Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Sorry.

Ini kali pertama aku masuk ke arena Backstage. Aku tidak pernah menyangka kalau suasananya akan sechaos ini. Puluhan orang berlalu lalang, berbicara entah kepada siapa, berlarian membawa beragam pakaian, mencak-mencak di telepon, dan ada juga yang panik.

Sean masih membawaku berjalan melewati orang-orang yang tersenyum kepadanya dan menatapku aneh kemudian kembali ke kegiatan mereka lalu kami masuk ke sebuah ruangan yang juga ramai oleh model-model yang tinggi semampai, cantik, dan anggun.

Untuk apa Sean membawaku kesini? Aku terlihat seperti itik buruk rupa yang masuk ke sarang angsa.

"Kenapa kau membawaku kemari?!" Protesku sambil berbisik.

"Merapikan dirimu, Kelly." Jawabnya tenang seraya kepalanya menatap sekeliling seakan mencari sesuatu, atau seseorang. "Debora, kemari!" Panggilnya.

Wanita bernama Debora yang berkulit hitam eksotis dengan rambut kribo, bertubuh tinggi dan memiliki senyum manis menghampiri kami.

"Yes, Sir?"

"Kau sudah selesai?" Tanya Sean.

"Just a final touch, sir." Jawab wanita itu masih tersenyum.

Sejujurnya, senyum Debora-debora ini memang manis, tetapi aku tidak menyukai senyuman yang dia berikan sekarang. Matanya menatap Sean seakan takut kalau berkedip, Sean bisa melebur menjadi debu. Tipikal wanita penggoda. Aku membatin.

Sean melongokkan kepalanya kebelakang Debora, kemudian berkata, "Berikan Zarra pada Gery. Kau bantu aku untuk merapikan penampilan..." ada jeda sejenak saat Sean menatapku dan tersenyum miring, "-Merapikan penampilan kenalanku."

Kalau jantungku bisa ku tikam, tapi itu tidak menyebabkan aku mati, maka aku akan melakukannya sekarang. Jantungku berdegup kencang, tetapi terasa sakit saat Sean melanjutkan ucapannya. Entah kenapa aku merasa kecewa. Aku hanya sebatas kenalan bagi Sean.

Debora berganti melihatku, senyumnya tidak selebar tadi, dan tidak setulus saat tersenyum pada Sean. Bahkan senyumnya terkesan mengejek.

"Baiklah, Sir. Aku akan bicara pada Gery nanti. This way, Miss." Debora mempersilahkan aku untuk mengikutinya.

Aku masih berdiri tanpa berniat mengikuti Debora, aku kemudian beralih menatap Sean dengan tatapam curiga. "Apa yang kau rencanakan?"

Sean tergelak. Kedua tangannya diletakkan di pundakku, kedua matanya menatapku sangat dalam hingga aku menahan nafasku.

"Kenapa kau selalu berpikiran negatif? Kau tidak mempercayaiku?"

"Ya.. ehm, maksudku tidak. Aku tidak percaya padamu." Jawabku lalu berbalik meninggalkan Sean. Wajahku terasa panas dan ketika aku melihat kaca yang ku lewati, wajahku merona. Aku baru menyadari kalau bukan hanya Debora yang menatap Sean, tetapi nyaris seisi ruangan beserta model-model yang sedang dirias. Dan kini, semua mata itu tertuju padaku dengan tatapan mengulitiku hingga ke akar. Sangat tidak nyaman.

"Jangan salah artikan sikap baik mister Kim. Beliau memang selalu bersikap baik, bahkan pada gelandangan sekalipun." Ujar Debora membuatku terbelalak.

Wtf! Dia menyamakanku dengan gelandangan?!

Aku baru hendak menanyakan maksud ucapannya, tetapi Debora dengan cepat menyapukan Make Up Remover ke wajahku hingga aku tidak bisa membalas kata-katanya.

Aku mulai takut kalau Debora akan menghias wajahku menjadi seorang badut nantinya. Awas saja kalau sampai dia berani melakukan itu. Akan ku tunjukan, dengan siapa dia sedang berhadapan! Seenaknya menghina keturunan keluarga McKenzie!

"Sifat baik Mister Kim selalu disalah artikan oleh orang-orang. Jadi sebelum kau sakit hati, lebih baik kau jangan berharap terlalu banyak. Aku baik memberitahumu ini, karena menurut gosip yang beredar, Mister Kim memikiki seseorang di masa lalunya." Debora masih terus melanjutkan ucapannya. Entah maksudnya baik atau buruk, tetapi aku merasa kalau Debora tidak bermaksud menjelek-jelekan aku karena rasa tertariknya dengan Sean.

Lalu seseorang di masa lalu yang Debora maksud, siapa? Kak Alle?

"Mister Kim selama ini tidak pernah membawa wanita ke backstage seperti ini. Jadi wajar kalau kedatanganmu mengundang perhatian semua orang." Mataku terpejam, tidak bisa melihat ekspresi macam apa yang sedang Debora keluarkan.

Benar istilah wanita adalah makhluk multitasking. Tangan Debora tidak berhenti mendandaniku, mulutnya juga tidak berhenti berbicara.

"Apalagi penampilanmu yang berantakan seperti ini." Aku mendengar Debora terkekeh.

Dalam hati aku sudah bersungut-sungut, menahan diriku untuk membuka mata dan menjambak rambut keriting wanita ini.

Sebentar-sebentar baik, sebentar-sebentar seakan meminta di berikan sepatu mulutnya.

"Kau sudah selesai?"

Keinginanku untuk menjejalkan sepatu ke mulut Debora hilang saat mendengar suara berat itu.

Spontan mataku terbuka ketika Debora sedang hendak menyapukan eyeshadow ke kelopak mataku, tetapi berakhir dengan menusuk bola mataku.

"Ahhhh!" Aku mengaduh. Perih rasanya. Lebih perih dari terkena percikan air sambal.

"Astaga. Kenapa kau buka mata?!" Pekik Debora.

Aku tidak bisa meresponnya karena fokusku terpusat pada mataku yang setengah mati ku doakan agar tidak buta.

Tubuhku tiba-tiba ditarik berdiri kemudian fokusku teralih akibat wangi Musk yang menusuk indra penciumanku.

"Maaf, aku mengejutkanmu. Maaf." Suara berat Sean terdengar sangat dekat di depanku. Sepasang tangan membingkai wajahku, dan aku merasakan sapuan jemari di mata kananku yang tertusuk tadi.

Sebenarnya tidak parah karena saat tertusuk, Debora segera Refleks menarik kuasnya. Mungkin ini karena ada bubuk eyeshadow yang membuat mataku perih.

"Open your eyes. Let me see." Pinta Sean.

"Perih." Lirihku.

"I know, i'm sorry." Suara Sean tidak kalah lirih. "Buka matamu, Kel."

Aku meringis, mencoba membuka mataku yang terasa 10 kali lebih sulit. Mata kananku sudah mengeluarka  airmata, dan aku mengerjap berkali-kali.

Ketika mataku sudah berhasil terbuka sedikit, aku terkejut karena wajah Sean benar-benar sangat dekat dengan wajahku. Refleks aku ingin menarik kepalaku, tetapi Sean menahannya.

Jantungku!! Perutku!! Ya Tuhan! Aku membatin panik.

Wajah Sean sangat sarat akan khawatir juga penyesalan. Jemarinya menyapu halus mataku, menyeka airmataku dan wajahnya mendekat hingga membuatku refleks bergerak mundur lagi.

Dia gila?! Ini tempat umum dan dia mau menciumku?! Batinku panik. Tanganku menahan dadanya yang semakin dekat.

Apa yang akan Debora pikirkan? Atasannya mencium wanita yang baru dia samakan dengan gelandangan. Diam-diam aku menanti reaksinya. Benar juga. Apa yang akan si kribo itu pikirkan?

Aku menarik senyumku dan berhenti menarik mundur wajahku. Kalau kata-kata tidak bisa membalas Debora, mungkin ini bisa.

Kalau masalah Sean dan kak Alle, akan kupikirkan nanti. Yang penting sekarang adalah membalas perkataan Debora kalau gelandangan yang ini berbeda.

Aku menanti, menanti dengan jantung berdebar dan jutaan kupu-kupu yang hendak terbang keluar dari perutku, dan...

Sean meniup lembut mata kananku.

Aku seketika merasa bodoh. Apa aku barusan berharap Sean menciumku?!

Detik itu juga, aku merasakan mendengar suara tawa Debora di kepalaku. Dasar bodoh!!! Bisa-bisanya kau berharap Sean menciummu?! Otakku seakan memaki diriku untuk bertindak tidak wajar.

"Kau tidak apa-apa? Apa perlu ke dokter? Matamu merah. Apa masih sakit? Aku benar-benar minta maaf. Aku sama sekali tidak bermaksud mengejutkanmu." Borong Sean tanpa memberiku kesempatan berbicara.

Aku sebenarnya cukup takjub. Kalau biasa, orang-orang akan menyalahkan si penata rias karena tidak berhati-hati, atau si korban karena ceroboh, tetapi tidak dengan Sean.

Wajah khawatirnya terlihat jelas sekali membuatku jadi tidak tega membiarkan kekhawatiran itu berlangsung lebih lama. Lagipula mataku sudah lebih baik saat Sean meniupnya tadi.

"Tidak perlu, Sean. Aku -Mataku sudah tidak apa-apa." Ujarku sambil mengerjap berkali-kali untuk membuktikannya pada Sean.

Hal selanjutnya yang terjadi kembali membuatku terkejut.

Sean menarikku dan memelukku. Di belakang sana, aku bisa mendengar nada terkesiap dan beberapa barang terjatuh nyaring, tapi selebihnya yang kudengar adalah suara detak jantung. Aku tidak yakin apa itu suara detak jantung Sean atau milikku. Tetapi yang ku yakini, suara itu sangat tidak beraturan.

Wangi tubuh Sean semakin menusuk indra penciumanku. Aku menghirupnya dalam-dalam, mencoba mengingat aroma memabukkan itu.

"Maafkan aku." Gumamnya menimbulkan getaran di dadanya yang sedang ku sandari. "Maaf." Bisiknya lagi.

***

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro