"Kesalahan pertama teorimu, menganggap bahwa guru tidak terlalu aktif. Gue bisa membuktikannya dengan peristiwa beberapa hari yang lalu. Tepatnya, saat kita menerima kasus kematian itu. Bisa dilihat sendiri, Guru menginterogasi saksi, yang berarti dia melakukan sesuatu yang aktif. Yang kedua, Guru tidak suka bergaul, namun sayangnya fakta itu bisa gue patahkan saat Guru menyinggung para polisi di tempat sampah. Orang yang tidak suka bergaul tidak akan mengatakan hal seperti itu, menurut majalah yang aku baca. Yang ketiga---"

"Cukup, Ris. Gila, gue gak nyangka bakal ada tiga atau lebih yang salah. Keknya novel yang gue baca malam tadi tak bekerja buat tantangan kali ini." Adit kecewa.

"Sejak kapan lo suka baca Novel?" tanya Haris sedikit kaget.

"Ini semua demi pekerjaan ini, Ris. Biar gue gak jadi beban buat Guru suatu saat nanti."

"Eh, iya juga ya."

"Lanjutkan saja, Haris," kata Danil dari jauh. Entah sejak kapan dia berada di sana. Dia melangkah maju menuju titik mereka.

"Tapi, Guru, Adit meminta buat berhenti."

"Jika kalian takut pada kesalahan, secara tidak langsung kalian menjauh dari sebuah keberhasilan."

"Ah, baiklah, Guru. Yang ketiga, Adit tadi menyebutkan bahwa Guru menerima kasus dadakan dan tak akan sempat memanggil kita. Tetapi itu salah, menurut informasi yang aku tau, kasus mendesak akan ditangani oleh pihak Detektif Negara dahulu. Jika sekiranya mereka tak menemui jalan keluar, barulah peran Detektif swasta dipakai, seperti kasus kita kemarin."

"Good job, Haris." Danil memujinya. Dia tak menyangka kalau Haris sudah bisa menemukan kejanggalan di teori Adit barusan. Ya, walaupun sebenarnya teori Adit ini memang kurang masuk di akal.

"Terima kasih, Guru," kata Haris.

"Guru. Bisakah kami menyelesaikan permainan kami terlebih dahulu?" pinta Adit tiba-tiba.

"Permainan? Silahkan saja. Aku juga akan segera masuk sebentar lagi." Danil melangkah menuju rumahnya. Mengorek isi saku kanannya dan mengeluarkan sebuah kunci pintu tersebut.

"Adit, gue bakal memulai teori. Guru pagi ini mendapatkan telepon dari seseorang yang dia kenal, aku menduga kalau itu Kak Sela, teman Guru kemarin. Lo tau kan, Kak Sela kemarin minta bantuan untuk kasus yang sedang dia hadapi sekarang. Selain itu, tanah di pot bunga lebih basah dari biasanya. Itu biasanya menandakan bahwa ada sesuatu yang beda dari Guru, dan aku merasa kalau Guru pergi menemui Kak Sela dan memecahkan kasus itu bersama-sama."

"Eh, tunggu. Kok lo bisa kepikiran ke sana, sedangkan gue enggak?" tanya Adit tiba-tiba, membuat Haris berhenti berbicara dan malah menengok ke arahnya.

"Entah. Gue hanya mempraktekkan buku yang baru gue beli semalam, “Memahami Tindakan Orang Kedepannya.”"

"Buku? Wah curang lo--"

"Lo juga baca buku, Adit. Curang dari mananya?" Haris menghela napas lesu.

"Lo, lo ... pasti baca buku Bapak lo."

"Adit, tadi jelas-jelas kalau gue bilang itu hasil beli. Lagian, mentang-mentang judulnya seperti itu, lo jangan ngiranya gue minta bantuan sama Bapak gue." Haris memberitahu.

"Bagaimana? Udah selesai?" tanya Danil diambang pintu. Dia baru saja berganti pakaiannya menjadi baju santai.

"Sudah, Guru," jawab Haris dari jauh. "Udah ayo. Cuma game kok, jangan baper. Santai aja." Haris merangkul pundak Adit dan berjalan bersama menuju Danil.

***

"Guru habis dari mana?" tanya Adit begitu dia duduk di sofa langganannya.

"Menyelesaikan tugas Sela kemarin. Kalian lupa? Ah, tentu saja. Karena saat kami bicara, kalian malah sibuk dengan berkas-berkasnya. Itulah berkas yang akan kita pelajari lagi. Ingatlah, kasus ini berbeda dengan penyelidikan pertamanya. Akan banyak rintangan yang mencoba untuk menghadang kita. Namun percayalah, selama kita berusaha, kita pasti akan menemukan sang pelakunya."

Keduanya mengangguk paham.

"Langkah pertama yang sudah aku siapkan dari kemarin adalah, menyelidiki para tersangka kasus ini pada tiga tahun lalu. Menurut data, ada empat tersangka, tapi semuanya di bebaskan karena tuduhan pada mereka tak valid. Coba kita lihat."

Danil mengambil sebuah berkas dan membuka halaman pertama berkas itu. Halaman pertama berisi daftar detektif yang bertugas saat itu, Danil melewatkannya dan membuka halaman selanjutnya. Begitu terbuka, mata Danil terbuka lebar.

Bagaimana bisa ini terjadi? Pelaku dari kasus penguntit tadi, ada di daftar ini. Dia menjadi tersangka karena beberapa kali melewati rumah pesta kejadian kelam itu terjadi.

"Ada apa, Guru?" tanya Haris saat melihat Gurunya melamun-kan sesuatu.

Danil segera tersadar dan segera mencerna apa yang Haris katakan barusan, kemudian dia menjawab, "Orang ini, adalah pelaku dari kasus penguntit yang barusan aku selesaikan bersama Sela."

Telepon tiba-tiba berdering, Danil dengan segera mengangkatnya tanpa melihat nama.

"Halo?"

"Danil, pelaku dari kasus penguntit tadi, baru saja bunuh diri." Suara Sela sedikit serak di telepon.

"Apa! Tunggu, kami akan segera ke sana, kirimkan lokasi kalian." Danil menutup teleponnya.

Danil segera bergegas mengambil jaketnya kembali.

***

Ditengah perjalanan taksi, Danil menerima SMS berisi lokasi Sela dan timnya saat ini. Danil segera menunjukkan lokasi itu ke Pak Supir.

"Baik, Mas," kata Pak Supir begitu melihat SMS lokasi tersebut. Dia menambah kecepatannya.

Danil dan anak muridnya telah sampai. Terlihat Sela dan yang lainnya mondar-mandir tak begitu jelas. Danil segera mendatangi mereka.

"Bagaimana?" tanya Danil saat sudah dekat dengan Sela. "Bisa kamu jelaskan intinya?"

"Sang penguntit beralasan dia ingin pergi buang air kecil, kami sudah beberapa kali menolaknya tapi dia mengancam akan kencing di mobil, jika kami tak berhenti juga. Dengan terpaksa, kami menuruti kemauan si penguntit tersebut." Sela mengakhiri penjelasannya.

"Lalu, bagaimana si penguntit bunuh diri?" tanya Danil lagi.

"Kamu akan mengerti saat melihat kondisinya langsung," kata Sela.

Karena penasaran, akhirnya Danil meminta Sela untuk menunjukkan tempat penguntit itu bunuh diri.

Ternyata, dia bunuh diri di kamar mandi. Sendirian, mayatnya masih ada di sana. Sela maupun timnya belum menelpon ambulan atau semacamnya. Dia meminta izin dengan Kepala Kepolisian agar memberinya waktu satu jam sebelum ambulan datang.

"Jadi, bagaimana menurutmu, Danil? Dia benar-benar bunuh diri, 'kan?" tanya Sela setelah Danil melihat-lihat kondisi mayatnya.

"Secara umum, iya. Namun, tidak secara teori. Coba bayangkan, apa yang menyebabkan penguntit ketakutan seperti ini, sampai-sampai dia ingin bunuh diri?"

"Sudah jelaskan, Danil, dia takut masuk penjara." Sela berpendapat.

"Tidak, menurut data kepolisian, penguntit ini sudah sering keluar-masuk penjara. Salah satu polisi berkata kalau ada orang asing yang menyambut penguntit saat dia keluar dari penjara."

"Lalu, apa alasannya dia bunuh diri?" Sela balik bertanya.

"Belum bisa dipastikan."

Telepon Danil bergetar, sebuah SMS masuk dan Danil segera membacanya.

Hasil dari pemeriksaan mayat perempuan itu sudah keluar. Segera datang ke sini, jika ingin tau hasilnya.

K

Setelah membaca pesan itu, Danil segera bangun dan pergi ke luar begitu saja. Meninggalkan murid-muridnya dan Sela.

"Jika memang benar itu adalah sebuah keterkaitan, berarti ... sang teror tujuh tahun lalu benar-benar telah kembali," kata Danil ditengah larinya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro