Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 8- Ralp

Chapter 8
Ralp

Saat malam tiba, Seana sudah kembali berada di kelas malam. Batang hidung Otniel tidak nampak berada di sana. Sementara Otniel tidak ada, mereka pun belajar sebentar dan sisanya dihabiskan untuk bergosip.

"Aku benar-benar penasaran dengan Rexilan," tukas Seana pada semua orang.

Saat ini, mereka tengah berkumpul mengelilingi meja guru. Robi ditugaskan sebagai penjaga pintu guna berjaga-jaga jika Rexilan atau Otniel tiba-tiba datang.

"Pelindung di luar masih aktif. Sepertinya Rex memang cukup terluka," komentar yang lain.

"Tapi tadi siang dia nampak sehat-sehat saja. Buktinya ia bisa masak," jelas Seana saat mengingat kembali momen tadi siang.

"Rex suka sekali menyembunyikan segalanya dari kami," timpal Hans yang berdiri dengan kedua tangan melipat di depan dada. "Dulu saja, ia pernah di serang hingga nyaris mati. Tapi masih sempat-sempatnya ia menghadiri kelas malam dan mengatakan semuanya baik-baik saja."

Penghuni kelas malam mengganguki hal tersebut. Sedangkan Seana tengah berpikir keras mencari cara agar mereka bisa terbebas. Masalahnya, sabtu sore nanti Syan akan datang menjemput dirinya dan Seana tidak mau gara-gara pelindung yang dibuat oleh Rexilan rencananya itu gagal.

"Aku akan menghabisi mereka," seru Seana tanpa sadar.

Alhasil semua orang menatap horor padanya.

"Jangan gila Seana," tukas Pooja cepat, "mereka bukanlah lawan yang tepat untukmu. Mereka memiliki kekuatan. Manusia fana tidak akan bisa mengalahkan mereka kecuali ....,"

"Kecuali apa?" sembur Seana dengan pupil mata melebar besar. "Katakan padaku, Poo." Seana mendesak Pooja dengan tak sabaran.

"Aku tidak bisa mengatakannya. Itu bukan wilayahku untuk berbicara. Lagi pula—"

Bunyi dentuman cukup keras tiba-tiba berbunyi keras dari arah luar. Ruang kelas sedikit bergoyang. Di luar halaman, nampak sesesok serba hitam dengan sabit besar di tangan kanannya berdiri di depan asrama.

Sabit besarnya kemudian terayun ke arah depan seolah tengah menyabit sesuatu. Retakan berwarna merah seketika tercipta dari peristiwa tersebut.

"Itu Ralp!" seru Intan dengan panik.

Semua orang serempak berlari ke arah jendela kelas. Sosok yang disebut Ralp kini telah membuka tudung kepalanya. Seana sedikit tercengang— tidak— lebih tepatnya sedikit terpesona. Lalu ia tanpa sadar tertawa melihat Ralp yang sedang berusaha menghancurkan pelindung.

"Seana? Apa kau baik-baik saja?" tanya Pooja.

"Apa saking takutnya kau tertawa?" imbuh Robi dengan wajah kebingungan.

"Tidak, ehehe. Bukan itu, hanya saja ... kupikir Ralp itu seorang tengkorak dengan mata merah." Seana tersenyum geli memandang ke arah bawah. "Malaikat mautnya tampan," celutuk Seana.

Yang mana kalimatnya tersebut menyebabkan semua orang saling melempar pandangan. Sementara itu, Ralp tahu. Rexilan sedang terluka berat dan asistennya si Otniel sedang pergi ke Onshen mencari penawar untuk luka yang diderita oleh majikannya.

Berkali-kali Ralp mengayunkan sabitnya tapi pelindung tersebut sama sekali tidak mengalami kerusakan yang berarti.

Seana dan yang lainnya menunggu. Entah siapapun itu untuk segera turun ke bawah. Tapi semakin ditunggu tak ada tanda-tanda kehadiran Otniel dan Rexilan.

Tanpa pikir panjang, Seana memisahkan diri dari penghuni kelas malam. Lalu berlari turun dan menghadang Ralp di depan sekolah.

Sontak hal tersebut membuat semua orang terkejut bukan main.

"Ya ampun! Apa yang dilakukan gadis itu di bawah sana!" Frengki memekik histeris. Yang lain, memandang tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Seana.

"Kita harus turun!" tukas Pooja. Namun lengannya langsung dicegah oleh Robi.

"Jika kau turun, maka Ralp akan menghabisimu."

"Tapi Seana ada di bawah sana. Aku tidak bisa membiarkannya sendirian. Sudah menjadi tugasku untuk menjaganya," tukas Pooja dengan perasaan menggebu-gebu.

"Tetap saja Poo," ujar Robi, "biarkan saja."

"Apa?" Pupil mata Poo terbelak tak percaya. "Apa maksudmu? Robi, lepaskan lenganku," titah Pooja dengan sorot mata memincing tajam.

Robi sendiri tidak menggubris permintaan Pooja. Sebaliknya, ia semakin menggengam kuat lengan Pooja.

"Kalian berdua, lihat!" tukas Intan yang melerai pertikaian antara Robi dan Pooja. Mau tidak mau, keduanya pun turut menyaksikan hal yang sedang berlangsung di luar asrama.

Ralp nampak tak percaya melihat kehadiran Seana di depan asrama. Jika dilihat baik-baik, Seana adalah seorang manusia. Dan jika dia adalah seorang manusia, apa yang sedang dibuatnya di tempat seperti ini.

"Hey, malaikat mau!" tukas Seana dengan datar. "Aku akan melawanmu."

Salah satu alis Ralp terangkat naik. Sepertinya, ia baru saja mendengar hal salah.

"Apa katamu?" tanya Ralp

"Aku akan melawanmu," ulang Seana dengan tegas.

"Kau ingin melawan malaikat mau?" tanya balik Ralp

"Kau ini budek ya? Ya ampun, malaikat mau kok budek sih. Padahal ganteng loh."

Mendadak wajah Ralp berubah merah. Tentu saja, ia merasa tersinggung dengan argumen milik Seana.

"Aku tidak budek manusia!" amuk Ralp dengan emosi.

"Malaikat mau harusnya bertugas mencabut nyawa. Kenapa ada di sini?" tanya Seana dengan polos.

"Itu bukan urusan manusia."

"Wah, jelas ini urusan manusia. Apa malaikat mau sudah berganti profesi? Apa yang kau mau cari di sini? Di sini tidak ada apa-apa."

Malam ini, Ralp merasa sial. Mengapa ia harus bertemu manusia super aneh seperti gadis di hadapannya.

"Namamu Ralp kan? Namaku Sea. Aku tinggal di sini. Jika kau butuh bantuan mungkin aku bisa bantu."

Robi yang mendegar hal tersebut dari jendela kelas yang telah dibuka, refleks menepuk jidatnya dengan keras.

"Aku perlu mengeluarkan para arwah itu." Kepala Ralp mengarah ke arah kelas kelas malam. Untunglah kelas malam kini berada satu gedung dengan asrama. Jika tidak, Ralp mungkin akan segera menghabisi mereka dalam sekali tebasan.

Intan dan yang lainnya memilih menjauh dari jendela. Hanya Robi dan Pooja yang masih setia di tempat mereka. Ralp tersenyum sinis melihat hal tersebut.

"Mereka adalah jiwa yang tidak terbebaskan. Jika terlalu lama berada di bumi. Mereka akan menjadi roh jahat," jelas Ralp pada Seana

"Rexilan sedang membantu mereka agar pergi ke alam atas," ungkap Seana.

Ralp malah tertawa mendengar hal tersebut.

"Yue seperti dia bisa apa? Ahaha, kalian benar-benar dibodohi."

"Apa maksudmu?" Seana mulai penasaran serta bingung dengan apa yang terjadi.

"Rexilan itu setengah iblis dan setengah malaikat maut," pungkas Ralp dengan tersenyum miring. "Itu adalah aib bagi dua bangsa."

"Kau serius?" tanya Seana tak percaya.

Setidaknya ia ingin mengkonfirmasi kebenaran tersebut. Lagi pula, ia berbalik dan menatap seluruh orang penghuni kelas malam. Mereka tidak akan bisa memberinya informasi tentang Rexilan.

"Mereka hanya perlu menyelesaikan apa yang belum selesai saat mereka masih hidup," terang Seana sesuai dengan apa yang ia ketahui.

Ralp menggeleng kepalanya dan tersenyum mengejek pada Seana.

"Ada beberapa alasan mengapa ada arwah yang gentanyangan. Pertama." Ralp mengangkat satu jari telunjuknya. "Semua orang meninggal sesuai waktu kematian mereka. Kedua, orang yang bunuh diri adalah orang yang telah melanggar undang-undang kematian. Artinya, ia mati sebelum tanggal kematian. Mereka yang di sana." Menunjuk Pooja dan yang lain. "Meninggal karena bunuh diri. Jadi, sebagai hukuman mereka harus gentayangan sampai tanggal kematian mereka yang sebenarnya. Dan orang-orang yang meninggal sesuai tanggal kematian tidak akan bergentayangan."

"Lalu? Toh, mereka telah menyesal dan berniat memperbaiki semua."

"No, no, no." Ralp menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri. "Tidak semudah itu Esmeralda."

"Hey namaku Seana. Bukan Esmeralda. Jangan mengganti nama orang sembarangan," tukas Seana dengan nada tidak terima.

"Terserah kau saja." Ralp lalu mengayunkan sabitnya berharap bisa memberikan sedikit kerusakan. Tapi tetap saja, hasilnya sia-sia belaka.

Ia menatap kesal pada pelindung yang dibuat oleh Rexilan. Kemudian, sebuah ide tiba-tiba tergiang di kepalanya.

"Hey manusia! Coba ke sini," bujuk Ralp dengan senyum aneh.

Seana mengeluarkan ponselnya. Lalu menekan ikon kamera. Berjalan sedikit mendekat ke arah Ralp dan mengambil foto selfi untuk keduanya.

Lampu blizt yang menyala. Membuat mata Ralp sedikit silau. Seana terkikik geli untuk melihat hasi jepretan dan tanpa ia ketahui tanpa sadar ujung kaosnya telah melewati pelindung.

Dan hal tersebut pun di manfaatkan Ralp dengan menarik kasar Seana keluar dari wilayah asrama. Alhasil, bunyi seperti kaca pecah terdengar bergemuruh di sekitar mereka.

Intan hanya bisa membekap mulut dan hidungnya. Pelindung yang dibuat oleh Rexilan kini— hancur berkeping-keping.

__/_/__/______

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro