Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

45. Trouble Couple

Omongan Louisa benar-benar racun pada akhirnya. Pemikiran mengenai Sean yang Gay mulai bermunculan di kepalaku.

Mengenai seberapa gemulai Sean? Tidak juga. Aku memang pernah melihat Sean di dapur dan dia tidak terlihat kikuk. Tapi itu sama sekali tidak mengindikasikan Sean Gay, kan?

Mengenai Sean yang membeliku kosmetik? Tidak, tidak. Itu hal wajar.

Lalu apa yang benar-benar menunjukan Sean Gay selain ia tidak bernafsu padaku, bahkan saat ia tidur di sebelahku? NAH ITU! ITU ALASANNYA! Sean tidak memiliki nafsu meski aku tidur di sebelahnya dalam keadaan defensless. Apa iya Sean Gay? Atau dia memiliki kelainan seksual lainnya?

Aih apa juga yang ku katakan pada Louisa tadi? Tidur dengan Sean malam ini? Aku mungkin lupa saat Sean menolakku malam itu.

Bagaimana aku bisa memaksanya bercinta kalau disaat terkritis saja Sean bisa berhenti?

Ponselku bergetar. Nama Alexis terlihat di layar. Sudah lama aku tidak menghubungi Grandpaku ini. Sejak kejadian Paris, aku sama sekali belum mengabarinya kalau aku sudah kembali.

"Ssup, Grandpa?" Sapaku.

"Kau sudah kembali?" Tanyanya.

Aku spontan mengangguk, namun kemudian sadar kalau Alexis tidak bisa melihatku. "Sudah, kemarin."

"Kalau begitu aku menjemputmu sekarang. Kau di butik? Atau kantor NK Jewelry?"

"Menjemputku? Untuk apa?" Tanyaku terkejut. Untung saja butik sudah sepi dan aku hanya sendiri di lantai dua butik karena aku sedang menunggu Sean yang baru akan menjemputku setelah ada rapat dadakan.

"Mengajakmu menikah." Jawabnya datar. "Tentu saja mengajakmu makan malam, bodoh! Sudah lama kita tidak keluar makan bersama sejak kau pindah." Ralatnya sambil terkekeh.

"Lucu, grandpa." Sindirku tertawa garing. "Tapi malam ini aku tidak bisa." Tolakku kemudian.

Kekehan Alexis terhenti, "kenapa?"

Aku ada misi membuktikan status Sean sebagai seorang Gay. "Aku sibuk." Jawabku.

"Ah ya... Deadlinemu sudah dekat, ya?" Tanyanya seakan mengerti maksudku.

Aku bahkan lupa mengenai acara tahunan kantor Joshua itu. Ah bicara mengenai Joshua, aku ingin meninju hidungnya. Bahkam setelah kucampakkan beberapa hari yang lalu di Paris, dia tidak menghubungiku sama sekali. Kurasa dia sama sekali lupa kalau dia membawaku ke pesta itu. Laki-laki brengsek.

"Ya sudah kalau begitu. Jangan lupa makan malam dan besok makan siang denganku. Tidak ada bantahan, nona." Putusnya cepat sebelum aku menyuarakan keberatanku.

Ya sudah lah. Aku juga masih mempunyai hal untuk dibicarakan dengannya. Aku masih harus memberitahu Alexis kalau Sean bukan Bad Ass Jerk seperti pikirannya. Meskipun ada kemungkinan Sean Gay, tapi itu tidak termasuk kategori laki-laki brengsek.

"Baiklah, sampai jumpa besok." Aku menyanggupinya.

"Bye Kelly. Selamat bekerja."

"Bye Grandpa!"

Begitu aku melepaskan ponsel dari telingaku, ketukan kaca terdengar dari arah pintu masuk. Dan disana Sean sudah berdiri sambil bersandar menatapku.

"Sudah bisa ku ganggu?" Tanyanya sambil tersenyum tampan

Ahh... sayang sekali kalau laki-laki tampan ini nantinya terbukti Gay. Rutuk hatiku.

"Ya, kau harus bertanggung jawab membantuku membawa ini semua." Aku menunjuk kearah buket bunga besar juga boneka beruang raksasa yang duduk di sebelahku dengan telunjukku.

Sean berjalan menghampiriku, meraih pinggangku dan mengecup bibirku.

"Bagaimana kalau dimulai dengan ciuman 'terima kasih atas kejutanmu'?" Tanyanya sambil memainkan kedua alisnya.

Aku tertawa mendengar kalimat godaannya dan mengangguk setuju. "Terima kasih, Tuan Kim."

"Terima kasih kembali, Nona yang akan menjadi Nyonya Kim." Balasnya dan melumat bibirku sebelum aku melayangkan protes.

Bagaimana bisa dia menciumku sepanas ini kalau tidak ada nafsu di belakangnya? Ah... aku dilema.

***

Selepas makan malam di restoran Korea pilihan Sean, Sean membawaku ke Mansion mewah yang diperkenalkan sebagai 'rumah kecil'nya.

Mansion itu bahkan hampir sebesar Mansion kak Keira Minus Taman bermain mereka.

Kami hanya sebentar disana karena Sean ingin mengambil baju gantinya untuk besok ia kenakan bekerja. Itu artinya dia akan kembali bermalam di tempatku, kan?

Kenapa aku mendadak grogi begini?

Apalagi saat mobil yang ia kendarai semakin mendekati Apartemenku.

Aku membawa beruang raksasa bersamaku sementara Sean membawa buket bunga juga tas Gym yang berisi pakaian gantinya.

Dilihat darimanapun, dia tidak terlihat seperti Gay! Ya ampun, Louisa gila! Aku juga lebih gila karena mengatakan hal gila itu!

Sesampainya di apartemenku, aku meletakkan beruang besar itu di sofaku. Sementara Sean meletakkan bunga di atas meja makan, dan berjalan di belakangku menuju ke kamar.

Satu-satunya kamar mandi di Apartemen ini adalah di kamarku, jadi kami yang sudah seharian beraktivitas tentunya akan menuju ke satu tempat yang sama. Kamar mandi.

"Boleh aku memakai toiletnya terlebih dahulu?" Tanyaku. Sean baru meletakkan tasnya di dalam lemariku.

Sean mengangguk, "tentu. Aku bisa menunggu." Jawabnya.

Tanpa menunggu, aku langsung masuk kedalam kamar mandi dan menjalankan misiku malam ini.

Aku tahu aku akan terlihat murahan, tapi ini hal yang wajar di Amerika. Meskipun tidak bagi keluarga kami, termasuk Mommy yang merupakan wanita Asli kelahiran Indonesia yang sangat konservatif terhadap hal seperti ini.

Lagipula aku sudah dewasa dan tahu apa yang kulakukan. Yang kulakukan dengan yang kak Keira lakukan tentu saja aku lebih dapat ditoleransi, kan?

15 menit kemudian, aku sudah menatap bayangan diriku di depan cermin yang hanya berbalut handuk dari dada ke pahaku.

Misiku hari ini bukan untuk tidur dengan Sean. Melainkan membangkitkan nafsu Sean. Kalau nafsu sean tidak terpancing saat melihatku hampir polos seperti ini, pastilah Sean memiliki kelainan.

Aku mengangguk yakin.

Misi ini lebih baik daripada aku benar-benar tidur dengannya meski aku juga penasaran bagaimana rasanya.

Aku meraih handle pintu dan keluar hanya dengan selembar handuk membungkus tubuhku.

Mataku langsung bertemu dengan Sean yang sedang menelepon.

Apa aku berhasil?

Aku dan dia sama-sama terpaku dan bunyi telepon Sean yang terjatuh dari genggamannya yang membuat kami berkedip.

Sean menunduk untuk meraih ponselnya, aku juga mau berlari untuk membantunya mengambil ponsel. Hingga tanpa sadar, ujung handukku terjepit di pintu kamar mandi dan membuatku terjerembab dan handuk yang melilit tubuhku terlepas.

Mati aku. Mati! Bunuh aku Tuhan. Ini memalukan! Aku merutuki hatiku saat sadar kalau aku tidak jatuh kelantai, melainkan dalam pelukan Sean karena aku bisa mencium wanginya dengan sangat jelas.

Jantung Sean yang sering kudengar setiap dia memelukku, kini berdebar 10x lebih cepat. Tubuhnya kaku, begitu juga tubuhku.

Inikah akibat aku mau menjahili Sean? Astaga ini memalukan.

Wajahku merona. Panas sekali rasanya, seperti terbakar. Aku tidak berani bergerak atau mengangkat kepalaku untuk melihat ekspresi Sean.

"K-k-kau tidak apa-apa?" Tanya Sean terbata.

Aku mengangguk kecil tanpa menjawab pertanyaan Sean.

Bagaimana ini? Apa sebaiknya aku berlari kembali masuk kedalam kamar mandi? Atau aku diam sana disini sampai besok?

Aku mendengar Sean menghela nafasnya berat. Ia mendeham beberapa kali dan tangannya yang melingkar di kulit telanjangku mengerat.

Ya Tuhan, aku masih tidak percaya aku tidak mengenakan selembar benangpun sekarang.

Kaki Sean bergerak membawaku bersamanya sebanyak dua langkah kemudian berhenti.

Aku juga tambah menegang dalam pelukannya saat menyadari ada benda keras yang menyentuh perutku.

"M-m-maaf..." gumamnya serak. "A-apa lebih baik kau kembali ke-kekamar mandi sendiri? A-aku akan menutup mataku."

Aku berdeham dan mengangguk setuju. "I-ide bagus."

Pelukan Sean sedikit mengerat sebelum mengendur dan terlepas. Aku perlahan mengangkat kepalaku melihat wajah Sean yang berkulit putih berubah menjadi merah seperti kepiting rebus. Nafasnya tidak beraturan dan matanya terpejan erat sampai memunculkan garis-garis di sekitar matanya seakan ia sedang memaksakan matanya untuk tetap terpejam.

Gerakan jakunnya yang naik turun membuktikak ia sedang gugup sekarang.

Apa itu semua karena aku? Aku membatin. Senang, sekaligus gugup. Senang karena aku bisa membuat Sean seperti kepiting rebus siap santap. Gugup karena aku sudah memperlihatkan seluruh tubuhku pada laki-laki ini.

Pertanyaan itu meluncur tanpa bisa aku rem dari mulutku. "Kau bukan Gay kan, Sean?"

Mata Sean yang dipaksa menutup itu mendadak terbuka dengan lebar menatapku.

Aku dan dia sepertinya lupa kalau aku masih polos.

***

Tbc

Kugantung dirimu dijemuran rumahku ~

*kabur

*yangpenting double*

PEACE OUT!!

Eh ya, cerita Alexis BELUM PUBLISH! Heheheh cm contoh cover aja kok itu :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro