Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

60. Namsan Tower, I'm in Love.

Pagi itu, aku tersentak saat merasakan perutku dibelai lembut dari arah samping.

Perutku yang sudah tidak serata dulu lagi itu memang kerap mendapat belaian lembut dari satu orang yang sama.

Kecupan kecil di bahuku menandakan kalau laki-laki di sebelahku kini sudah terjaga, dan sebentar lagi pasti aku akan mendengar sapaannya yang selalu kudengar setiap pagi.

"Good Morning, Love."

"Good morning, Sean." Aku tersenyum kecil dan memasukkan diriku kedalam pelukan Sean lebih dalam lagi. "Tidurmu nyenyak? Jam berapa kau pulang semalam?"

"Aku lupa. Aku tidak melihat jam lagi begitu sampai rumah." Suara serak Sean terdengar tepat di telingaku. Kemudian tubuhnya bergerak dan mendekati perutku lalu mendaratkan kecupannya disana, "Good Morning, Hero. Tolong jangan membuat ibumu kesusahan lagi seperti kemarin-kemarin," ujarnya kepada perutku seperti kebiasaan lain dirinya setiap pagi.

Kehamilanku memang cukup membuatku susah. Apalagi di imbangi dengan adaptasi pada suasana baru di Korea, makanan, lingkungan, juga bahasa yang membuat kepalaku sakit.

Sudah dua minggu aku tinggal disini, dan sudah dua minggu juga aku frustasi merindukan telur gosong Mommy.

Tapi aku tidak mengatakan itu pada Sean karena aku tahu Sean juga sibuk mengurus perusahaannya -perusahaanku, dan juga kondisi Ayah Sean tidak terlalu baik belakangan ini.

Aku tidak mau menambah beban pikiran Sean dengan mengatakan kalau aku tidak betah tinggal disini.

"Bagaimana?" Aku kembali tersentak mendengar pertanyaannya ketika ia sudah kembali memelukku.

"Apa?" Tanyaku bingung.

Sean mengecup keningku dan bibirku sebelum mengulang pertanyaannya, "bagaimana kehamilanmu sejauh ini? Masih sering mual?" Tanyanya penuh perhatian. Ditengah kesibukannya, ternyata ia masih mempunyai waktu memperhatikanku juga.

Aku tidak menjawab karena aku tidak tahu bagaimana memberitahunya kalau aku selalu memuntahkan makanan yang masuk ke perutku. Bahkan mencium aroma asam Kimchi yang disediakan pelayan rumah ini saja sudah berhasil membuatku mendekam di kamar mandi untuk waktu yang lama.

Melihat keterdiamanku, Sean kembali melanjutkan ucapannya. "Alana akan ke korea besok. Kau mau menitip sesuatu untuk dibawa dari Amerika?" Tawarnya.

Mataku sempat berbinar, tapi kembali meredup saat menyadari kalau Alana yang akan membawanya. Wanita menyebalkan itu tidak pernah menjadi favoritku meski aku akan segera menjadi kakak iparnya.

"Tidak perlu." Jawabku sedikit ketus.

Sean menopang tubuhnya di atasku hingga mataku dan matanya bertemu. Sebelah alis matanya terangkat saat ia bertanya, "kau masih belum memaafkan Alana?"

Aku mendengus dan berdiri dari posisiku sambil mendorong tubuh Sean. "Tepatnya, tidak ada yang bisa kumaafkan. Alana saja tidak pernah meminta maaf sudah mengerjaiku berkali-kali," gerutuku mengingat bagaimana Alana mengerjaiku sejak awal hingga akhir. Bahkan ketika ia menolongku dulu saat pelaksanaan tahunan majalah People saja, dia masih ketus dan mengataiku bodoh.

Sean mengikutiku bangkit dari kasur dan menghampiriku lalu memelukku dari belakang sebelum aku masuk kedalam kamar mandi. "Alana memang seperti itu, Kelly. Aku mewakili adikku, meminta maaf padamu. Bagaimana?" Tanyanya seraya mencium pipiku.

"Tidak mau," tolakku cepat. Aku berbalik melihat raut menyesalnya yang terlihat menggemaskan itu lalu aku menyeringai, "kecuali... kau setuju untuk..." aku membiarkan tanganku bergerak membuka kancing baju tidur satin Sean.

Namun barunsaja kancing ke dua, Sean sudah menghentikan tanganku seperti kemarin-kemarin.

"No can do, Miss," Tolaknya sambil menyeringai. "Aku sudah berjanji pada Daddy kalau aku harus menjagamu dan tidak menyentuhmu sampai pernikahan di laksanakan." Ia mengulang lagi dan lagi kalimat yang sama hingga membuatku kesal.

"Ayolah! Kita akan menikah sebentar lagi, kan?" Rengekku.

Sean menggeleng, "Tidak, Love. Hanya pelukan dan kecupan. Aku tidak bisa memberikan hal yang lain lagi sebelum kita menikah." Kali ini pertahanan Sean lebih tinggi dari sebelumnya.

Seberapa gigih aku mengajaknya bercinta, dengan gigih juga ia menolak permintaanku dengan alasan yang sama.

Ia tidak tahu kalau aku frustasi menginginkan sentuhannya. Lagipula, apa bedanya nanti dan sekarang? Aku juga sudah hamil akibat ulahnya!

"Ya sudah! Jangan memeluk atau menciumku lagi sampai pernikahan!" Aku menghentak kakiku dengan kesal dan berjalan masuk ke kamar mandi lalu membanting pintunya tepat di depan hidung Sean.

"Hei, Love." Sean mengetuk pintu kamar mandiku beberapa detik kemudian. "Love..." aku mengabaikan panggilannya dan memutuskan untuk mandi air dingin saja. Aku tahu itu hal yang biasa dilakukan laki-laki untuk meredam gairahnya. Aku hanya berharap air dingin dapat membantuku sekarang.

"Love..." panggilnya lagi masih mengetuk pintu kamar mandiku. "Kau bertambah seksi kalau sedang marah." Ia terkekeh membuatku semakin kesal.

"Kalau kau tidak mau tidur denganku, jangan menggodaku!" Gerutuku membuatnya tertawa semakin kencang. Aku merasa posisiku dan dia berkebalikan sekarang. Kalau dulu aku yang senang menggodanya, sekarang ia yang sering menggodaku.

Bedanya, kalau aku menggodanya dengan tujuan serius, sedangkan dia menggodaku dengan tujuan bercanda.

"Apa gunanya seksi kalau kau tidak tertarik tidur denganku," gerutuku sambil menyalakan keran air.

***

Aku duduk manis di ruang tamu rumah keluarga Sean siang itu.

Sean membawaku ke rumah orang tuanya di gangnam. Salah satu rutinitasku semenjak pindah ke Korea adalah menghabiskan siang hingga soreku di rumah keluarganya.

Aku bersyukur karena keluarga Sean bisa berbahasa Inggris dengan lancar, jadi aku tidak perlu terancam botak karena mendengar bahasa alien yang tidak aku mengerti terus menerus.

Keluarga Sean juga menerimaku dengan baik. Apalagi ibunya yang ternyata berkebangsaan Canada. Pantas saja wajah perpaduan Sean sangat tampan.

Ibu dan ayahnya bahkan menerima kehamilanku dengan baik dan mereka juga meminta maaf atas kesalahan putra mereka yang telah menghamiliku.

Mereka tidak tahu saja, aku yang mengambil peran lebih banyak hingga bisa melendung begini.

Dari seluruh keluarga Sean, aku bisa menyimpulkan kalau hanya Alana lah yang menyebalkan.

"Bagaimana keadaan kandunganmu, Kelly? Apa masih sering mual?" Eomoni - ibunya memintaku memanggilnya demikian.- menyentuh permukaan perutku.

"Sejauh hari ini, aku belum mual," Jawabku dengan jujur. Aku juga tidak berharap aku akan mual nanti. "Kau sudah makan, Eomoni?"

Eomoni mengangguk dan kemudian menghadap kearahku dengan mata berbinar. "Lalu bagaimana? Apa kau menginginkan sesuatu? Any special craving?"

Aku tertawa garing, benar-benar garing menanggapi pertanyaan Eomoni barusan. Eomoni akan sakit jantung kalau aku bilang aku ingin bercinta dengan putranya.

"Tidak ada," bohongku mencari aman.

"Benarkah?" Tanya Eomoni seakan tidak percaya. Matanya menyipit kemudian menghela nafas, "Katakan saja kalau kau mau sesuatu. Kau sudah menjadi bagian dari keluarga kami, jadi jangan sungkan untuk meminta pada kami, ok?"

Aku tersenyum dan mengangguk. Tetap saja. Ngidamku kali ini tidak akan bisa terselesaikan meski aku meminta padamu, eomoni.

Dering ponselku menyelamatkanku dari suasana canggung akibat pertanyaan eomoni barusan.

Begitu aku melihat nama Sean di layar, aku mengernyit. Tidak biasanya laki-laki sok sibuk itu akan meneleponku di jam kerjanya. Apalagi dalam 1 jam setelah ia menurunkanku di rumah orangtuanya.

"Kau terima saja teleponnya. Eomoni mau menemani Aboji di kamar." Eomoni sudah berdiri dan meninggalkanku.

Aku mengangguk dan mengangkat panggilan itu begitu Eomoni sudah tidak terlihat.

Aku sengaja tidak berbicara saat panggilan itu sudah tersambung karena aku masih kesal dengan Sean.

"Kau masih marah, Love?" Tanya Sean retorik. "Kau membuatku tidak bisa berkonsentrasi kerja kalau seperti ini, Kelly. Maafkan aku."

"Lalu kau menyalahkanku?" Tanyaku ketus.

"Bukan, ini salahku yang membuatmu marah." Jawabnya entah kenapa membuatku mengulum senyum mendengarnya. "Sebagai gantinya, bagaimana kalau malam ini aku mengajakmu makan malam?"

"Aku tidak berselera," tolakku.

"Kau akan berselera, Love. Aku akan menjemputmu lagi nanti sore, lalu kita makan malam," ujarnya keras kepala.

Aku berdecak dan mencibir, "kau menyebalkan. Kau tidur diluar malam ini!" Umpatku.

Sean malah tertawa diseberang sana seakan yang baru ku katakan adalah lelucon terlucu yang pernah ia dengar.

"Katakan itu nanti malam, Love." Ia mendesah dan kembali melanjutkan ucapannya, "kenapa aku membayangkan kau semakin seksi kalau sedang merajuk seperti ini?"

Wajahku memerah mendengar godaannya, "berisik!" Umpatku lalu aku mematikan panggilan darinya.

"Awas saja, aku tidak akan memaafkanmu semudah itu!" Aku mengumpat pada ponselku untuk menyalurkan rasa geramku pada Sean.

***

Sean menjemputku tepat pukul 5 sore. Dan seperti janjiku yang tidak akan memaafkannya dengan mudah tadi, aku mengabaikan Sean yang sedang mencoba merayuku.

Aku tidak mau menyebalkan, tapi Sean seharusnya tahu bagaimana hormon kehamilan wanita dapat mempengaruhi tingkat kesensitifan seseorang.

Dan alasan Sean menolakku karena janji itu sangat tidak masuk akal. Biar bagaimanapun, aku juga sudah hamil, kan? Yang benar saja!

"Oke, sampai." Sean membuka sabuk pengamannya saat mobil sudah berhenti sempurna. Ia menghadap kearahku dengan senyumnya yang hanya ku lirik-lirik. "Ayolah, Kelly. Aku jamin kau akan menyukainya dan melupakan rasa kesalmu padaku."

Aku melepas sabuk tanpa menanggapi ucapan Sean. Laki-laki itu benar-benar menyebalkan belakangan ini

Sean menggenggam tanganku. Ia membawaku ke Namsan Tower, salah satu tempat wisatawan yang cukup terkenal di Korea.

"Kau tidak takut ketinggian, kan?" Goda Sean dan aku hanya meringis menanggapinya.

Sebelum kami memasuki elevator, Sean berhenti dan berbalik menghadapku. "Aku mau kau menutup matamu kali ini."

Kelly mengernyit. "Kau tidak sedang merencanakan hal yang aneh, kan?"

Sean tergelak dan ia berjalan ke belakangku untuk menutup mataku dengan kedua tangannya, "aku rasa tidak aneh."

"Kalau kau mempermalukanku, aku akan meninggalkanmu sendiri," Ancamku kembali membuat Sean tertawa. "Aku serius!"

"Ya, Love. Aku tahu. Sekarang tetap pejamkan matamu sampai aku memintamu untuk buka."

Aku menurut dan memejamkan mataku. Tangan Sean yang tadinya menutup mataku, sudah tidak lagi kurasakan. Aku merasakan tekanan saat elevator membawaku naik ke tingkat yang tidak aku ketahui ketinggiannya. Aku mengira kalau Sean akan membawaku ke restoran yang berada di lantai atas.

Namun asumsiku tertepis saat aku merasakan angin malam yang cukup menusuk tulangku ketika Sean membawaku berjalan keluar dari elevator.

Sean mengambil tanganku dan meletakkannya di sesuatu yang dingin untuk di pegang. Aku sempat tersentak kecil, namun Sean meyakinkanku untuk menyentuhnya lagi dengan menggenggam tanganku bersamaan.

"Ini apa?" Tanyaku.

Kecupan kecil Sean daratkan ke pipiku sebelum ia berbisik tepat di telingaku. "Buka matamu."

Aku membuka perlahan mataku dan tubuhku seketika oleng menyadari aku tengah berada di ketinggian yiba-tiba.

Namun karena Sean sedang berada di belakangku, maka Sean bisa dengan cepat menahanku. "Easy, Love. Aku memegangmu."

Pemandangan sore menjelang malam kota Seoul di ketinggian ini menjadi hal pertama yang kulihat. Gedung-gedung tinggi yang mulai menyalakan lampu-lampunya dan juga lampu jalanan yang mulai menyala, menambahkan kesan indah dimataku.

Benda dingin yang ku pegang tadi adalah pagar pembatas yang banyak dipasangi gembok-gembok kecil.

"There's one silly boy, who apparently happen to be not so romantic fall in love on a first sight to one beautiful young lady 3 Years ago." Sean melingkarkan tangannya ke perutku. Jantungku mendadak tidak tahu caranya memompa darah saat hembusan nafasnya menerpa kulitku. "Laki-laki itu tidak berani, atau lebih tepatnya takut untuk mendekati gadis itu because he don't know what to give her to make her happy as she is."

"Lalu, apa yang terjadi lagi?" Sean hening cukup lama sebelum aku memberanikan bertanya kelanjutan ceritanya.

"The silly boy came to this place and locked his heart somewhere in this Fence. Dia berjanji kalau suatu saat ia menemukan cintanya kembali, ia akan membawanya kemari untuk mengambil lagi hatinya." Wajahku bersemu. Ini mungkin bukan pertama kalinya aku mendengar Sean telah jatuh cinta padaku semenjak 3 tahun lalu, tapi ini adalah pertama kalinya aku mendengar keseriusannya. "So i want to retrieve my heart because i've found my love."

"Oh ya? Dimana?" Aku terkekeh sambil celingak celinguk mencari orang yang Sean maksudkan.

Sean terkekeh dan pelukan meregang. Ia bergerak menjauh dan secara naluriah aku berbalik lalu menemukan Sean berlutut di hadapanku.

"Will you, my love, marry this silly boy? Stand by me for better and worst, for in sickness and health, until death do us part?" Tanyanya.

Mataku berkaca-kaca melihat sekali lagi keseriudannya. Tanpa perlu ditanya, keberadaanku di Korea juga sudah menjadi jawabnnya, kan? He really is a silly Man.

Aku mengangguk kecil sambil menahan tawaku, "I will, Sean. But... you don't expect me to wear that in my finger, Right?" Aku menunjuk kearah benda yang dipegang Sean saat ia berlutut melamarku. "Jariku terlalu besar untuk sebuah kunci."

Ya, yang sedang Sean pegang bukanlah cincin seperti orang-orang yang sedang melamar lainnya, melainkan sebuah kunci kecil berwarna biru.

Sean tergelak dan meraih tanganku untuk meletakkan kunci di atas tanganku. "Like i said... aku ingin mengambil kembali hatiku yang ku kunci disini 3 tahun lalu." Ia berdiri dari posisinya dan meraih tengkukku lalu mengecup bibirku cukup lama. "We retrieve it together. Shall we, Love?"

Aku mengangguk dan membiarkan Sean menggenggam tanganku dan membawaku bersamanya. Dari puluhan ribu kunci disini, aku ragu akan bisa menemukan gembok yang Sean maksud dengan mudah.

Butuh waktu sekitar 10 menit untuknya menemukan gembok di timbunan gembok-gembok lain.

Lalu ia menarikku mendekat, "unlock and be surprise." Bisiknya penuh rahasia.

Aku berjongkok untuk mensejajarkan diriku dengan gembok yang Sean maksud. Aku tercekat saat melihat sebuah cincin yang ikut terkunci bersama dengan gembok itu.

Dengan tangan sedikit bergetar, aku membuka gembok itu dengan kunci yang kuterima lalu mengambil cincin yang tersangkut disana.

Aku berdiri dan hendak berbalik ketika mataku melihat puluhan balon yang melayang dari luar terbang ke udara dengan sebuah pesan yang tersangkut bersamanya.

I love you, Kelly.

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak terkejut, menangis, dan terkagum-kagum.

"Sudah sebulan aku mencari letak gembok itu untuk malam ini. Dan ternyata pengorbananku tidak sia-sia." Sean sudah berada di belakangku dan memelukku. "Aku sadar kalau selama ini aku tidak pernah memperlakukanmu dengan romantis, bahkan ketika melamarmu. Semoga kau suka dan memaafkanku dengan kejutan ini."

Aku berbalik menatap Sean dengan pandangan kabur akibat airmataku.

"Dasar bodoh! Saranghae, Oppa!" Aku berjinjit dan mencium bibirnya begitu aku selesai mengutukinya.

Sepertinya aku jatuh cinta sekali lagi pada laki-laki bodoh ini.

Disini, di waktu ini, aku kembali jatuh cinta lagi.

***

End

Serius ini End 😂

Tapi akan banyak extra part kok.

- Pernikahan dan kelahiran anak mereka

- dan juga yang paling ditunggu, SEAN POV

Oke, maaf tapi semoga endingnya cukup memuaskan ya. Ga nyangka sih udah sampe chapter 60 😂 dan ini udah 2300 kata. Biasa aku cm post 1200an.

Terima kasih untuk yang setia mengikuti Oppa dan Kelly. Ini bukan akhir kok, tapi awal dari cerita mereka yang akan hidup dalam imajinasi kalian sendiri (?)

Dilema terbesar aku sih kayaknya selalu pas ENDING. 😂 aku alamin stuck parah pas ending. Jd semoga gak kecewa ya :')

Cusss ke lapak Alexis di LOVE BY ACCIDENT. Aku post chapter selanjutnya hari ini (asik aja bisa dapet 1 chapter lagi)  ✌

Sekali lagi terima kasih ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro