Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6- Terluka

Chapter 6
Terluka

"Hey!" geram Seana tatkala melihat ponselnya mendarat mulus di atas lantai.

"Pergi!" usir Rexilan dengan lirih.

"Kau ini terluka. Aku hanya ingin membantu," jelas Seana seraya bangkit memungut ponselnya yang terbuang.

Dengan tertatih, Rexilan bangkit dengan wajah hampir tertutup darah.

"Siapa yang mengizinkanmu masuk ke sini? Keluar!" Suara tinggi Rexilan membuat Seana terkejut bukan main.

Angin malam tiba-tiba berhembus. Gemerisik dedaunan membuat suasana menjadi sedikit mencekam. Seana melirik ke arah langit. Firasatnya tiba-tiba menjadi tidak enak.

Rexilan kembali ambruk dan itu membuat fokus Seana kembali teralihkan. Ia berlutut dan menepuk pipi Rexilan dengan pelan.

"Hey? Apa kau pingsan?"

Awalnya Seana ingin meminta bantuan. Tapi memikirkan identitas Rexilan yang notabene-nya bukan manusia. Membuat Seana urung melakukan panggilan.

Dengan segenap kekuatan yang ada. Ia menarik Rexilan masuk ke dalam kamar. Tubuh pria itu cukup berat bagi gadis bertinggi 165 cm itu.

Ketika Rexilan telah diletakkan. Seana menatap sekeliling kamar. Tempat tidur queen size. Sebuah lemari 3 pintu. Beberapa rak buku dan laci yang berjejar rapi.

Seana pergi ke arah pintu yang tengah terbuka. Rupanya pintu tersebut mengarah ke dapur mini si pemilik kamar.

Seana mencari baskom, mengisinya dengan air dari keran. Lalu mengambil sehelai sapu tangan yang tersimpan di atas nakas samping tempat tidur.

Dengan telaten dibersihkan darah yang berada di wajah Rexilan. Suhu tubuh pria itu pun terasa semakin hangat.

Dibaringkan Rexilan dengan bantal yang diambil di kasur. Menyelimuti dengan selimut. Lalu ia pun menelepon seseorang yang menjawab malas dari sebrang telepon.

Seana: Dia demam. Jadi, aku harus memberinya parasetamol kan?

Syan: Ya ... siapa sih yang sakit?

Seana : Teman sekamarku.

Syan: Bukanya aku menyuruhmu membawa kotak P3K?

Seana: Ah, ya. Aku lupa. Ada di dalam tas.

Syan: Pastikan bersihkan luka temanmu itu. Hal itu bisa menyebabkan infeksi sehingga menimbulkan demam.

Seana: Apakah obat manjur jika diminum hantu?

Syan : Seana, aku tidak ingin bercanda. Matikan teleponnya. Kau menggangu waktu tidurku!

Sambungan panggilan terputus. Seana mengambil obat dari dalam kamarnya. Namun ketika ia baru menutup pintu. Kehadiran Otniel membuat jantung gadis itu hampir copot keluar.

"Semua orang menunggumu di kelas malam. Mengapa kau masih di sini?" selidik Otniel dengan tatapan tajam.

"Rexilan terluka. Aku perlu mengobatinya."

Raut wajah Otniel berubah panik. Ia bergegas menghampiri pintu kamar Rexilan. Membukanya, lalu menutup kasar di depan wajah Seana yang ingin masuk memberikan obat.

"Otniel! Buka pintunya!"

Di dalam kamar, Otniel mengabaikan teriakan Seana dari luar. Ia menyibak selimut yang semula menutupi tubuh Rexilan. Membantunya untuk naik di atas kasur. Ketika Otniel membuka kancing kemeja sang majikan. Ia mendapati luka sayatan sebilah pedang.

Darah pada luka tersebut telah mengering. Namun masih menganga dengan lebar. Otniel lalu menarik pintu laci nakas, mengeluarkan sebuah botol berisi cairan biru pekat. Menuangnya sedikit di luka tersebut. Lalu menutupnya kembali dengan selimut.

Sementara itu, Seana sudah kembali menuju kelas malam. Seluruh penghuni menatapnya heran. Pasalnya noda darah dari pakaian Rexilan berpindah di seragam yang dikenakan Seana.

"Sea? Apa yang terjadi? Apa kau terluka?" tanya Pooja dengan panik. Hampir seluruh penghuni kelas mengerumuni Seana.

"Tidak, bukan aku," jawab Seana.

"Mengapa kau tiba-tiba berlari?" sela Intan dengan cemas. "Kupikir kau melihat sesuatu."

"Itu ...,"

Sebelum Seana sempat menjelaskan. Otniel hadir di dalam kelas. Auranya terkesan dalam, gelap dan mencekam.

"Siapapun dilarang keluar dari asrama tanpa izin dariku. Rexilan terluka. Mereka mungkin akan mendekati asrama."

Mereka? Batin Seana bertanya-tanya. Siapa yang dimaksud Otniel dengan mereka?

Seana yang ingin mengajukan pertanyaan. Dibalas Otniel dengan sebuah tatapan. Yang seolah berkata kau tidak punya hak untuk bertanya.

Selepas Otniel pergi meninggalkan kelas. Kerumunan siswa/i kelas malam kembali riuh. Robi memantau di luar kelas. Mematiskan bahwa Otniel tidak akan kembali.

"Mereka mungkin kembali menyerang," bisik seseorang. Seana mendengarnya penuh minat.

"Siapa?" tanya Seana penasaran.

"Musuh bebuyutan kita," jelas Hans yang memiliki warna rambut blonde. Netra birunya menatap Seana dengan intens.

"Malaikat maut dan para iblis," imbuh Robi yang kembali berbaur.

"Mengapa mereka menyerang Rexilan? Dia ... terluka parah," jelas Seana

"Hmm ... pantas saja. Itu melarang kita keluyuruan," gumam Robi dengan menggaruk tengkuk.

"Rexilan adalah bagian dari dua bangsa tersebut," sela Intan dengan lirih.

"Maksudmu?" tanya Seana tak mengerti.

"Kita tidak bisa membahas hal itu," potong Pooja cepat. Seana menatapnya dengan kesal. "Kita akan tetap melakukan kelas malam seperti biasa. Tapi karena hampir jam 3 pagi. Sebaiknya kita bubar."

Beberapa mengangguk setuju dengan usul Pooja. Tapi sebagian memilih untuk tetap tinggal dan Seana adalah salah satunya.

"Aku masih awam dalam masalah kalian. Sebenarnya apa yang terjadi?" Seana celingak-celinguk menatap semua orang.

"Seana," ujar Robi, "kami semua memiliki masalah yang belum terselesaikan saat masih hidup. Kelas malam adalah salah satu media agar membuat jiwa kami dapat pergi dengan tenang. Rexilan membantu hal tersebut. Tapi para malaikat maut mengatakan itu adalah hal yang ilegal."

Seana menyimak dengan serius. Lalu berkata, "lalu ... hubungannya dengan para iblis apa?"

"Jiwa yang masih tertinggal. Akan di jadikan bidak untuk mereka," sela Intan. Ia tak bisa membayangkan menjadi bagian dari kaum tersebut. Keinginan gadis itu hanya satu. Segera pergi ke dunia atas.

Jauh di relung hati Seana. Ia seolah merasa terpanggil untuk membantu mereka semua. Memang, awalnya ia merasa takut.

Namun, semakin ke sini rasanya ia cukup terbiasa.

"Aku akan membantu kalian," ujar Seana dengan memandangi mereka semua. "Katakan padaku apa yang kalian inginkan. Aku akan bantu semampu yang kubisa."

"Kita tidak boleh keluar asrama." Robi mengingatkan. "Jika Rexilan terluka, pelindung di sekitar asrama akan semakin kuat. Itu membuat jiwa kita terkurung."

Seana menghela napas berat. Terkurung dalam jangka waktu yang tidak di ketahui sungguh tidak menggenakkan.

Mereka pun bubar. Rasa kantuk mau tidak mau menyihir Seana untuk kembali ke kamar. Ketika ia tiba di lantai dua dan berdiri di depan dua pintu yang saling bersebrangan.

Rasa keingintahuan yang begitu besar. Menariknya mendekat pintu kamar Rexilan.

Bunyi ketukan dari buku-buku jari tak mendapatkan sahutan dari penghuni kamar. Memastikan bahwa kamar tersebut bisa di masukki.

Tangan Seana terulur untuk memutar kenop pintu. Namun hatinya terkejut, mendapati daun pintu terbuka dari dalam.

Wajah memucat dan mata yang sayup tengah menatap Seana dengan galak. Rexilan sekarang terlihat seperti manusia yang baru saja bertransformasi menjadi hantu.

"Kau!" geramnya. "Apa kau ingin mengendap-endap dalam kamarku?"

"Ck," desis Seana, "aku mencemaskan mu. Kau terluka. Huh, kupikir hantu tidak akan terluka." Melipat kedua tangan di depan dada. Lalu melemparkan pandangan ke arah samping.

Binar mata Rexilan sedikit berubah. Lalu kembali seperti semula.

"Bagaimana dengan kelas malam?" tanya Rexilan dari ambang pintu.

"Berjalan baik," sahut Seana sekenanya.

"Lalu bagaimana kau tahu aku terluka?"

Dengan enggan Seana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kulihat kau terbang dengan jubah hitam yang berkibar. Kalau aku tidak salah lihat," ujar Seana sembari mengingat. "Aku melihat sesuatu yang panjang berkilau di tanganmu. Tapi saat aku melihat kau terkapar di beranda. Aku tidak melihatnya lagi."

BLAM

Pintu tertutup dengan suara bantingan yang cukup keras. Pupil mata Seana terbelalak saking kagetnya ia.

"Ck, dasar setan!" umpat Seana dengan gerakan ingin menonjok.

_/_/__/_____
Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro