Chapter 4- Rasa bersalah
Chapter 4
Rasa bersalah
Seana tidak bisa melakukan apapun. Pooja telah menarik paksa tangannya masuk ke dalam asrama. Mereka berjalan melewati lobi, menelusuri sebuah lorong dan masuk ke dalam ruangan yang sepertinya adalah aula.
Balon-balon berwarna-warni, pita-pita dan hiasan bertabur germelapan. Terpasang indah di tiap dinding.
Mata Seana tercengang bukan main? Apakah mungkin semua hal tersebut pekerjaan para arwah?
"Rexilan mengizinkan kami melakukan ini. Semoga kau menyukainya, Sea." Pooja berujar dengan sangat antusias.
Ia pun dengan gesit mengambilkan segelas cairan berwarna merah pekat lalu menyodorkannya pada Seana.
"Pooja," lirih Seana. Memikirkan cairan merah di depannya. Membuat Seana merasa sedikit mual. Mata bulatnya pun menatap dengan sorot berbinar.
"Jangan takut." Seakan mengetahui apa yang ada di pikiran sang teman baru. "Ini bukan darah atau cairan aneh yang biasa ada dalam tv. Kami membuatnya dari sirup marjan."
Seana masih nampak tak yakin. Makanan hasil tangan para makhluk astral selalu nampak menjijikkan. Ia benar-benar tak ingin mencipipinya.
Tangannya bergerak enggan. Hingga sambutan tepuk tangan. Membuat Seana berbalik untuk melihat. Beberapa anak kelas malam hadir seraya meniup terompet dan melemparkan potongan kertas warna-warni ke udara.
Semua wajah terlihat bahagia. Tidak ada alasan bagi Seana merasa takut. Tapi tetap saja, rasa itu sulit untuk di hindari.
"Kenapa kalian melakukan semua ini?" tanya Seana pada Pooja. "Aku ... melakukan ini karena terpaksa."
Hawa mendung menyelimuti seluruh aula secepat yang ia bisa. Pooja menatap semua temannya. Menghela napas dengan kepala menunduk.
"Seana, kami sangat senang kau mau jadi pengajar," ungkap Pooja dengan nada lirih. "Ini ... hanya ungkapan kecil dari kami."
Seana merasa ada sesuatu yang patah. Tapi semua yang di katakan adalah kebenaran. Jika bukan tanpa ancaman Rexilan. Ia pun tak kan mau.
Suasana para arwah memburuk. Aura negatif seperti kabut hitam membuat suhu udara menurun drastis. Seana sadar, ada sebuah kesalahan yang ia lakukan.
Bulu kuduknya berdiri dan seketika saja ia hampir jantungan saat mendengar bunyi pintu yang ditendang oleh seseorang.
"Apa yang kalian lakukan? Pesta telah berakhir. Kembali ke kamar masing-masing!"
Bayangan Pooja dan anak kelas malam mendadak hilang ditelan udara. Otniel mendekat dengan tatapan mata menilai suatu barang pada Seana.
"Hanya kau satu-satunya pengajar yang bisa bertahan selama 24 jam. Yang lain hilang, pergi, menjadi sakit dan ... aku lupa." Otniel menggaruk belakang kepalanya. "Jadi wajar, jika Pooja dan yang lainnya sangat bersemangat dengan kedatanganmu. Bahkan orangtuamu tidak keberatan kau pindah ke sini."
Otniel mengambil sebuah gelas kaca. Meminum isinya dan bersendawa dengan mata terpenjam.
"Bukannya hantu ... tidak bisa makan dan minum?" celutuk Seana tak percaya.
"Cih, kau pikir kami tidak bisa merasakan haus dan lapar? Aku juga bisa makan bakso, sate ayam, rendang, gado-gado dan ....," Menatap netra Seana dengan dalam. "Dasar tidak berperi-kehantuan."
Seana merasa tertohok. Sejak semalam, Otniel terus saja mengolok-oloknya.
"Kau—"
"Seana!"
Baik Seana dan Otniel, mereka sama-sama berpaling pada sumber suara.
"Kau seharunya minta maaf pada semua orang. Oti benar, kau sungguh tidak berperi-kehantuan."
Dua kali Seana merasa tertohok. Mereka mengomentari tentang perikemanusiaan. Tidak, ralat— peri kehantuan.
"Rexilan," seru Seana
"Jam malam mulai jam 7. Aku akan menunggu di kelas 3D."
Dengan satu kali jentikkan jari. Bayangan Rexilan menghilang. Dirinya benar-benar merasa kesal.
"Sea," panggil Otniel.
"Apa?" balas Seana tanpa berbalik.
"Selama di asrama. Jangan pernah keluar secara diam-diam. Di luar berbahaya."
Seana tak menanggapinya. Dan Otniel rasa ia harus segera pergi. Membiarkan Seana seorang diri sepertinya hal baik yang dibutuhkan gadis itu.
Ketika bayangan Otniel menghilang. Sosok Pooja yang tiba-tiba hadir hampir membuat jantung Seana terkena serangan jantung.
"Kamarmu di lantai 2," ujar Pooja tanpa senyum yang secerah biasanya. "Aku akan mengantarmu. Robi sudah membawa semua tasmu ke atas."
"Pooja," ngerutu Seana, "kau hampir membuatku mati!"
Raut wajah Pooja yang biasanya pucat. Malah terlihat semakin pucat.
"Sungguh?" tanyanya dengan cemas. "Maafkan aku, Sea. Aku minta maaf."
Dia memegang kedua bahu Seana. Memeriksa setiap inci dari gadis manusia di hadapannya. Lalu ia bernapas lega. Tanda kehidupan Seana masih dalam kondisi baik-baik saja.
"Pooja." Kali ini Seana yang menatapnya bingung. "Mengapa kau terlihat cemas seperti itu?"
"Dosa besar jika kaum kami membuat manusia kehilangan jiwanya. Kami tak kan bisa kembali ke dunia atas."
Alis Seana bertaut bingung. Tapi ia sedikit menyadari bahwa ada hal tentang dunia lain yang sepertinya butuh untuk di jelajahi.
Sebelum ia melemparkan sebuah pertanyaan. Pooja kembali merangkul lengan Seana dan mengajaknya menuju meja yang penuh akan olehan makanan dan kue.
"Akan kutemani kau makan bersama. Makan sendirian memang tidak menyenangkan, kan?"
Seana tidak tahu harus berucap apa. Semua hidangan memang terlihat normal. Entah memang hal itu cuma berlaku di mata Seana.
Ia menarik kursi dari salah satu meja. Mencoba mengambil air putih di gelas. Mengamatinya sebentar lalu meneguknya pelan.
Normal, batin Seana. Rasanya seperti air biasa pada umumnya. Ada nasi uduk yang menarik perhatian Seana. Ia mengambil sepiring, mengucap doa dalam hati dan mulai menyendok dengan ragu-ragu.
Ketika suapan pertama masuk ke dalam mulut. Pooja bernapas lega. Makanan yang ia buat dan kerjakan bersama para hantu telah berhasil.
Seana takut, makanan yang ia makan akan berubah menjadi binatang menjijikkan. Tapi semuanya nampak normal dan baik-baik saja. Gadis itu mungkin harus percaya perlahan-lahan. Bahwa semua makanan itu adalah normal.
"Rexilan," bisik Seana ketika menyelesaikan makannya. "Apa dia seperti kalian?"
"Tidak, dia memiliki kasta di atas kami."
"Jadi ... hantu golongan atas?"
Pooja terkekeh geli mendengar argumen Seana. Ia menggeleng.
"Tidak, Rexilan bukan hantu dia Yue," bisik Pooja dengan takut-takut. Suaranya pun nyaris hampir tidak terdengar.
"Apa? Yu ... e?"
"Sstt!" sela Pooja, "tapi berjanjilah untuk tidak mengatakan atau menanyakan hal ini pada Rexilan. Dia tidak suka."
"Mengapa?" Rasa ingin tahu Seana menjadi besar.
"Itu masalahnya. Aku tidak bisa mengatakan lebih banyak. Jika kau sudah selesai makan. Ayo ke kamar." Bangkit Pooja dari atas kursi.
"Bagaimana dengan makanan yang belum di makan? Kalian tidak mungkin membuangnya kan?" tanya Seana. Rasanya tidak etis jika harus membuang-buang makanan.
"Ah, soal itu. Otniel akan membagi-bagikannya pada anak jalalan."
Pupil mata Seana terbelalak. Ada fakta baru yang ia ketahui dengan dunia hantu. Selain mereka dapat memasak, makan dan minum. Mereka juga dapat membagi-bagikan makanan pada yang membutuhkan.
Ia pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Pooja," panggilnya,"bisakah kau ceritakan tentang dunia kalian?"
_/_/______
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro