Chapter 5- Istirahat Tengah Malam
Chapter 5
Istirahat Tengah Malam
"Kau ingin mendengar yang mana? Aku bisa menceritakan banyak hal padamu," tukas Pooja saat mereka berjalan menapaki anak tangga berkayu.
"Tapi Rexilan memintaku untuk mengantarmu beristirahat. Akan ku ceritakan saat istirahat nanti."
Seana mengganguk menyetujui. Ia heran bagaimana para hantu bisa patuh pada pria seperti Rexilan. Ia terlihat seperti pria dewasa berumur 20'an.
Ketika mereka tiba di lantai dua. Seana hanya menemukan dua buah kamar yang saling berhadapan. Salah satunya memiliki stiker kupu-kupu biru hitam.
Kening Seana menyergit. Lalu tangannya tanpa sadar menyetuh stiker tersebut.
"Itu kamarmu. Dan kamar di depanmu adalah milik Rexilan."
Seana menoleh dengan tatapan terkejut. Ia menatap wajah Pooja sekilas, lalu beralih menatap pintu kamar yang ada di depannya.
"Aku tidak mau se-lantai dengan dia!" geram Seana, "tidak bisakah kita sekamar?"
Pooja menggeleng pelan. "Tidak, ini sudah aturan Rexilan."
"Mengapa semua harus sesuai aturannya? Apa hebatnya menjadi Yue?"
Seana merasa frustasi, status Rexilan membuat segala sesuatu harus seizin yang bersangkutan. Ia menghela napas berat.
"Baiklah, jika itu yang terjadi. Aku harus membiasakan diri."
Pooja tersenyum lembut seraya menepuk pundak Seana dengan pelan.
"Jangan patah semangat. Kami mendukungmu."
.
.
.
Ketika malam tiba. Seana harus sudah berada di ruang kelas 3D, untunglah dia bersama Pooja. Seluruh ruang kelas nampak gelap. Hanya cahaya dari koridor yang menemani langkah mereka.
Sesampainya di kelas 3D, beberapa arwah nampak bercengkrama dengan gembira. Mereka menoleh, saat melihat Seana masuk ke dalam kelas.
"Seana," panggil Robi. Perawakannya terlihat seperti remaja SMP. Sedikit terlihat lebih mudah dari yang lain.
"Apa yang akan kita pelajari malam ini?" tanyanya dengan antusias.
"Biologi," sahut Seana lalu berjalan menuju meja paling depan. "Aku tidak terlalu mahir dalam semua pelajaran. Aku hanya bisa mengajar yang aku bisa. Tak apa kan?"
Ia pun mengeluarkan sebuah lebaran jadwal pelajaran kelas malam. Kertas itu ia temukan di atas tempat tidur kamarnya. Seana yakin, pasti Rexilan yang meletakkan kertas tersebut.
"Aku akan mengatakannya pada bos kalian. Oh, ya. Mengapa bukan dia yang menjadi guru?"
Semua orang saling melempar pandangan.
"Rexilan tidak bisa," jawab Intan, "dia sibuk mengurusi para roh jahat dan siluman."
"Apa karena dia Yue?" tebak Seana. Intan mengganguk lemah. Ketika hampir tiba waktu belajar di kelas malam.
Kerumunan mulai bubar. Berbekal buku yang diberikan Rexilan di dalam kamar. Dan data dari tiap arwah dengan tingkat status mereka. Seana menuliskan beberapa kata di papan tulis sembari menjelaskan.
Sesi belajar lebih mirip grup diskusi. Mereka saling melempar pertanyaan dan jawaban. Seana sendiri, mulai nampak akrab bersama mereka. Hingga ketika menjelang tengah malam. Istirahat pun tiba.
"Kita mau makan di mana?" tanya Intan pada Pooja. Sebagian anak laki-laki telah berjalan lebih dulu keluar dari kelas.
"Di tempat biasa saja," sahut Pooja. Lalu melirik ke arah Seana. "Kamu mau ikut? Kita makan bakso di warung bu Fatimah. Ia buka mulai jam 9 dan tutup jam 6 pagi."
Seana yang sedang merapikan buku termanggu menatap dua kawan barunya.
"Dengan memakai seragam sekolah?" Menunjuk seragam yang mereka kenakan. "Aku malu kalau di tanya-tanya di sana."
"Tak apa," komentar Pooja. "Bu Fatimah tidak mempertayakan seragam kita. Ia udah tahu kalau kita anak asrama kelas malam."
"Jadi dia tahu kalau kalian hantu?" tanya Seana
"Tidak, yang Bu Fatimah tahu. Kita belajar di malam hari seperti siswa pada umumnya."
Seana nampak manggut-manggut. Tak ada salahnya mencoba pengalaman baru. Warung Bu Fatimah yang dibicarakan Pooja dan Intan memiliki durasi 15 menit berjalan kaki dari asrama.
Sesampainya di sana, Seana terkejut dengan banyaknya orang yang datang membeli. Intan menarik mereka untuk duduk di meja yang baru di kosongkan.
"Malam gadis-gadis," sapa seorang pria dewasa dengan serbet di bahu kiri. "Kalian mau pesan apa?" Ia menatap Seana dengan heran.
"Seperti Biasa aja, Kak. Kalau Seana?" tanya Pooja. Seana menatap buku menu yang di atas meja.
"Bakso granat aja kak," ucap Seana dengan lembut.
"Siswi baru ya?" tanyanya pada Intan dan Pooja.
"Iya kak, baru pindah kemarin." Melirik ke arah Seana. "Ini Kak Bayu, anaknya Bu Fatimah," jelas Pooja mengenalkan keduanya.
Bayu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Seana pun membalasnya dengan ramah. Setelah mencatat pesanan ketiganya. Bayu pun beranjak menuju dapur.
"Rexilan kok tadi tidak kelihatan? Aku hanya melihatnya hanya tadi sore," tukas Seana yang duduk di samping Pooja dan di hadapan Intan.
"Rexilan sedang berkerja. Selain mengurus kita. Ia melakukan banyak hal," jelas Pooja, "sebaiknya kita tidak perlu membicarakannya." Ia mencoba mengalihkan perhatian.
Ketika pesanan tiga mangkuk bakso tiba. Mereka makan dengan lahap. Dengan sesekali mengobrol di sela-sela makan.
Waktu hampir menunjukkan jam 1 dini hari. Mereka masih memiliki satu kelas hingga jam 3 subuh. Saat Seana dan yang lainnya berjalan menuju asrama.
Langkah kaki Seana tiba-tiba berhenti. Pupil matanya melebar. Lalu ia memaksa matanya menatap tajam ke arah langit yang tengah di taburi bintang.
"Sea?" tanya Intan. "Ada apa? Mengapa kau berhenti berjalan?"
"Aku melihat sesuatu," bisik Seana yang masih memfokuskan penglihatannya.
"Apa?"
Baik Intan dan Pooja turut melihat ke arah Seana memandang. Tapi mereka tak menemukan apapun. Lalu secara mengejutkan. Seana berlari kencang meninggalkan keduanya.
"Seana!" teriak Pooja. Seoalah di komando. Intan dan Pooja pun berlari mengejar Seana dari belakang.
Tapi sekeras apapun mereka berlari. Kecepatan lari Seana tidak dapat di kejar. Mengabaikan dua sahabatnya yang mengejar. Seana masuk ke dalam pekarangan asrama.
Dari lobi ia terus berlari menaiki anak tangga lantai dua. Napasnya tersenggal-senggal ketika terhenti di depan pintu kamar Rexilan.
Gadis itu mengatur napasnya sebentar. Menimalisir detak jantung agar memompa dengan tenang. Setelah di rasa cukup. Ia pun mencoba mengetuk pintu kamar.
Namun, baru sebentar punggung tangan Seana menyentuh daun pintu. Bunyi derit pada pintu yang terbuka membuat Seana cukup terkejut.
"Rex? Rexilan?" panggil Seana seraya menyundul kepalanya ke dalam kamar.
Ketika netra cokelatnya menjelajahi isi kamar Rexilan. Kibaran gorden berwarna putih menarik minat Seana untuk mendekat.
Pandangan mata gadis itu terus menatap lurus. Saat tirai gorden ia sibak. Seana mendapati Rexilan yang tengah bersimbah darah di depan balkon.
"Hey!"
Ia segera berlutut untuk memeriksa. Seluruh kemeja hitam panjang Rexilan bermandikan cairab beraroma besi karat.
Seana meraba-raba ponsel di saku rok lipit yang ia gunakan. Ketika jemarinya berusaha menekan panggilan darurat untuk 911. Tangan pucat Rexilan menghempaskan ponsel yang berasal dari surga dunia K-pop. Hingga terpelanting jauh dari tangan Seana.
"Bodoh! Pergi dari kamarku!"
_/_/___/_____
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro