Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29. Bad Jerk!

Sean
Thursday, 03:21pm

Kelly.
Please don't make me worry. Kau dimana?
Listen, kita perlu berbicara.
Malam ini, di Parotte Restaurant, aku akan menunggumu sampai kau datang.

Aku menggigit bibirku membaca pesan yang sudah ada di kotak masukku 2 hari yang lalu.

Aku sekuat tenaga menahan keinginanku untuk ke Parotte Restautant untuk mengecek kebenaran apakan Sean benar menungguiku atau tidak. Tapi Sean seharusnya tidak perlu sejauh itu, kan?

Setelah satu minggu, akhirnya aku mendapatkan apartemen. Meski tidak semewah dan sebesar Penthouse keluargaku, tapi aku menemukan kenyamanan yang ku butuhkan dalam masa penjajakan hatiku kembali.

Harus kuakui, dampak yang diberikan Sean kali ini lebih besar dari yang pernah ku terima.

Menyendiri di kamar dan tidak makan seharian, bukan lagi jalan keluar.

Aku harus dewasa kali ini. Meski aku masih tidak mau mengakui kalau aku patah hati karena aku menyimpan rasa diam-diam untuk Sean.

Aku seharusnya mundur saat Alana datang ke kantor tempo hari.

Aku mengklik tombol send di layar laptopku kemudian mematikan layarnya. Pekerjaanku selesai. Yang harus ku lakukan sekarang hanya menunggu evaluasi Sean, lalu mewujudkannya menjadi bentuk fisik dalam satu bulan seorang diri yang sebenarnya MUSTAHIL.

Kali ini aku mengakui kebodohanku di masalah ini.

Ponselku bergetar, aku mengeluarkan reaksi berlebih dengan meraih ponsel itu cepat dan menghela nafas kecewa saat melihat nama kak Kenneth yang tertera di layarnya.

Hanya sebagai tambahan, seluruh keluargaku menyetujui keputusanku untuk pindah tanpa menuntut alasanku. Dan hanya mereka juga yang tahu dimana Apartemenku saat ini.

"Kutebak kau sudah sampai di Los Angeles, brother." Sapaku begitu menjawab panggilannya.

"ALLEIRA!!! ALLEIRA AKAN MELAHIRKAN! SEGERA KE RUMAH SAKIT SEKARANG! JESUS CRIST! INI AKIBAT KAU TIDAK BERADA DI APARTEMEN DAN KAMI MELUPAKAN KEHADIRANMU." Aku mengernyit mendengar teriakannya. Spontan aku menjauhkan teleponku untuk menyelamatkankudari ketulian. "Dan lagi, aku sudah berada disini sejak Alleira mengalami kontraksi kemarin. Cepat ke rumah sakit!" Perintahnya tanpa menunggu jawabanku, panggilan itu kemudian terputus begitu saja.

Aku menatap ponsel itu tidak percaya, namun detik berikutnya aku tetap menarik tubuhku untuk segera ke rumah sakit untuk menyambut keponakan ke... tunggu, keponakanku yang keberapa ini?

***

"... tenanglah. Ini bukan pengalaman pertamamu."

Suara Daddy yang pertama kali ku dengar saat mendekatkan diriku ke kerumunan keluarga yang sedang membangun persekutuan di lorong rumah sakit.

"Good Evening, Guys." Sapaku mendekat kearah Daddy untuk menciumnya, kemudian Mommy, kak Keira, bibi Rere, paman Alvero, Alexis, dan terakhir kak Kenneth. Khusus untuk kakak Iparku Nicholas, aku hanya memeluk kecil tubuh tegapnya. Bukan berarti aku tidak menganggapnya keluarga, tetapi masa lalu di antara kami yang menjadi perhitunganku untuk tidak menciumnya seperti yang lain. "Kemana keponakan-keponakan badungku?" Tanyaku penasaran melihat ketiadaan tuyul-tuyul nakal di sekitar keluarga kami.

"Di Mansion. Ini terlalu malam untuk mereka ke sini. Mereka bisa menjenguk Alle besok pagi." Jawab kak Keira.

Aku mengangguk dan menepuk punggung kak Kenneth, bermaksud memberinya sepatah dua patah kata penyemangat, namun telingaku menangkap kalimat lain dari mulutnya yang tidak berhenti berkomat-kamit.

"Alle, bertahan. Aku berjanji ini yang terakhir. Kau tidak akan kesakitan lagi atau melahirkan lagi. Aku berjanji."

Sepertinya kak Kenneth sedang sibuk berdoa, maka aku mengurungkan diri untuk mengganggu doanya.

Aku duduk di sebelah Alexis, menyandarkan kepala di bahunya dengan santai. "Kau tidak memberitahuku mengenai kak Alle." Protesku tanpa mengangkat kepala.

"Kau sendiri tahu aku satu-satunya yang menentang dirimu untuk pindah, kan?" Ia balik bertanya dengan nada datar.

"Jadi kau sengaja tidak memberitahuku? Karena kau marah? Ck!" Decakku sambil sebelah tanganku mencubit pahanya yang sekeras batu.

Alexis menepis tanganku dengan cepat dan suaranya terdengar semakin berat dan dalam, "jangan disana atau kau akan menyesal."

Aku mengernyit, tidak mengerti maksudnya. Aku menegakkan dudukku hendak protes maksud ucapan Alexis, tapi kemudian mataku menangkap bayangan jauh di ujung koridor baru melintas.

Bukan, bukan hantu! Jangan menakutiku! Aku yakin ini juga bukan halusinasi.

Tapi aku melihat Sean lewat di ujung sana dengan punggung tidak setegap biasanya.

Untuk apa Sean ke rumah sakit?

Jentikan tangan Alexis menarikku kembali. Aku mengerjap dan menatap Alexis. "Aku hanya bercanda. Aku tentu tidak bernafsu denganmu."

Aku mendelik tajam kearahnya yang sudah terkekeh. Aku menepuk pahanya dengan kencang kemudian berdiri saat Alexis mengaduh hingga keluarga kami menoleh.

"Aku ke toilet sebentar." Ucapku berpamitan.

Sebelum melangkah, Alexis menahan tanganku dan berbisik, "kabur setelah membangunkannya?"

Aku melotot tajam kearahnya. Sejak kapan Alexis jadi semesum ini? Tidak bisa ku percaya!

Aku berjalan cepat mencari kamar mandi. Setelah sampai, aku hanya terpaku di depan kaca tanpa melakukan apapun. Kenapa juga aku bisa tiba-tiba kepikiran ingin ke toilet?

Salah tingkah juga tidak perlu sampai seperti ini, kan? Ini karena guyonan tidak bermutu Alexis.

Juga karena Sean. Ah ya! Sean! Apa sebaiknya aku menghampiri laki-laki itu? Tapi untuk apa? Menanyakan apa dia benar-benar menungguiku di restoran itu? Cih! Percaya diri sekali aku.

Siapa tahu saja 5 menit menunggu saja, Sean sudah pergi, kan? Memangnya restoran itu tidak perlu tutup?

Setelah mencuci tanganku pada akhirnya, aku keluar namun tidak kembali ke lorong tempat keluargaku menunggu.

Kakiku membawaku ke arah berlainan.

Melihat banyak pasien menunggu di lobby, membuatku pesimis untuk menemukan, setidaknya melihat Sean dan memastikan laki-laki itu baik-baik saja.

Jangan salah sangka! Ini karena Sean practically adalah rekan kerja samaku. Kalau dia sakit, maka evaluasi pekerjaan ku akan semakin lama, kan?

Aku baru akan menyerah ketika suara yang sedikiy terasa familar di telingaku terdengar di belakangku.

Aku menoleh dan merasakan lagi jarum-jarum kecil yang menusuk hatiku. Aku mencari tempat bersembunyi di dekatku dan memutuskan untuk bersembunyi di tembok terdekat.

"Oppa! Sekarang kau senang sudah sakit, kan? Ah! Aku tidak tahu apa yang eomma akan katakan kalau melihat kebodohanmu." Omel suara Alana dengan bahasa inggris yang lancar.

Eomma? Aku membeo dalam hati.

"Eomma tidak akan tahu karena kau tidak akan bicara apapun, Alana." Ujar suara berat Sean diikuti oleh kekehan.

Tidak lama kemudian, kedua orang itu berjalan di sampingku tanpa menyadari kehadiranku disana. Aku melihat dengan jelas bagaimana Sean merangkul Alana, juga bagaimana Alana memeluk pinggang Sean dan bersandar manja. Pemandangan itu membuatku sesak. Amat sesak.

"Lanjutkan omelanmu dirumah. Aku tidak sabar mencicipi bubur buatanmu yang hanya bisa ku nikmati disaat seperti ini." Suara Sean terdengar samar.

"Kata siapa aku akan membuatkanmu bubur? Kenapa juga aku harus membuatkannya?" Protes Alana.

"Kataku. Dan karena kau mencintaiku." Jawab Sean sambil tertawa, ditambah sebuah kecupan di kening Alana setelahnya.

Lalu pemandangan itu kabur akibat airmata yang lagi-lagi mengancan keluar di pelupuk mataku.

Apa lagi yang harus dibicarakan antara aku dan Sean? Sepertinya, mendengar kenyataan langsung dari mulut Sean akan lebih menyakitkan dari melihatnya seperti ini.

What a bad Jerk. Bad hot Jerk.

Airmataku turun tanpa terkendali, dan akhirnya aku tidak lagi kembali ke keluargaku, melainkan ke parkiran untuk pulang ke Apartemen dan kembali meratapi nasib percintaanku yang lebih buruk dari kiamat.

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro