Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

58. Next Month.

Kalau misalkan tinju dan amukan emosi keluargaku nantinya akan membuat Sean mati, satu yang harus aku ketahui.

Bukan keluargaku yang membunuhnya, tetapi aku.

Setelah mengabaikan telepon dari Sean seharian ini, aku meneleponnya lagi saat jam hampir menunjukan pegantian hari setelah Daddy memintaku untuk memanggil Sean dan menempati kursi terdakwa di persidangan dadakan keluarga besar kami.

Aku memang bodoh.

Kenapa aku tidak berpikir untuk kabur saja tanpa memberitahu kehamilanku?

Kalau seperti ini, tidak ada bedanya karena sepertinya aku terancam kehilangan ayah dari anakku.

Aku menggigil mengingat mimpiku malam itu.

Kak Alle dan kak Keira baru saja pulang karena mereka harus menjaga anak-anak mereka. -dimana aku semakin frustasi karena kehilangan dua orang pendukungku.

Kak Kenneth, Alexis, paman Alvero dan juga Daddy hanya diam menatapku yang berharap bisa mengecil atau bahkan menghilang saja dari sana. Sedangkan Mommy dan bibi Rere duduk di kedua sisiku, merangkul bahuku dan mengusapnya pelan. Nicholas yang baru kembali setelah mengantar kak Alle dan kak Keira memilih untuk duduk di sisi Mommy.

Keheningan itu berlangsung lama hingga satu suara bel mengintrupsi.

"Daddy yang buka." Daddy sudah mengambil ancang-ancang untuk membuka pintu, tapi Mommy dengan cepat menyela.

"Biarkan Kelly saja."

Karena pada dasarnya Daddy tidak bisa berkutik kalau Mommy sudah berbicara, maka Daddy kembali duduk dan aku yang berdiri untuk menghampiri pintu.

Tidak bisa ku tutupi kalau tanganku kini bergetar hebat saat membuka pintu besar itu. Pemikiran untuk kabur dari apartemen ini, bahkan negara ini mulai bergantian menyusup pikiranku.

Tapi kemudian aku teringat kalau Passportku berada di arah sebaliknya, yaitu di kamarku.

Aku menghela nafas pasrah dan membuka pintu itu kemudian wajah khawatir Sean yang hanya mengenakan kaus santai dan celana jeans juga sneakers dapat kulihat dengan jelas.

Tangannya langsung menangkup wajahku, "kau baik-baik saja? Wajahmu pucat. Kau mengabaikan teleponku seharian ini, dan kau tiba-tiba meneleponku untuk datang malam-malam. Apa terjadi sesuatu?" Borongan pertanyaan Sean tidak sempat kujawab karena tiba-tiba aku sudah berada dalam pelukannya. "Did i scare you? Maafkan aku."

Ini yang aku perlukan sekarang. Pelukan darinya dan juga mendengar debaran jantung yang selalu membuatku nyaman.

"Aku mengerti kalau permintaanku terlalu terburu-buru dan itu menakutimu. Aku tidak akan memaksa kalau kau belum siap, tapi setidaknya ikutlah denganku. Aku ingin memastikan kalian baik-baik saja."

Hatiku menghangat mendengar kata-katanya. Aku tidak memiliki keinginan lain selain ikut bersamanya sekarang. Bahkan aku tidak lagi peduli pada halangan bahasa yang akan aku hadapi di Korea.

Ehem

Suara dehaman itu membuatku melepas pelukan dari Sean dan menghadap ke belakang. Alexis berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi datar. Sejak kapan aku tidak bisa membaca ekspresinya?

"Semua menunggu didalam." Suara datar Alexis terdengar dan ia kemudian berbalik meninggalkanku.

"Ada apa didalam?" Tanya Sean yang memang belum aku beritahu.

Aku berbalik menatap Sean, memuaskan diriku menatap wajah tampannya sebelum hal yang tidak kuinginkan terjadi.

"Berjanjilah kau tidak akan menghantuiku kalau kau meninggal nanti. Aku takut hantu." Pintaku memelas. "Keluargaku murka karena kehamilanku sekarang."

Wajah Sean tidak terkejut seakan ia sudah menebak sebelum ini. Tangannya meraih daguku lalu mengecup bibirku dengan cepat. Ia tersenyum padaku di saat genting seperti ini. "Kalau mati bisa membuatku bersama denganmu selamanya, aku rela. Dan percayalah, aku tidak akan menakutimu." Ia terkekeh. Aku menganga tidak percaya ia masih bisa menjadikan suasana genting ini sebagai bahan candaan.

Dia gila.

***

Tatapan kak Kenneth begitu menusuk hingga ke tulang-tulangku meskipun tatapannya tidak tertuju padaku.

Aku bisa merasakan kak Kenneth sedang menahan diri untuk menerjang atau mencekik Sean karena tangannya terkepal hingga buku-buku jarinya memutih.

"Kami sudah mendengarnya dari Kelly. Kami hanya ingin mendengarnya lagi darimu sebagai seorang laki-laki bertanggung jawab." Daddy memecah keheningan.

Aku menggigit bibir dalamku sambil menunduk. Padahal sudah ku katakan kalau ini bukan kesalahan Sean, melainkan kesalahanku yang sedikit menggodanya.

"Maaf, Mr.McKenzie. Maaf telah mengecewakan anda. Saya kurang gigih menahan nafsu saya hingga ini bisa terjadi." Aku menoleh kearah Sean yang tampak tidak takut sama sekali. Ia tenang, seperti air. Padahal ini bukan salahnya. "Kami memang bersalah, tapi anak kami bukan kesalahan."

Aku terharu mendengar ucapan Sean dan juga cara Sean menyebutnya dengan anak kami.

Matanya beralih menatap Kenneth, Alexis, kemudian Daddy. Ia lalu membungkuk. "Kalau ada yang ingin kalian salahkan, saya siap menerima segala konsekuensinya."

"SEAN!" Pekikku. Apa dia serius mau mati?!

"Konsekuensi?" Kak Kenneth mencibir. Ia melengos kemudian secepat kedipan mata tanpa bisa aku cegah, kak Kenneth sudah meraih kerah Sean dan mengangkat tubuh Sean tinggi hingga sejajar dengannya.

"KAKAK!!!" Kami semua ikut berdiri. Aku menahan dada kak Kenneth yang bisa kurasakan kalau jantungnya sedang berdebar cepat di dalam sana. Nicholas lebih bijak dengan menahan lengan kak Kenneth yang sedang mengepalkan tinjunya. Sedangkan yang lain hanya diam memperhatikan.

"Minggir, Kelly!" Perintah kak Kenneth tanpa menatap mataku.

"Kelly, kau bisa terluka." Sean masih bisa-bisanya tersenyum dan sedikit mendorong tubuhku menjauhinya.

Saat aku masih terpana dengan sikap manisnya, Kak Kenneth nampaknya tidak setuju dengan keterpanaanku karena kak Kenneth langsung melayangkan tinjunya ke wajah Sean.

"Sean!!!!" Aku terpekik. Aku baru akan menghampiri Sean yang terjatuh di lantai setelah tinju dari Kenneth membuat luka lebam keunguan di tulang pipinya, tetapi perutku tiba-tiba terasa keram hingga aku tidak bisa berkata apa-apa selain meringis. "Ahhh..." Aku langsung berjongkok dan memegang perutku.

Pekikanku barusan mampu membuat semua orang menatapku dan langsung menghampiriku.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Mommy khawatir.

"Kita ke rumah sakit saja." Bibi Rere tidak kalah khawatir.

"Ada apa dengan perutmu?" Aku menatap Daddy lalu menggeleng. Aku juga tidak tahu kenapa perutku tiba-tiba keram.

Sean baru akan menghampiriku, tapi sepertinya kak Kenneth belum puas memukuli Sean hingga kak Kenneth kembali meraih kerah Sean dan meninjunya lagi.

"What... have... i... told... you... about... don't... touch... my... sister... Bastard!!!" Kak Kenneth melayangkan tinju disetiap jeda katanya.

Setiap pukulan yang diberikan kak Kenneth ke tubuh Sean, semakin membuat perutku keram dan aku memekik kesakitan. Aku tidak mengerti apa ini mungkin atau wajar kalau bayi kami merasakan kesakitan ayahnya saat ini, atau perutku hanya sekedar keram biasa.

Alexis melihatku kesakitan dan memutuskan untuk menghentikan tinju kak Kenneth dengan menarik bahu kak Kenneth untuk menjauh dari Sean.

"Sean sudah luka. Kakak tidak berencana membunuhnya, kan?!" Tanya Alexis yang bisa kudengar.

"He messed up with Kelly, dan sekarang dia harus menerima ganjarannya, Alexis!" Teriak kak Kenneth sambil menunjuk kearah Sean yang sudah dipenuhi luka lebam di wajahnya.

Wajah tampan Seanku... meski luka lebam saja, wajahnya masih terlihat tampan. Tapi juga menyedihkan.

"Dia sudah babak belur dan itu sudah cukup. Bubur tidak bisa menjadi nasi lagi meski kakak membunuhnya."

Kak Kenneth terdiam dan bergerak melepaskan pegangan Alexis dari bahunya.

"Aku tidak apa. Kalau memang kau masih belum puas menghajarku, aku akan menerimanya." Aku terbelalak dengan mata berairku mendengar tawaran pembunuhan yang baru sean katakan.

"Kenneth, kontrol emosimu!" Daddy memerintahkan kak Kenneth dengan suara lantang. "Sean, lebih baik kami membawamu dan Kelly kerumah sakit dulu. Aku takut terjadi sesuatu pada kandungan Kelly."

Kalimat Daddy barusan seakan menyadari Sean kalau aku tadi sedang kesakitan. Meski yang seharusnya di khawatirkan adalah dirinya, tapi ia malah menatapku khawatir dan bergerak mendekatiku lalu menyentuh perutku. "Kau tidak apa-apa? Dia tidak apa-apa? Aku akan membawamu kerumah sakit. Aku mohon bertah-"

Aku meletakkan jari telunjukku didepan bibirnya, memintanya untuk diam. "Sudah tidak terlalu sakit lagi." Gumamku kecil. Airmataku mengalir saat mengamati wajahnya yang jauh dari kata baik-baik saja. Babak belur begini saja ia masih tampan.

Sean menggeleng dan dalam hitungan detik, aku sudah berada di gendongannya. Padahal ia baru di hajar habis-habisan oleh kak Kenneth, tapi ia masih memiliki tenaga menggendongku. "Aku harus memastikan kalian baik-baik saja."

Sean kemudian berbalik menatap Kenneth, "aku akan membawa Kelly ke rumah sakit. Kalau kau belum puas, aku tidak akan lari."

"Jangan banyak bicara, atau aku yang akan memukulimu, Sean!" Aku terisak dan mencubit dadanya. Laki-laki ini bodoh atau gimana? Diberi kesempatan kabur, tapi malah ingin kembali ke tangan dewa kematian itu.

"Kita kerumah sakit." Daddy memutuskan sambil meraih kunci mobilnya.

***

Kandunganku baik-baik saja. Anehnya.

Tapi karena kak Kenneth, Alexis, Daddy, juga Sean khawatir, aku dipaksa bermalam di rumah sakit malam ini. Kasurku bersisian dengan Sean yang baru diobati luka lebamnya.

Daddy dan yang lainnya duduk di kursi yang tersedia di kamar rawat itu.

"Kita lanjutkan pembicaraan kita." Ujar Daddy sambil melipat kedua tangannya di dada. "Daddy harap kau bisa mengendalikan emosimu sekarang, Kenneth. Karena bagaimanapun, Sean adalah ayah dari cucu Daddy yang sedang Kelly kandung."

Aku terdiam. Entah kenapa mataku dari tadi memperhatikan Alexis yang memasang wajah datar. Aku tidak bisa membaca ekspresi wajahnya. Apakah ia kecewa? Pasti.

"Mengenai pernikahan yang kau rencanakan..." Daddy kembali bersuara. "Saya menolaknya."

Hening dan dingin setelah kalimat Daddy barusan.

"D-dad..." panggilku lirih.

"Bulan depan." Daddy tidak menatapku atau mengindahkanku. "Rencanakan dengan matang pernikahan kalian bulan depan. Berikan yang terbaik untuk putriku, atau Kenneth akan benar-benar membuatmu menyesal tidak dihajar sampai mati tadi."

Mataku yang sudah berair kembali mengalirkan cairannya. Senyumku merekah mendengar persetujuan Daddy.

"I'll give her the best of the best that i could in my power. Bahkan jika nyawaku yang harus menjadi bayarannya, aku akan memastikan Kelly bahagia." Sean berkata dengan penuh keyakinan.

"Dan mengenai dimana kalian akan tinggal nantinya, saya hanya berharap kalau kau tidak akan melarang Kelly untuk mengunjungi kami." Sambung Daddy.

Sean menggeleng. "Kapanpun dan dimanapun kalian ingin bertemu Kelly, aku pasti akan langsung membawa Kelly kesana." Suara Sean mantap mengucapkan janjinya yang membuatku terharu.

"Dan kalau kau membuat Kelly menangis-"

"Never gonna happen." Potong Sean. "Restu anda sangat berarti untuk saya, Mr.McKenzie. Terima kasih."

"Sudah menghamili putriku, kau masih memanggilku dengan panggilan itu?" Sindir Daddy sambil melipat kedua tangannya di depan dada lagi.

Aku tidak bisa mengurungkan niatku untuk segera berlari dan memeluk Daddy juga menghadiahinya dengan ciuman.

"Thankyou Daddy, Thankyou. I love you so much, Daddy." Pujiku disetiap jeda kecupan yang ku berikan.

"Sekarang baru bisa kau mengatakan itu." Daddy menyindirku lalu tersenyum dan memelukku dengan erat. "Berhenti berbuat ulah, Kelly. Daddy tidak punya jantung cadangan dan terancam sakit jantung kalau terus diberikan berita seperti ini."

Aku terkekeh. Namun tawaku menghilang saat ekor mataku lelihat Alexis yang berdiri dan berjalan keluar dari kamarku.

"Grandpa..."

Alexis berhenti dan berbalik saat kupanggil ia tersenyum, namun matanya tidak. "Selamat, Kelly. Selamat... sekali lagi."

Kemudian Alexis berjalan keluar dari kamar rawatku tanpa kata-kata lain lagi.

Aku lupa, berita bahagia ini juga sudah membuat seseorang terluka. Dan itu adalah Alexis.

***

Tbc

Hai, aku mau buat kesepakatan nih.

Aku gak yakin bisa Update BESOK. Jadi, sebagai gantinya...

Aku akan Post CHAPTER PERTAMA LOVE BY ACCIDENT.

Setelah ini, aku akan post Prolognya, jadi bisa di cek di work aku ya!

Oh, itu Low Update selama KELLY belom end.

Deal? :)

Kalau WILSON-CATH, aku bisa update itu setiap hari kok.

Dan Rei-Rika? Sedang kususun endingnya 😅😅😅

Author kece badai tsunami pamit sehari ya 😉😉😉

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro