Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24. The Jerk (2)

"Untuk apa kau kesini?" Tanyaku memasang wajah tidak bersahabat meskipun jantungku sudah tak karuan lagi berdebarnya di dalam sana. Aku berbohong kalau mengatakan aku tidak merindukannya.

Sean membukakan pintu mobilnya untukku begitu melihatku berjalan keluar. Terlihat begitu percaya diri kalau aku akan masuk kedalam sana.

"Mengajakmu makan siang." Jawabnya dengan senyuman yang mampu membuat jantungku semakin berdebar sangat cepat.

Sial! Apa dia tidak tahu efek senyumannya itu? Beruntunglah Alana yang bisa setiap hari menikmati senyuman Sean.

"Ayo naik." Ajakkan atau paksaan? Entahlah. Tetapi aku masih berdiri di ambang pintu tanpa minat untuk naik ke mobilnya.

"Aku bisa naik mobilku sendiri." Aku menunjukan kunci mobilku sejajar dengan kepalaku, lalu menekan tombol di sana hingga mobilku yang terparkir tepat di sampingnya berbunyi. "Kau tidak perlu repot-repot."

Salah satu alis Sean terangkat tapi aku tidak peduli. Aku berjalan kearah mobilku, berdiri di sisi pengemudi yang membuatku berdiri tepat di samping Sean yang masih menahan pintu penumpang di sisi mobilnya. "Mau kemana?" Tanyaku datar, berbanding terbalik dengan jantungku yang sudah berakrobat berribu gaya di dalam sana.

Sean menutup pintu di sampingnya lalu bersandar sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau mau makan apa?" Ia bertanya balik kepadaku.

"Aku tidak lapar." Jawabku ketus.

"Kau mengatakan itu juga terakhir kali aku mengajakmu keluar makan. Tetapi yang ku ingat, kau bisa menghabiskan porsi 5 orang dalam 1 jam setelahnya." Ujarnya menyindirku seperti sebuah belati yang menyayat bajuku hingga terbuka. MALU!

"Katakan saja apa yang mau kau bicarakan. Aku masih banyak pekerjaan." Memang pekerjaanku masih banyak, tetapi 90% adalah Pekerjaan Annual Event majalah People dan aku tidak bisa mengerjakannya karena laki-laki sialan ini yang terus mengganggu pikirannya.

Pandanganku jatuh ke leher Sean. Pergerakan Jakun Sean yang naik dan turun sontak membuatku menelan ludah tanpa sadar.

Bagaimana rasanya menghirup aroma Sean dari sana?

Ah sekali lagi, beruntunglah Alana. Pasti Sean sangat lembut memperlakukannya di atas kasur. Bagaimana rasanya menjadi Alana?

Aku mendadak ingin menangisi kisah cintaku sendiri. Kemana perginya jodohku?

"Kelly." Jentikan jari Sean juga panggilan Sean menyadarkanku dari lamunan.

Aku mendongak dan melihatnya mengernyit menatapku, aku kembali meneguk ludahku saat menyadari seberapa dekat Sean di depanku sekarang. Bibir tipis... bagaimana rasanya dicium oleh Sean? Apa bibir itu selembut kelihatannya?

Aku tidak menyadarinya, aku tidak tahu apa aku yang mulai mendekat, atau sebaliknya.

Jarak antara wajahku dan wajahnya semakin menipis. Jantungku bergemuruh menanti. Kakiku yang sudah mengenalan Heels 7 sentipun tak membantuku berhenti menjinjit. Mataku kemudian terpejam saat aku merasakan tangannya yang besar dan hangat menyentuh pipiku.

Ini salah. Ini jelas-jelas salah.

Aku tentu tidak lupa mengenai Alana, tetapi aku tidak bisa menarik diriku dari hipnotis pesona yang Sean miliki.

Ini sangat tidak adil bagiku untuk membiarkannya menciumku. Tetapi jauh di dalam sana, hati kecilku menginginkan ini. Penasaran akan rasa bibir Sean yang terlihat menggoda untuk di cicipi. Dan mungkin ini adalah kesempatan pertama dan terakhir? Aku tidak tahu.

Seharusnya kisahku semudah itu. Bertemu dengan laki-laki yang tulus mencintaiku, kami jatuh cinta, menikah, dan semuanya berakhir bahagia seperti di cerita dongeng.

Tetapi pada nyatanya tidak. Hidup tidak pernah semudah itu. Laki-laki yang akan menciumku adalah laki-laki beristri. Atau mungkin juga sudah memiliki anak?

Seakan kenyataan Sean sudah memiliki istri belum cukup menyadarkanku, pemikiran Sean sudah memiliki ekor menamparku.

Tapi sebelum aku menarik diri, Sean sudah lebih dulu menarik dirinya dengan melepas tangannya dari pipiku dan bergerak mundur, "Maaf. Aku tidak bermaksud lancang."

Pada akhirnya ciuman itu tidak pernah terjadi. Aku membuka mataku, tidak berani menatap wajah Sean. Entah harus ditaruh mana wajahku ini. Aku nyaris saja mencium laki-laki beristri juga mungkin beranak.

Sepertinya Sean menyadari kesalahan yang sama kalau dia hampir saja berselingkuh dengan hampir menciumku.

Aku kecewa, bukan hanya karena aku hampir berciuman dengan Sean, tetapi juga karena Sean tidak jadi menciumku. Apa aku sebegitu buruknya sampai Sean harus meminta maaf karena hampir menciumku?

"Kalau kau masih banyak kerjaan, kita bicarakan saja besok. Aku menunggumu besok di kantorku." Ujar Sean kemudian berjalan kearah pintu kemudi mobilnya. "Maafkan aku karena sudah lancang. Sampai jumpa besok."

Aku tidak membalas sapaan itu karena akupun masih terlalu terkejut dan kecewa. Aku jadi merasa jahat dan murahan sekarang. Hingga mobil Sean melaju ke jalanan, aku masih tidak bereaksi atau bahkan berkedip.

Aku membuka pintu mobilku, lalu melajukan benda itu ke jalanan kota LA. Aku ingin memaki diriku sendiri karena sudah bodoh, tetapi aku merasa tidak puas. Aku memerlukan seseorang untuk melepas penatku.

Seseorang yang akan menyadarkanku dan memarahiku.

*

"Kau bodoh atau bagaimana?!" Teriaknya berkacak pinggang menghadapku. "Kau bilang dia sudah beristri dan kau tadi apa? Hampir menciumnya? Ck! Perlu berapa kali ku katakan, Kelly? Aku akan sangat rela melepasmu dengan laki-laki yang baik, bukan Brengsek. He's such a bad ass Jerk! Kau tahu?!"

"Alexis, aku memang butuh dimarahi, tapi tolong kondisikan ucapanmu." Desisku pelan.

Braaaak

Aku terlonjak saat Alexis menggebrak meja di hadapanku. "Katakan, bagaimana aku bisa  mengkondisikan ucapanku?! Kau sudah ku anggap saudaraku sendiri Kelly. Kalau itu terjadi pada kak Alle, aku juga akan menolaknya seperti ini. You deserve a good man, not an Asshole Man like him!" Omelnya. "Aku rasa dia juga tidak tahu apa arti berkomitmen dan setia!"

Kali ini aku tidak membantah atau menyangkalnya. Tapi hati kecilku seperti tidak mempercayainya, kalau Sean se Brengsek itu.

Bagaimana bisa aku masih membela Sean disaat seperti ini? Apa aku harus menunggu ada anak kecil yang memanggil Sean dengan panggilan Ayah baru aku akan sadar?! Arghhh Wake up, Kelly!!

Alexis kemudian duduk di sampingku, menangkup tanganku dengan eratnya, dan menatap mataku saat aku mendongak.

"You can fall in love with anybody, but not that Jerk, Kelly."

"Aku tidak jatuh cinta." Elakku.

Tangannya mengacak rambutku, aku berdecak kesal. Aku membutuhkan sarannya, bukan seperti ini.

"Masih mencoba membohongiku? Aku mengenalmu sejak bayi, Kelly." Gumam Alexis kembali membuatku terdiam. "Anybody but not him. Aku serius, Kelly."

"Aku tidak jatuh cinta-"

"Lalu bagaimana denganku?" Wajah Alexis tiba-tiba berada di dekatku. Sangat dekat hingga aku bisa mencium wangi nafas Mintnya. "Bagaimana kalau aku menciummu sekarang?"

Aku memutar bola mataku. Jengah dengan godaan Alexis. "Jangan bercanda. Menyingkir dariku sebelum paman Alvero masuk dan kita akan di nikahkan besok."

"Kau tidak mau menikah denganku?" Tanya Alexis tanpa menggeser tubuhnya. "Bukannya kau mencintaiku?"

"Haha lucu sekali." Aku tertawa datar sambil mencoba mendorong dadanya, tetapi dia tidak bergerak sedikitpun. "Alexis aku serius!" Aku mendelik tajam kearahnya, aku tidak mau berbohong kalau aku mulai panik sekarang.

"Aku juga serius. Bagaimana kalau aku menciummu sekarang?" Suaranya rendah membuat bulu kudukku meremang.

"Alexis aku akan membencimu kalau kau menciumku." Ancamku. Tapi bukannya mundur, Alexis malah semakin maju. Sekuat tenaga aku mencoba mendorong dada Alexis, tetapi tidak bisa. Aku sudah panik di bawah kungkungannya. "Alexis aku akan teriak kalau kau tidak berhenti!"

Tanpa kusadari, airmataku mulai membasahi pelupuk mataku. Aku takut dengan Alexis yang seperti ini. Ini tidak seperti Alexis yang ku kenal. Alexis yang seperti ini menakutiku.

Aku memejamkan mataku saat wajahnya semakin mendekat. Aku tidak bisa menyembunyikan isakkanku. Ini bukan pertama kalinya aku dan Alexis ciuman. Kami sudah sering melakukannya, tetapi itu hanya sebatas kebiasaan keluarga kami yang menyapa dengan kecupan singkat. Satu hal dari sorot mata Alexis yang menakutiku sekarang.

Cup

Aku terkejut saat merasakan benda lembut menyentuh bawah mataku, lalu aku merasakan tubuh Alexis telah menyingkir dari atas tubuhku.

"Sudah seperti ini, kau masih menyangkal kalau kau tidak jatuh cinta pada laki-laki itu? Tidak bisa di percaya." Ujar Alexis. Aku membuka mataku yang sudah basah, lalu menatap tajam Alexis yang terkekeh di sampingku.

"Sejujurnya aku sedikit kecewa karena ternyata aku sudah tidak lagi berada di dalam sana." Dengan dagunya, ia menunjuk kearahku. Aku mengerti yang dia maksud adalah hatiku. Tapi aku masih terdiam. Masih terkejut dengan kejahilan Alexis barusan. "Kau baru saja mengancamku dua kali, kau ingat?" Tanyanya.

Wajahku memerah. Malu, marah, dan kesal sudah di permainkan. Dengan cepat aku menggulung majalah yang ada di meja kopi depanku, lalu memukul lengan Alexis lalu berdiri meninggalkannya. "Kau sama saja Brengseknya!" Pekikku meninggalkan ruangan Alexis.

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro