41. I'm Dead! Totally Dead!
Hal pertama yang ku lakukan begitu sampai di kamar hotelku adalah menyalakan ponsel.
Aku menunggu dengan tidak sabar sampai logo apel putih itu menghilang dan berganti dengan layar menyala kemudian saat aktif, rentetan suara notifikasi membanjir.
Dan kesemuanya adalah dari Alexis. Line, Whatsapp, Text, Telepon, semuanya.
Aku mulai keringat dingin sekarang. Alexis pasti akan mengamukku dan laki-laki itu bisa dipastikan, di jamin 100% kini pasti sudah separuh perjalanan ke Prancis.
"Gawat..." gumamku kecil saat melihat pesannya yang bertanya keberadaanku, keadaanku, dan ancamannya akan menyusulku kalau aku tidak menjawabnya dalam 5 menit.
Oh ini bahkan sudah bukan lagi 5 menit, melainkan 15 jam!
Pintu kamarku terbuka dan aku berbalik spontan. Aku bertambah panik saat melihat Sean di kamarku sekarang. Bagaimana dia bisa masuk?!
"Kenapa kau panik sekali?" Tanyanya mendekatiku dan mencium pelipisku. "Kau belum berganti pakaian?"
Aku mengerang. Apa sekarang saat yang tepat untuk membahas pakaianku? Alexis akan segera tiba sebentar lagi. Aku jamin itu.
"S-sean, apa kau tidak memiliki pekerjaan lain? Pekerjaan nendadak misalnya?" Aku berupaya mengusir Sean secara halus. Aku mengharapkan Sean tiba-tiba teringat ia ada pekerjaan lain, meskipun itu hanya mematikan kompor di hotelnya, atau memberi makan kucing terlantar sekalipun.
Namun harapanku pupus saat ia menggeleng. "Aku bisa menemanimu seharian hari ini. Kapan kau berencana kembali ke LA?"
Aku bisa kembali ke LA hari ini juga kalau kau tidak segera pergi. "Kau juga akan kembali ke LA?" Aku beralih menanyainya tanpa menjawab pertanyaannya.
Sekali lagi aku berharap ia mengangguk tapi tidak. Sepertinya aku harus mulai berharap hal sebaliknya sekarang.
"Urusanku untuk mengalihkan kuasa juga meyakinkan rekan kerja dan orang tuaku di Korea sudah selesai. Jadi aku bisa kembali bersamamu ke LA. Bagaimana pekerjaanmu sejauh ini? Aku meminta Alana untuk menghandle sementara karena aku tidak bisa fokus untuk mengurus pekerjaanku di Korea dan akan selalu berharap bisa cepat kembali kalau aku melihat email darimu." Ujarnya lugas.
Seketika hatiku luluh begitu saja. Ketakutanku ku abaikan. Aku menarik kedua bibirku dan menyentuh kedua rahang Sean. "Why you so Cute?" Ujarku gemas.
Sean terkekeh dan meraih kedua tanganku lalu melingkarkannya di pinggang kokohnya.
"Ah... aku benar-benar tidak menyangka aku bisa memelukmu seperti ini sekarang." Gumamnya terdengar lega di atas kepalaku.
Aku bersandar di dadanya yang sangat nyaman. Aku bisa mendengarkan suara debaran jantungnya yang tidak beraturan itu.
"Kau bisa mendengarnya? Keseriusanku di dalam sana." Tanyanya berbisik.
Aku akan sangat bahagia kalau debaran ini selamanya akan menjadi milikku. Untuk menjawab pertanyaannya, aku mengangguk kecil dan mengeratkan pelukanku.
Untuk terakhir kalinya, aku akan mempercayai cinta yang laki-laki ini berikan untukku. Tidak apa-apa, kan?
Aku berharap Alexis tidak benar-benar akan datang dalam waktu dekat.
Aku dan Sean terperanjat saat mendengar suara Bel kamar hotelku juga suara ponselku yang berbunyi secara bersamaan. Kami menatap ponsel juga pintu hotel bergantian.
"KELLY KAU DI DALAM?"
Tubuhku menegang seketika mendengar suara Alexis dibalik pintu kamar hotelku.
Suara ketukan pintu saja sudah membuatku bisa menangkap seberapa besar rasa khawatir Alexis padaku.
Kenapa harapanku yang ini tidak dikabulkan? Oh My God, I'm Dead! Totally Dead kalau Alexis melihatku bersama Sean dengan pakaianku yang... mataku Terbelalak menyadari aku belum berganti pakaian.
"Ya Tuhan, aku harus berganti baju." Aku panik menghampiri koperku, menarik asal baju yang bisa ku tarik. Lalu aku berbalik dan kembali panik saat menatap Sean menatapku bingung. "Dan kau, kau harus pergi dari sini."
"Kenapa? Aku sudah bilang akan menemanimu bicara dengan Al-"
"Kau tidak mengerti, Sean." Selaku panik. Gedoran di pintu masih terdengar tidak sabaran membuatku semakin panik. Aku mendorong Sean kearah balkon karena aku tidak mungkin membiarkan Sean keluar melalui pintu utama dan membuat Alexis bertemu dengan Sean sebelum aku bisa menjelaskan kalau Sean bukan laki-laki brengsek.
"Kau menyuruhku lompat?!" Tanya Sean begitu kami sampai balkon. "Ini lantai 30 kalau kau lupa. Kau mau aku mati?
Ah aku lupa. Aku membatin sambil menggigit bibir bawahku. "Bagaimana ini..."
"Kau kenapa sih? Apa yang tidak ku mengerti? Kenapa kau harus panik seperti ini?" Tanya Sean kembali membawaku masuk karena udara pagi Prancis di lantai 30 sangat menusuk tulangku yang masih memakai baju terbuka di seluruh bagian. "Dia bukan pacarmu, kan? Kenapa kau seperti sedang mencoba menyembunyikan selingkuhan begini?" Matanya menyipit curiga.
Disaat seperti ini dia masih bisa santai?
"Aku mohon, Sean. Kalau kau mau menemui Alexis jangan sekarang." Aku memelas meminta belas kasihannya.
"Kenapa?" Tanyanya meminta penjelasanku.
Bom bel juga gedoran Alexis tidak lagi terdengar. Tapi itu malah membuatku semakin panik. Aku tahu bagaimana Alexis. Laki-laki itu pasti sedang mencari kunci serap di resepsionis.
Waktuku semakin dikit.
"Aku akan menjelaskannya nanti. Tolong sekarang kau bersembunyi. Kalau kau tidak mau bersembunyi, kau akan bernasib lebih parah dari pada lompat dengan ketinggian 30 lantai." Permintaan atau ancaman? Aku tidak tahu. Aku menarik Sean yang masih menatapku bingung, tapi sekarang ia tidak lagi memprotes saat aku memasukkannya ke kamar mandi kamarku. "Maaf, Sean. Aku janji aku akan menjelaskannya nanti. Tolong aku kali iniiiii saja. Ya?"
Tanpa menunggu jawaban Sean, aku menutup pintu kamar mandi dan segera melepas bajuku dan menggantinya dengan baju yang kutarik asal tadi.
Aku mengutuk saat menyadari kalau yang kutarik barusan adalah kamisol putih yang biasa kugunakan untuk tidur. Tapi aku tidak mempunyai waktu untuk membongkar ulang koperku sekarang karena aku kembali mendengar pintu kamarku kembali di ketuk. Maka aku hanya bisa menarik hot pants yang menjuntai dari dalam koper untuk menyempurnakan penampilanku dan menendang jauh-jauh gaun yang kukenakan semalam.
Bertepatan dengan itu semua, pintu kamarku terbuka dan Alexis terlihat kacau dibalik pintu itu.
"KAU KEMANA SAJA, HAH?! KALAU KAU DI DALAM, KENAPA KAU TIDAK MENJAWABKU?!" Teriaknya sambil berjalan mendekatiku.
Diam-diam aku menghela nafas lega. Aku selamat.
"Fredrick tidak bisa menghubungimu. Dan kau juga tidak kembali kemarin malam. Apa yang terjadi?!" Tanyanya mendesak penjelasanku.
"A-aku... a-aku... a...ku..." aku menggigit bibirku, menatap sekeliling dan meneliti hal yang bisa kujadikan alasan. "Aku sudah kembali semalam. Mungkin Fredrick tidak melihatku kembali kemarin." Matanya memicing menatapku tidak percaya. "B-benar. Aku pulang kemarin."
"Lalu kenapa kau tidak menjawab panggilan kami? Kau tidak tahu seberapa paniknya aku saat Fredrick berkata dia tidak bisa menghubungimu setelah pergi dengan seorang laki-laki?!" Suaranya masih setengah berteriak padahal jarakku dan dia sudah sangat dekat. Kaki kami tidak lagi berjarak. "Siapa laki-laki itu? Fredrick juga mengira kalau laki-laki kemarin adalah pacarmu karena Fredrick melihatnya merangkulmu mesra."
Benarkah? Joshua merangkulku? Aku bahkan tidak menyadarinya. Fredrick sial! Kenapa juga dia harus melaporkan hal itu?!
"EHEM..." suara dehaman itu terdengar dari kamar mandi kamarku. Aku tersentak dan melotot.
Alexis menatap kamar mandi, kemudian menatapku lagi. "Suara apa itu? Laki-laki semalam ada disini? Dia bermalam disini?!" Tanya Alexis murka.
Sean kenapa harus berdeham sekeras itu?! Apa dia berniat mati?
Aku panik saat Alexis akan menghampiri kamar mandi karena aku tidak kunjung menjawab pertanyaannya. Tentu saja! Bagaimana aku bisa menjawabnya?! Alexis lebih menyeramkan dari macan yang mangsanya di rebut.
"Alexis berhenti. K-kemarin aku terkunci di kamar mandi, dan didalam sana ada teknisi yang tadi membantuku keluar. Dia sedang... sedang membenarkan pintunya." Bohongku.
"Kau terkunci?! Kenapa kau tidak menghubungiku atau Fredrick?! Kau tidak apa? Kau kedinginan? Terluka? Lapar?"
Diam-diam aku menghela nafas lega lagi. Aku tidak menyangka Alexis akan mempercayaiku semudah ini.
"EHEMMM..."
Aku mengutuk saat Sean kembali berdeham. Apa dia tidak tahu seberapa sulit aku menyelamatkannya kali ini? Kenapa dia tidak berhenti membuat suara?
"Kau yakin yang didalam sana seorang teknisi? Kau tidak sedang menyembunyikan sesuatu dariku, kan?"
Aku menghindari tatapan Alexis. Alexis pasti akan tahu aku berbohong kalau melihat mataku.
"Aku tidak membawa ponselku kemarin, jadi aku tidak bisa menghubungi siapapun untuk pertolongan sampai room service datang pagi ini. Dan di dalam sana benar-benar teknisi! Kau tidak percaya?!" Aku menekankan ucapanku, sedikit meninggikan intonasi suaraku sambil berbalik dan meraih ponsel yang sudah terisi sedikit dayanya. "A-ayo kita pergi. Lebih baik jangan mengganggu teknisi itu agar pekerjaannya cepat selesai." Aku berjalan kembali kearah Alexis sambil mendorongnya untuk keluar.
"Ayo kita makan, setelah itu aku akan kembali untuk Istirahat." Aku sedikit berteriak, bermaksud menyampaikannya juga pada Sean kalau aku akan segera kembali untuknya. "Kau juga perlu istirahat setelah penerbangan jauh, kan?!"
"T-tunggu. Kenapa kita tidak makan disini saja sekalian menunggui teknisinya selesai?"
"Aku yakin teknisinya akan lama, dan aku sudah kelaparan sekarang." Bohongku. Jelas-jelas sebelum kesini, aku dan Sean sudah sarapan dan aku masih kenyang.
"Ck. Baiklah. Setelah itu kita kembali lagi, kan? Aku lelah setelah mengkhawatirkanmu seharian." Alexis menyerah dan berjalan tanpa kudorong lagi ke arah pintu.
"Kau akan tidur disini?" Aku berhenti berjalan dan bertanya pertanyaan retorik.
"Apa aku harus menjawabmu? Biasanya juga aku selalu tidur bersamamu kalau sedang berpergian, kan?" Alexis mendengus dan berkacak pinggang.
Brukkk Dakkk Brakkk
Suara gaduh di kamar mandi membuatku merinding. Entah kenapa perasaanmu mengatakan aku memiliki masalah baru dengan laki-laki di dalam akibat ucapan fakta Alexis barusan.
"Kau yakin teknisinya bisa melakukannya? Kenapa sepertinya dia ceroboh sekali?" Tanya Alexis kembali hendak menghampiri kamar mandi sebelum aku menariknya menjauh.
"Aku lapar." Bohongku cepat. "Dan Alexis, kau tidak bisa tidur disini. Kau harus mencari kamar hotelmu."
"Kenapa?! Bukannya kau yang selalu memintaku tidur denganmu? Hei ayolah! Aku tidak lama disini karena aku masih ada pekerjaan di Los Angeles. Aku hanya ingin memejamkan mataku sebentar sambil memelukmu. Kau tahu kau lebih nyaman untuk dipeluk dari gulingku, kan?"
Aku membungkam mulutnya Alexis dengan cepat. Terlalu banyak fakta yang keluar dari mulut Alexis akan berakibat fatal akan kelangsungan hubunganku dengan laki-laki dibalik pintu kamar mandi itu.
"Jangan lanjutkan ucapanmu!" Gertakku sambil mendorongnya keluar dari kamarku.
I'm a Dead meat.
***
Tbc
Aku ga janji Double ya :')
Dan masalah cover botak kmrn aku revisi lagi 😂😂😂😂
Jangan lupa Vote dan Comment ya! Semoga menghibur.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro