Chapter 3 - Anggota Kelas Malam
Chapter 3
Asrama
"Baru pulang?" komentar Sam yang sedang asyik menonton tv di ruang tengah.
"Ada kerja kelompok tadi." Seana membalas acuh tak acuh. Lalu berjalan ke arah dapur mencari minum.
"Ibu mana?" lanjut Seana seraya membuka kulkas dan mengambil botol berwarna biru di dalamnya.
"Ada keluar bareng ayah. Beliin Abang bakso di depan ya?"
"Traktir?" seru Seana setelah meneguk setengah botol.
"Iya."
"Yes!"
Seana pun buru-buru pergi ke kamar. Meletakkan tas, mengambil baju ganti dan segera melesat ke arah kamar mandi. Tidak lama berselang, ia sudah siap membeli bakso dengan rambut setengah kering.
"Bakso granat, telur rebus satu, sama,
lontongnya dua." Sam memberikan selembar 50 ribuan kepada sang adik.
"Jangan lupa! Sambal, kecap, sama saosnya dibuat pisah. Oh, ya. Gak pakai mie sama daun bawang, oke?"
"Oke, seperti biasa, 'kan?" ujar Seana
Sam mengganguk membenarkan. Setelah itu, Seana lantas
Ini adalah hal tergila yang di alami Seana sepanjang hidupnya. Mengajarkan para arwah sebuah pelajaran.
Otniel masih berdiri di sisinya. Tubuh hantu itu telah memadat sempurna. Sekarang malah terlihat seperti manusia.
"Aku tidak bisa," ujar Seana. Rasa takut dalam dirinya terus bergejolak. Otniel mengamati bulir keringat yang perlahan turun dari pelipis Seana.
"Rexilan telah memilihmu. Aku bisa apa?" komentar Otniel.
Alis Seana bertaut bingung.
"Coba dan perhatikan sekelilingmu," seru Otniel, "mereka semua tidak seseram yang kau pikirkan."
Seana menggeleng tanda tidak setuju. Tapi Otniel bersikeras dengan memaksa memutar kepala Seana. Awalnya gadis itu terpenjam dengan mata tertutup rapat-rapat. Si hantu pun tidak ketinggalan akal. Ia memaksa membuka kelopak mata Seana dengan kuat.
Begitu pun Seana, tangan dingin Otniel semakin membuat ia bersikukuh dengan pendiriannya.
"Ada tikus!" jerit Otniel. Sontak Seana yang membenci hewan pengerat berteriak dengan lantang. Seraya berdiri panik di atas kursi.
"Hahahah." Gelak tawa dari bibir Otniel pecah. Lalu di sambung beberapa tawa yang saling bersahutan.
Seana melirik sekeliling kelas. Hantu dan para arwah yang awalnya terlihat transparan dengan wajah memucat dan lubang hitam di kedua mata. Kini terlihat seperti manusia biasa.
Mereka semua memakai jenis seragam yang berbeda-beda. Seana mengerjabkan mata beberapa kali. Lalu melirik ke arah Otniel.
"Apa ada yang menakutkan?" tanya Otniel dengan senyum mengejek.
"Kalian ... bagaimana bisa? Dan tunggu! Apa kau mengerjaiku?"
Otniel mengganguk sebagai jawaban. Amarah Seana kini berubah menjadi kesal. Bagaimana bisa, ia dikerjai seorang hantu.
"Namaku Pooja. Senang bertemu denganmu Seana. Aku harap kau bisa membuatku dapat pergi dengan tenang di dunia atas."
Seana menatap uluran tangan dari gadis berambut pendek sebahu. Wajahnya khas oriental perpaduan Indonesia-India.
"Um hai," jawab Seana dengan kikuk. Terlihat, ia enggan menjabat tangan Pooja.
"Kami tidak akan menakutimu. Semua hantu dalam kekuasaan Rexilan selalu berwujud seperti ini jika bertemu para pengajar."
Seana bergumam dengan nada aneh. Beberapa arwah memperkenalkan diri dengan sopan. Seana yang awalnya enggan perlahan mulai terbiasa.
Karena ini adalah pertemuan mereka. Seana mencoba untuk mengenal semua arwah lebih dekat. Setidaknya, perkataan Pooja tentang perubahan fisik mereka- adalah jaminan yang benar.
Dari bingkai luar jendela kelas 3D. Sorot hitam Rexilan menatap tawa Seana dengan datar. Otniel pun datang menghampiri sang majikan.
"Apa menurutmu gadis itu akan berhasil?" bisik Otniel.
Rexilan tidak menyahut. Yang ada, ia malah meninggalkan Otniel tanpa sepatah kata.
Malam yang terasa panjang, di lalui Seana secara singkat tanpa ia sadari. Total siswa kelas malam ada 15 orang. Mereka semua berasal dari latar kehidupan yang berbeda-beda.
Mereka banyak bercerita. Tapi tak satu pun memberitahu Seana alasan kematian masing-masing. Menjelang subuh, Seana mulai terkantuk-kantuk.
Pooja memberikan intruski pada semua orang lewat lirikan mata, ketika Rexilan berjalan masuk ke dalam kelas dalam hitungan detik. Bayangan semua penghuni kelas malam hilang ke dalam udara kosong.
Memilih tertidur di atas meja. Seana pun terlelap ke alam mimpi. Rexilan si ketua kelas malam mengibaskan telapak tangannya di atas kepala Seana.
Lalu tanpa hitungan detik. Rexilan perlahan membaringkan Seana di atas tempat tidur bermotif kupu-kupu biru-hitam.
Seana tidak menyadari perpindahan dimensi yang di lakukan Rexilan. Namun kendati demikian, bayangan pria serba hitam itu kembali hilang di telah udara kosong.
Ketika matahari sudah mulai menggantung di langit biru. Teriakan histeris seorang gadis remaja telah menjatuhkan sebuah gelas dari tangan seorang pria yang awalnya tengah meminum air dingin di depan kulkas.
Syan, pria bertubuh tinggi tetap dengan bingkai kacamata hitam menggerutu kesal karena suara Seana yang memekikkan telinga.
Tanpa pikir panjang, ia segera berjalan ke arah kamar Seana yang berada di dekat ruang keluarga dengan kedua tangan terkepal kuat.
"Sea! Sea!"
Gedorang dari luar pintu membuat Seana langsung melirik dengan pandangan terkejut. Ia tahu, membuat Syan menunggu lebih dari lima menit akan membuat langit bisa tiba-tiba runtuh di atas kamarnya.
"Bang Syan," seru Seana saat pintu kamar telah terbuka.
"Apa yang terjadi? Mengapa kau berteriak sekencang itu di siang hari seperti ini? Apa kau gila? Suaramu hampir memecahkan gendang telingaku!"
Seana meringgis bersalah di hadapan sang kakak.
"Apa kakak tahu? Semalam aku ada di kelas malam. Terus ... terus aku di suruh menjadi pengajar para awrah dan hantu. Lalu mereka-"
"Sttt!!!" Telunjuk Syan mengunci bibir Seana. Ia pun menggaruk bagian belakang kepala yang tidak gatal.
"Aku tidak ingin mendengar mimpi gilamu itu. Kata ibu, kau mendapat kelas malam mulai hari ini. Berkemaslah, aku akan mengantarmu sore nanti ke asrama."
Pupil mata Seana terbelak lebar. Ia menatap punggung Syan dengan tatapan tak percaya sekaligus bingung.
"Abang!" Tahan Seana pada lengan sang kakak. "Abang bilang apa tadi? Asrama? Kelas malam? Apa setan itu yang mengatakan pada abang? Maksudku si Rexilan itu?"
Dengan sikap jengah, diturunkan tangan Seana dari lengannya sendiri.
"Adikku, jika kau ingin ke rumah sakit gila. Akan ku antarkan kau nanti."
Seana masih terbelalak. Inilah yang dimaksud Rexilan tentang bagaimana ia akan mengatur semuanya. Jika pun begitu, bagaimana ia bisa berpindah tempat dengan mudah.
"Ahh." Seana bersedekap dengan menjetikkan jari tangannya. "Mereka itu kan setan. Jadi bisa berpindah-pindah tempat."
Ia terkikik, lalu menyadari sebuah kenyataan pahit lainnya. Seana membayangkan kehidupan normalnya yang kini berubah dan berbaur menjadi satu dengan makhluk-makhluk tak kasat mata.
Ketika Sore menjelang, Syan mengantar sang adik di depan bangunan berbata merah yang letaknya bersebrangan di depan bangunan sekolah.
Awalnya Seana tak tahu, bahwa asrama Sekai memiliki sebuah asrama. Bangunan berbata merah tersebut tak pernah menjadi pembicaraan siapapun.
Tapi kini, gerbang itu tengah terbuka lebar. Seana turun dari mobil bersama Syan yang ikut berdiri di samping sang adik.
"Asrama yang bagus," puji Syan dengan nada enteng.
Seana memalingkan wajah dengan cemberut pada sang kakak.
"Kakak, kau tahu? Kau membawaku ke sarang setan."
Seana berpaling dan mendapati Pooja tengah berdiri menantinya dengan tersenyum lebar.
Syan kini balas berbalik menatap Seana. Lalu mengelus rambut hitam sang adik dengan lembut.
"Asrama memang memiliki aturan yang ketat. Tapi kau tidak seharusnya menyebut tempat ini sarang setan."
Seana hanya bisa memutar bola mata dengan mencibir pelan. Syan sendiri telah masuk kembali ke dalam mobil berwarna hitam asal matahari terbit-yang ia dapatkan atas hasil kerja kerasnya.
"Sea," panggil Pooja dengan senyum manis yang ia miliki. Dirangkulnya kedua tangan Seana dengan lembut.
"Kami sudah menyiapkan pesta penyambutan."
_/_/_/______
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro