17. Jealous.
Double Up deh sekali sekali 😂
Padahal ini tabungan hari liburku nanti (?)
Selamat membaca ya!
***
"Katakan, sejak kapan rumah kita menjadi tempat penampungan?"
Aku mendelik tajam kearah laki-laki menyebalkan yang baru muncul dari lantai dua dengan bertelanjang dada, memakai celana tidur satin abu-abu dan juga jubah satin berwarna senada dengan celananya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Katakan, kemana semua celana teddy bear yang selalu kau kenakan dulu?" Sindirku membalas sindirannya.
"Ck! Kalian, ini sudah malam. Emily sudah tidur. Jangan berisik." Omel kakak iparku yang tak lain dan tak bukan adalah istri dari kakakku, kak Alle. "Kau habis dari mana, Kel? Kau habis minum?" Tanyanya sambil mengendus tubuhku.
"Kau minum? Wah. Apa yang akan daddy lakukan pada anak kesayangannya yang satu ini kalau ia tahu?" Kak Kenneth secara tidak langsung baru saja menandatangani surat bunuh dirinya.
Aku mencibir, "hanya Red wine. Itu juga hanya 2 gelas. Aku tidak mabuk." Belaku menuai dengusan kak Kenneth.
"Lalu kenapa kau kesini malam-malam?" Tanya kak Kenneth seakan mengusirku. Bahkan aku belum 10 menit duduk di sofa ruang tamunya. Sangat tidak bersahabat sekali.
"Uangku hanya cukup membawaku kemari." Jawabku ketus. "Dan aku menyesal kenapa aku tidak jalan kaki saja ke Penthouse tadi."
Aku jadi menyesal kabur dari pesta perayaan itu. Aku melupakan isi dompetku yang menipis karena taksi pertamaku sebelum ini.
"Miskin." Cibir kak Kenneth membuatku melotot menatapnya. Ia lalu tertawa bahagia seakan senang sudah berhasil memancing emosiku.
Kak Alle yang memang selalu berjiwa malaikat di keluarga kami berdiri menengahi kami dan menepuk pelan dada kak Kenneth hingga kak Kenneth mengaduh tetapi masih juga tertawa.
"Jangan kelewatan pada Kelly!" Omelnya lalu menatapku, "kau bermalam saja disini, Kel. Aku akan menyediakan baju ganti dan besok aku akan meminta Alexis menjemputmu."
"Kau memang yang terbaik, kak." Aku tersenyum manis pada kak Alleira lalu menatap sini laki-laki di belakangnya, "tidak seperti seseorang." Sambungku.
Kak Alle kembali berdecak dan menggeleng.
Mungkin kak Alle yang juga ikut tumbuh bersama kami semenjak kecil, apa lagi sekarang sudah menjadi bagian dari keluarga yang sebenarnya, sudah merasa maklum denganku dan kak Kenneth.
Kak Kenneth memang menyebalkan, tetapi kalau dibutuhkan, kak Kenneth selalu bisa di andalkan. Mungkin itulah yang tidak orang lain tahu. Dia bisa berubah menjadi seorang sahabat yang menasehati, orang tua yang bawel setengah mati, juga musuh yang minta di hukum mati.
Seperti sekarang.
Lamunanku disadarkan oleh suara kak Kenneth di hadapanku. "Sudah, sudah malam kau segera istirahat. Besok aku yang akan mengantarmu pulang ke rumah."
"Bukannya kau ada rapat besok pagi?" Kak Alle mengernyit menatap kak Kenneth bingung.
"Masih ada waktu untuk mengantar Kelly pulang. Kau tenang saja." Kak Kenneth tersenyum lebar ke arah kak Alle, lalu tanpa tahu malu, kak Kenneth langsung mencium kak Alle.
"Ewwww! Get a room, brother!" Spontan aku menutup kedua mataku dan berdecak kesal.
Kak Kenneth tertawa semakin kencang, "get a boyfriend, Sister." Balasnya lalu kembali tertawa kencang kemudian baru berhenti saat terdengar suara tangisan Emily dari wireless audio yang tegeletak di meja ruang tamu.
Mataku dan mata kak Alle bersamaan langsung menatap kak Kenneth seakan menyalahkan suara kak Kenneth sebagai penyebab Emily terbangun. Padahal aku yakin sekali kalau mansion besar ini memiliki fasilitas kedap suara.
"Apa?" Tanya kak Kenneth tidak merasa bersalah.
Kak Alle mencubit dada telanjang kak Kenneth lalu mengkode dengan dagunya ke arah atas, "kau urus Emily. Aku mau mengurus kamar tidur adikku dulu."
"Dia adikku." Kak Kenneth protes. Entah protes karena tidak terima kak Alle mengaku diriku sebagai adiknya, atau karena dia tidak mau menidurkan Emily lagi.
"Adikku juga, Kenneth. Cepat beri Emily susu. Ini sudah larut." Dengan kibasan tangannya, kak Alle mengusir kak Kenneth yang bersungut-sungut berjalan kearah lantai dua.
Dalam hati aku menertawakan kak Kenneth.
Kak Alle berbalik dengan perut buncitnya lalu berkacak pinggang. "Ayo, sudah larut. Lebih baik kau segera beristirahat." Ajaknya mendahuluiku berjalan ke dalam.
*
Tidurku tidak nyenyak semalaman. Bayangan wajah Sean terus menerus menghantuiku. Bahkan ketika aku memaksa untuk memejamkan mataku, yang terbayang di kepalaku adalah bagaimana perempuan itu memeluk manja Sean tanpa canggung, dan how she kissed his cheek.
Oh aku berani bersumpah aku ingin melempar bayangan itu dengan apapun agar bayangan itu segera enyah dari kepalaku.
Begitu aku membuka mata lagi, matahari sudah terlihat dan aku baru menyadari kalau tidurku sama sekali tidak bisa dikatakan tidur.
Aku tertidur tetapi kepalaku sibuk bekerja, seakan tidak ada jeda istirahat. Dan begitu bangun, aku kelelahan.
"Wajahmu menyeramkan. Sebaiknya kau makan di ruang tamu saja, jangan menakuti Emilyku." Usir kak Kenneth begitu aku sampai di ruang makan.
Aku mendelik tajam kearahnya, lalu kak Alle membelaku dengan mengatakan, "Kalau begitu, kau saja yang makan di sana. Aku tidak merasa Kelly menyeramkan." Barulah aku puas saat melihat kak Kenneth mengerucutkan bibirnya.
Sebelum ini aku memang sudah mengaca, dan penampilanku jauh dari kata segar.
Kantung mata hitam yang pekat, mata sembab sedikit membengkak, juga minimnya semangat membuatku tidak bisa menarik sedikit senyumku untuk menutupi kelelahan yang kurasakan.
"Apa tidurmu tidak nyenyak? Kakak akan meminta Mommy untuk memberimu istirahat hari ini, jadi kau bisa beristirahat kalau kau mau." Ucap kak Alle menaruh perhatian lebih kepadaku.
Aku baru duduk di hadapannya, lalu aku menggeleng. "Kerjaanku masih banyak di butik."
"Iya, Al. Biarkan dia bekerja. Kalau terlalu banyak libur, dia akan berakhir kekurangan uang untuk pulang seperti in- Awwww! Kelly McKenzie!" Pekik kak Kenneth menatapku tajam.
Aku hanya memasang wajah datar tanpa rasa bersalah karena sudah menginjak ibu jari kakinya barusan. Kadang itu adalah salah satu cara untung mengerem kalimat kak Kenneth.
"Sudah, ini waktunya sarapan. Jangan bertengkar lagi. Tidak baik dilihat Emily dan didengar bayi yang disini." Dengan gerakan pelan, kak Alle mengelus perut buncitnya dan kepala Emily bergantian.
Aku memilih mengalah karena aku memang tidak bersemangat melakukan apapun. Semua ini karena Sean! Awas saja kalau laki-laki itu muncul lagi.
Aku tidak mempedulikan lagi percakapan yang terjadi di meja makan. Karena sekuat apapun aku mencoba menarik fokusku dari memikirkan Sean, aku akan semakin memikirkannya. Kenapa aku jadi terdengar seperti remaja patah hati begini, sih? Terakhir aku seperti ini adalah saat kisah cintaku kandas tengah jalan dulu.
Aku bergidik ngeri. Menggelengkan kepalaku dengan kuat. Namun sepertinya gerakanku barusan mendapat perhatian dari kedua orang di hadapanku karena saat aku menatap mereka dengan tatapan bingung, mereka balik menatapku dengan tatapan bertanya.
"Apa adikku sudah kerasukan sekarang?" Tanya kak Kenneth membuka suara.
Baru aku hendak kembali menginjak kakinya, kakinya sudah terlebih dahulu menghindar, namun membentur kaki meja yang mengakibatkan rasa sakit yang kurang lebih sama.
Aku tertawa puas.
Kak Alle mendelik kearah kak Kenneth sebelum kembali menatapku lembut. "Apa semalam terjadi sesuatu? Kau terlihat muram sejak semalam."
Bayangan Sean dan perempuan itu kembali lewat di kepalaku dan aku lagi-lagi harus menggeleng untuk menghilangkan pikiran itu.
"Tidak ada." Jawabku atas pertanyaan kak Alle. Aku tidak mungkin menceritakan tentang pertemuanku dengan Sean pada mereka.
Alasannya? Aku sendiri tidak tahu. Aku hanya tidak mau menceritakan mengenai Sean, terutama pada kak Alle.
Aih! Apa sebenarnya yang terjadi padaku?!
Aku jadi terdengar seperti kekasih posesif yang tidak mau pacarnya di ganggu oleh mantan atau perempuan gatel lainnya. Tapi salahnya disini, aku dan Sean bukan apapun.
Laki-laki brengsek itu hanya mempermainkanku.
***
Tbc
Gak ada Sean, Kenneth-Alle boleh lah jadi Cameo 😊😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro