Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

61. Oh my Kelly.

Setelah bertapa di bawah shower sehari semalam, aku memutuskan tambahin satu chapter lagi sebelum END.

So, ini chapter terakhir sebelum EPILOG ya geng.

Maafkan ke plin-plananku. Soalnya ga sesuai bayanganku, ini terlalu panjang untuk sebuah epilog 😂

Oke selamat membaca ✌

***

"Ah ah ah! Perutku!" Pekikku saat seorang pegawai bridal membantuku mengenakan gaun pernikahan.

Ibu mertuaku -setidaknya setelah hari ini, aku akan memanggilnya begitu- menoleh dan langsung menghampiriku dengan gerak panik.

Aku melihatnya berbicara -atau mengomeli- pegawai itu dengan bahasa Korea yang kalau kuartikan dari mimik wajahnya, kira-kira percakapannya seperti ini.

"Berhenti membunuh menantuku."

Eh tidak, maksudku...

"Berhenti menyiksa menantuku. Di perutnya sedang ada bayi."

Lalu pegawai itu menatapku terkejut dan membungkuk berkali-kali lalu bergumam sesuatu yang ku artikan sebagai permintaan maaf.

"Eomoni, apa tidak ada gaun yang lebih lebar lagi? Aku bisa pingsan sebelum acara selesai."

Ibu mertuaku menatapku dengan penuh sesal, "bagaimana ini? Kita tidak punya waktu untuk mencari gaun lain. Mobil kiriman Sean akan tiba dalam 30 menit."

Aku menghela nafas sama putus asanya. Salahku juga yang masih tidak mengontrol makanku disaat aku akan menikah hari ini. Ya, hari ini aku akan menikah. Dan ini bencana karena aku akan tersiksa memakai gaun pengantin yang tidak lagi muat ditubuhku dalam jangka waktu satu minggu.

"Kalian sudah selesai?" Sebuah suara yang sampai sekarang masih sejujurnya sanggup membuatku gondok terdengar. Alana keluar dengan gaun pinknya, terlihat elegan dan sangat cocok di tubuh kurus langsing dan jenjangnya. Aku semakin frustasi.

"Kita dalam masalah. Gaun Kelly tidak muat." Seakan belum cukup di permalukan, ibu mertuaku malah mengatakan itu di depan Alana yang pasti akan mengolok-olokku.

"Bagaimana bisa? Bukankah minggu kemarin sudah dicoba?"

"Ya, benar. Kalau begitu maafkan nafsu makan seorang ibu hamil yang tidak bisa ku kendalikan saat kau membawa satu koper penuh patty beku dari Amerika," ringisku menyindirnya.

Aku tidak bisa menyalahkan Alana juga. Aku memang kehilangan akal saat Alana memberiku sebuah koper berisi Patty beku untuk burger dari restoran yang terkenal, juga berbagai cemilan yang kini lemak-lemaknya sukses mengisi setiap jengkal tubuhku.

Alana memajukan bibirnya kemudian menatap ibu mertuaku lagi. "Jam berapa acara akan dilaksanakan?" Tanyanya sambil melihat jam kecil yang melingkat di pergelangan tangannya.

"Satu setengah jam lagi. Tapi kakakmu sudah mengirim supir untuk menjemput kita 30 menit lagi," jawab Ibu mertuaku.

Bibir Alana nampak berkomat kamit tanpa suara sambil memikirkan sesuatu kemudian ia mengangguk saat sudah mengambil keputusan.

Ia menatapku dan menunjuk gaunku, "ganti pakaianmu. Aku tunggu dibawah," perintahnya kemudian menatap ibu mertuaku, "katakan pada oppa aku akan membawakan pengantinnya tepat waktu."

"Mau kemana?" Tanyaku curiga. Tidak ada hal yang benar-benar bagus kalau berhubungan dengan Alana.

"Menyelamatkan pernikahanmu. Ayo cepat!" Serunya berjalan melewatiku.

Aku masih mencerna kata-katanya dan memikirkan berbagai list pro dan kontra mengikuti Alana dalam kepalaku.

Dan percayalah, tidak ada satupun list Pro yang terpikirkan olehku.

***

Pernah kukatakan kalau Alana dan Sean adalah dua orang yang berbeda meski saudara? Itu sangat amat benar sekali.

Bagaimana bisa wanita gila ini -yang sialnya akan menjadi adik iparku kalau pernikahan hari ini berhasil- membawa mobil sedan mininya dengan kecepatan diatas rata-rata disaat ia mengenakan gaun panjang dan juga Heels dengan ujung lancipnya?

Ia mau membunuhku atau menyelamatkan pernikahanku?

Hanya memakan 15 menit, kami sampai di sebuah butik yang tidak sebesar tadi, tapi lumayan apik melihat contoh-contoh gaun yang di jajakan.

Alana memerintahkanku untuk turun dan ia berjalan terlebih dahulu memasuki butik itu.

Ketika aku masuk, Alana sedang bercengkrama dan juga tertawa kecil dengan seorang laki-laki berkacamata tanpa lensa, bertopi baret dilengkapi dengan syal kain mencolok mata.

Alana menunjukku saat sedang berbicara dan laki-laki itu menghampiriku dengan tatapan mempertimbangkannya dan mengangguk. "No problem!" Ujarnya dengan bahasa inggris yang aneh.

Detik kemudian aku sudah menemukan diriku ditariknya ke ruang ganti dan seluruh bajuku sudah dilepasnya membuatku panik dan menutup seluruh aset berharga yang selama ini hanya Sean yang pernah melihatnya dengan jelas.

Perut buncitku juga terekspos bebas.

"Hati-hati..." pintaku entah dia mengerti atau tidak ketika ia menarik sebuah gaun dan dipakaikan di tubuhku.

Tidak terlalu sesak, dan tidak terlalu risih juga. Model gaun ini juga bagus. Setidaknya, hal baiknya, aku tidak akan pingsan saat acara karena gaun pengantin. Anakku juga tidak akan kesesakan.

"Bagaimana? Masih sesak?" Tanya Alana begitu tirai penghalang dibuka.

"Bisa kutahan," gumamku mengelus perut buncitku.

Alana menggeleng dan berbicara sesuatu dengan laki-laki itu kemudian tirai kembali ditutup dan aku kembali di telanjangi.

Alana gila?

Gaun selanjutnya diberikan padaku. Kali ini memang tidak sesak, tapi aku jadi terlihat tambah gendut dan aku sama sekali tidak suka.

Ketika aku menyuarakan ketidak sukaanku, balasan Alana malah membuatku ingin mencekiknya.

"Kau memang sudah gendut."

Aku memutar bola mataku dan menutup sendiri tirai kamar gantiku untuk menukar gaun lainnya.

Setelah 3 gaun, akhirnya aku menemukan gaun yang tepat. Tidak membuatku terlihat gemuk, tidak membuat perutku sesak, dan aku bisa memastikan ini adalah gaun yang tepat.

Alana juga berpendapat sama karena ia mengangguk sambil tersenyum. Bukan padaku, tapi pada laki-laki di belakangku.

Ia berbicara sesuatu pada laki-laki itu sebelum ia menarikku keluar. "Kita hanya punya waktu 30 menit kalau kau tidak mau terlambat menghadiri pernikahanmu," Ucapnya dengan raut serius.

Aku memekik kecil dan ikut berjalan cepat. Aku tidak menyangka sesi mencoba gaun itu akan memakan waktu lama.

Seperti bagaimana kita datang tadi, Alana kembali pada mode pembalapnya, namun kali ini lebih menakutkan karena ia mengklakson setiap mobil yang ia potong lajurnya.

Oh aku bisa melahirkan disini kalau Alana terus seperti ini.

Nyawaku seperti masih tertinggal di belakang saat mobil Alana sampai di gedung tempat pemberkatan pernikahan kami akan dilaksanakan. Aku bahkan tidak tahu apa aku sebenarnya masih hidup atau tidak hingga Alana mengguncang bahuku dengan kencang dan suara panggilan Alana berhasil masuk ke telingaku.

"Pestanya akan dimulai sebentar lagi. Kau permaiki make upmu dulu. Kau terlihat pucat," Suruh Alana.

"Kau pikir siapa yang membuatku setengah mati begini?" Tanyaku ketus dengan suara serak.

Alana nyengir dan keluar dari mobilnya.

Aku menatap keluar dan ayahku sudaj menungguku dengan raut khawatir sambil melihat jam berkali-kali.

Dan begitu melihatku, aku baru bisa melihat kelegaan di wajahnya.

"Kau kemana saja, Kelly? Dad mengira kau kabur!" Serunya membuatku terkekeh.

"Kabur? Di acara pernikahanku? Yang benar saja," sahutku.

"Sudah ya, aku masuk dulu." Alana berpamitan dengan sikap cueknya melewatiku.

Aku menatap punggungnya kemudian meneriaki namanya, "Alana!"

Ia berbalik, menungguku dengan keangkuhannya yang masih kental terlihat.

"Terima kasih. Terima kasih sudah menyelamatkan pernikahanku." Setengah berteriak, aku menyampaikan terima kasihku. Aku bisa melihat wajah Alana merona dan ia langsung memalingkan wajahnya kemudian melanjutkan jalannya menghiraukanku.

Tipikal seorang Alana. Aku membatin maklum.

"Dia adik Sean?" Tanya Daddy menunjuk Alana. Aku hanya mengangguk karena Daddy pasti merasakan keangkuhan Alana barusan. Tapi Alana tidak seburuk yang terlihat kok.

Aku tersenyum dan menggamit lengan Daddy, "Ayo, aku harus membenarkan Make up ku."

Daddy meringis namun tetap mengikutiku berjalan, "tidak perlu di Make-up, kau sudah cantik, baby. Kau secantik ibumu dan kakakmu dihari pernikahan mereka."

Apakah hanya aku, atau barusan aku mendengar Daddy sedikit tercekat?

Aku menoleh dan melihat wajah tampan Daddy sudah memerah, menahan banyak emosi yang bercampur aduk di dalam dadanya, kurasa.

Aku berhenti dan menghadap kearah Daddy. Daddy tidak mau melihatku dan ia lebih memilih melihat kearah lain. Kemanapun, selain ke mataku.

"Daddy, look at me," pintaku. Aku tersenyum kecil dan mataku ikut berair saat melihat mata Daddy memerah. "Tidak peduli dimanapun aku berada, seberapa jauh jarakku dengan Daddy nanti, dan seberapa banyak moment yang tidak bisa aku bagi bersama Daddy disini, Daddy akan tetap menjadi orang nomor satu di hatiku. You'll always be my number one Hero, Dad. I love you..." aku tidak tahan menahan airmataku dan akhirnya cairan itu terjatuh. Aku memeluk tubuh Daddy terakhir kalinya sebagai putrinya sebelum menjadi Istri Sean nanti.

Tangan Daddy ikut melingkar di bahuku dengan erat. Meski aku tidak bisa mendengar isakan Daddy, tapi entah kenapa aku yakin Daddy juga sedang menangis.

"Sepertinya baru kemarin Daddy melihatmu lahir, Kelly. Baru kemarin kau belajar berjalan dan memanggilku Da-da. Baru kemarin gigi susumu tumbuh. Tapi sekarang Daddy harus melepasmu untuk menikah dengan laki-laki pilihanmu. Waktu berlalu dengan sangat cepat." Aku semakin terisak saat mendengar Daddy mengucapkan kalimat itu dengan begitu lirih. "Berjanjilah kau akan bahagia karena kebahagiaanmu dan kakak-kakakmu adalah harga yang pantas untuk membayar semua pengorbanan dan kasih sayang Mommy juga Daddy selama ini."

Aku mengangguk masih sesengukan.

"I don't know if you ever heard this, but... Daddy tidak pernah menyesal kau terlahir sebagai perempuan, Kelly. Daddy senang kau hadir di hidup kami. Mommy juga. Mommy tidak bisa menyampaikannya karena ia takut tidak bisa menahan tangis melepas anak terakhir kami yang paling kami sayangi." Daddy mengecuo puncak kepalaku dan kembali melanjutkan kata-katanya, "jadi Daddy akan mengatakan ini. Kami sangat menyayangimu. Sangat... sangat... mencintaimu."

Aku tidak peduli kalau acaranya akan terlambat dimulai. Aku hanya ingin waktu bersama ayahku dan juga menyelesaikan seluruh airmataku.

***

"Kau menangis, Love?" Tanya Sean mencuri-curi kesempatan di tengah acara pemberkatan pernikahan kami.

"Daddy and daughter talk. Nothing much to worry." Aku tersenyum kecil.

Seluruh keluargaku datang. Keponakan-keponakanku dan juga Alexis. Ah apa aku pernah bercerita kalau Alexis tiba-tiba mengatakan ia akan menikah? Aku saja tidak tahu ia pernah berkencan. Namun saat ini ia datang bersama dengan wanita cantik yang sangat manis dan terlihat ceria. Senyum gadis itu tidak pudar sama sekali, dan entah kenapa aku merasa yakin kalau gadis itu adalah perempuan yang paling tepat untuk menemani si kaku nan cerewet Grandpa.

Kalau memang Alexis berhasil menemukan kebahagiaannya, akupun akan ikut merasa bahagia.

"Kelly Agnesia McKenzie?"

Aku tersentak ketika Tanganku digoyang oleh Sean. Aku mengerjap dan menoleh kearah Pastor dan semua tamu undangan yang kini sedang menatapku.

"Apa?" Bisikku meminta penjelasan. Ah... bisa-bisanya aku melamun di saat pernikahanku.

Pastor kembali berdeham, "sepertinya Saudari Kelly sedang gugup. Baiklah biar kuulangi..."

Aih... kenapa harus diperjelas? Ringisku.

"Tidak perlu diulangi," ucapku mengerti apa yang sedang mereka tunggu barusan. "Saya bersedia menjadikan Sean Kim suami saya. Dalam susah senang, sakit, sehat, kaya, miskin, sampai maut memisahkan kita." Dengan lantang aku mengucapkan janji suci yang sebenarnya sudah kuhapal sebelum aku pindah ke Korea. Kurasa aku terlalu bersemangat menanti pernikahan ini.

"Sekarang, apa suamiku sudah boleh menciumku?" Tanyaku yang menyebabkan tawa meledak di seisi ruangan.

Sean juga tertawa dan begitu pastor itu mengangguk sambil mengontrol tawanya, Sean langsung meraih tengkukku.

"Dasar setan penggoda," bisiknya.

"Aku juga mencintaimu," sahutku tidak peduli. Aku mengalungkan tanganku di lehernya agar ciuman kami semakin dalam.

"Tidak perlu diragukan lagi anak seorang Peter McKenzie." Suara Paman Alvero terdengar di tengah keriuhan tepuk tangan.

"Aku tidak sabar," gumamku sesaat setelah ciuman kami terlepas.

"Apa?" Tanya Sean.

"For tonight..." ucapku menggoda. Dalam gerakan lambat aku bisa melihat Sean meneguk salivanya.

Oh aku berhasil memancingnya.

"Oh my Kelly." Panggilnya dengan suara serak. "Kau membuatku gila."

***

END

Next Epilog + extra part ya ✌

Mian plin plan.

Cus ke lapak Alexis di LOVE BY ACCIDENT!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro