Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14- Menghilang

Chapter 14
Menghilang

Di kamar, Seana memberikan Kazu sebuah kertas dan seperangkat pensil warna. Agar bocah itu dapat bermain dengan tenang.

"Tinggal di sini ya? Aku mau ke mama dulu."

Kazu mengganguk patuh dan hal tersebut membuat Seana merasa senang dan refleks menepuk pucuk kepala Kazu dengan gemas.

Saat keluar dari kamar. Secara tidak sengaja, Rexilan pun turut keluar dari dalam kamar Syan yang memang berada di sebrang kamar Seana di lantai dua. Seana menatapnya sekilas, sebelum Rexilan menahan pergelangan tangannya.

"Apaan sih?" erang Seana dengan tatapan malas. "Lepasin gak?"

"Kau akan membawanya pulang?" tanya Rexilan. Seana tahu, siapa yang dimaksud Rexilan sekarang.

"Iyalah."

"Kau yakin?"

"Kau juga kan suka membawa hantu pulang ke asrama. Seharusnya, Kazu juga dapat pergi ke alam atas," komentar Seana. Ia menduga, sepertinya Rexilan tidak setuju dengan apa yang ia lakukan.

"Kalau hanya sampai di sini, aku tak masalah. Tapi jika kau sampai membawa pulang ke kelas malam. Aku tidak bisa," ungkap Rexilan, yang mana itu membuat Seana menatap tak percaya pada dirinya.

"A- pa?"

"Aku mengumpulkan remaja. Bukan mengumpulkan bocah."

"Bukankah itu sama saja? Mereka sama-sama arwah."

Rexilan hanya menarik tipis ujung bibirnya. Lalu menatap Seana dengan sebuah gelengan kepala.

"Tidak, mereka berbeda. Aku tidak keberatan jika kau membawanya tinggal di sini. Tapi jangan harap kau bisa membawanya ke asrama."

Rexilan menepuk pelan pundak Seana. Lalu berjalan pergi meninggalkan Seana yang masih termanggu dengan kata-katanya. Gadis itu berbalik dan mendapati Rexilan tengah menuruni anak tangga dengan santai.

"Masa bodoh," ungkapnya tidak peduli.

.
.
.

Seperti biasa, selagi Seana berada di rumah, ia akan pergi membantu sang mama memasak di dapur. Tapi sebelum ia sempat mengeluarkan suaranya, ia terkejut bukan main melihat Rexilan sudah berdiri di sana.

"Gak nyangka ya? Ada anak cowok yang suka banget sama dapur." Alita berkomentar riang saat Rexilan tengah menumis sayuran di atas kuali. Melihat hal itu, Seana hanya bergerak dengan menyeret kakinya.

"Ma," lirih Seana.

Alita pun menoleh ke arah sang putri.

"Tunggu aja di ruang tengah. Biar Rexilan yang bantu mama masak."

Seana hanya terdiam, tidak ada komentar atau kalimat yang ia ungkapan. Matanya sendiri memincing tajam melihat kelakuan Rexilan. Baginya, pria tersebut seolah tengah mencari perhatian pada sang ibunda.

Seana menurut dan ia pun pergi ke kulkas sebentar. Melihat sesuatu yang  dicarinya tidak ada. Seana pun menutup kembali pintu kulkas dan beranjak pergi dengan tangan kosong.

Di sebuah toko kelontong yang letaknya tak jauh dari kompleks perumahan. Seana baru saja keluar dari tempat tersebut dengan memegang sekantong plastik berwarna hitam.

Gadis itu memakan sebuah ice cream cokelat batangan secara perlahan-lahan. Niatnya memakan ice cream pun terlaksana. Seana tidak menyangka, bahwa setelah melihat Rexilan makan ice cream di depannya beberapa waktu lalu. Membuatnya terus-menerus kepikiran.

"Hey." Sebuah tepukan mendarat di bahu Seana. Gadis itu berbalik dan yang bisa Seana ingat— hanyalah sebuah kegelapan.

.
.
.

"Dia belum pulang juga?" tanya Syan yang baru saja masuk ke dalam rumah. Di sampingnya, berdiri Yuri yang turut cemas. Pasalnya, Seana tidak kunjung terlihat sejak siang bahkan ketika langit telah menggelap. Gadis itu tidak kunjung muncul.

Memikirkan keselamatan sang buah hati, membuat Alita cemas tidak karuan. Ponsel Seana tertinggal di dalam kamar. Dan mereka tidak tahu ke arah mana Seana menghilang.

Rexilan menatap Yuri diam-diam dan wanita itu menangkap sebuah pesan dari tatapan mata sang Yue. Lalu mengganguk pelan.

"Syan," lirih Yuri, "bagaimana jika kau menemani mama dulu? Biar aku dan yang Rexilan mencari Seana."

"Aku ikut!" protes Syan, "aku juga mau ikut mencari."

Yuri menggeleng, lalu menggenggam erat telapak tangan Syan.

"Temani mama dulu. Yang dibutuhkan mama adalah kamu di sisinya."

Syan pun menoleh dan menatap Alita yang tengah terduduk cemas di sofa berwarna abu-abu. Perkataan Yuri ada benarnya. Sang ibunda perlu seseorang di sisinya.

Syan pun menghampiri Alita. Merangkul sang mama seraya menepuk pelan pundak wanita paruhbaya tersebut.

Rexilan segera melangkah pergi, diikuti Yuri yang menyusul dari belakang.

"Apa hilangnya Seana karena ulah mereka? Sejak berada di sini. Aku tidak merasakan satu pun energi negatif."

Rexilan hanya mengganguk kecil sembari menatap ke arah langit tanpa bintang.

"Makhluk-makhluk itu telah menculiknya," bisik Rexilan rendah. "Sudah kubilang, untuk tidak berada jauh dariku."

Dari pelupuk mata Yuri, ia seperti menangkap sesuatu dari wajah Rexilan. Kedua tangannya terkepal kuat. Sudah sedari tadi, ia harus bersabar bersama Alita di rumah saat Syan pergi mencari Seana bersama Yuri.

"Ke mana kita harus mencarinya? Apa kau perlu bantuan?" tanya Yuri kembali.

Sesuatu yang dingin, mendadak berhembus melewati sisi Yuri dan pada saat yang bersamaan, kepala Rexilan menunduk pada seorang bocah laki-laki yang terlihat habis menangis.

"Apa?" seru Rexilan ketus. "Jangan merengek padaku. Aku bukan papamu."

Kazu semakin menunjukkan raut kesedihannya. Bukan hanya mereka yang mencemaskan Seana, tapi bocah hantu itu pun merasakan hal yang sama.

Sedari tadi ia menunggu dan menunggu kehadiran Seana untuk kembali ke kamar. Namun nyatanya, gadis itu tak kunjung kembali. Hingga terpaksa membuat Kazu beranjak keluar dari dalam kamar.

Yuri berspekulasi bahwa ada kehadiran Kazu di antara mereka berdua.

"Mungkin Kazu dapat membantu," usul Yuri. Tapi sebuah penolakan langsung terucap dari bibir Rexilan.

"Mengapa?" tanya Yuri lagi. "Semakin banyak yang mencari. Itu artinya bagus bukan?"

Rexilan hanya menoleh ke arah Yuri dengan sebuah seringai yang terlihat menakutkan.

"Justru semakin banyak orang. Akan menarik banyak perhatian." Rexilan kembali mendongak ke arah langit. Entah apa yang dilihat pria itu.

"Jaga bocah ini," ucapnya lagi. Sebelum ia terbang di atas kegelapan malam.

.
.
.

Sementara itu, Seana tersadar di suatu tempat. Setiap tarikan napas yang ia hembuskan. Ada kumpulan asap putih yang keluar.

Suhu udara di sekitar Seana terasa sangat dingin. Bahkan ia sendiri pun menggigil kedinginan. Tidak ada yang bisa terlihat, semuanya gelap tanpa setitik cahaya.

Bahkan atmosfer di sekitar tempat gadis itu berada memberikan suasana tidak enak pada dirinya.

"Sudah sadar?"

Bahu Seana bergetar. Suara tersebut terdengar dingin dan menakutkan. Ia mencoba melirik ke segala arah. Berharap ada sesuatu yang dapat terlihat.

"Jiwamu terlihat menarik." Suara itu kembali bergumam dan terdengar sangat dekat di sisi Seana.

"Siapa?" ucap Seana dengan suara serak.

Suara kekehan terdengar ramai dan saling tumpah tindih. Bulu kuduk Seana berdiri dan merinding. Keringat pun perlahan-lahan mencucur turun dari pelipisnya.

Ketika awan mulai bergerak menjauhi bulan separoh yang menggantung di langit. Pupil mata Seana melebar sempurna, seketika saja ia tahu di mana dirinya berada.

Berpuluh-puluh sosok dalam wujud bayangan hitam dan mata semerah bara api tengah berkumpul mengelilinginya.

Seana hanya mampu membuka mulut tanpa bisa mengeluarkan sebuah suara.

"Bagaimana cara mengambil energi soul nya?" tanya seorang dari mereka.

"Ini saat yang tepat untuk mengisap jiwa mereka." Sebuah suara kembali menyahut.

"Segera lakukan."

Walau ia tidak diikat dengan sebuah tali atau apapun itu. Seana sendiri bahkan tidak mampu menggerakkan kedua kakinya. Lututnya terasa sangat lemas, bahkan seperti telah mencair bersama keringat yang terus menerus membuatnya gemetar ketakutan.

Salah satu makhluk tersebut, mendekati Seana. Ada bau amis nan menjijikkan yang menyerebak masuk dalam indra penciumannya.

Dan sesuatu terasa dingin menempel pada wajah Seana. Makhluk itu telah menyatukan wajahnya dan wajah Seana.

Terlihat seperti ada sesuatu berkabut yang tertarik ke dalam diri makhluk hitam tersebut. Sorak-sorai terdengar menggema seperti lagu kematian bagi Seana.

Seluruh isi perut Seana terasa berputar ketika energi soul-nya tertarik paksa dan sebelum ia kembali kehilangan kesadaran. Sesuatu menerjang kumpulan makhluk mengerikan tersebut satu-persatu.

Sorak-sorai yang semula terdengar, kini terganti dengan lolongan ketakutan. Sabit besar itu terus merobek dan menghancurkan raga mereka yang melebur ke dalam udara. Hingga akhirnya, Seana pun ambruk pada lantai rumah kosong tidak beratap.

Makhluk yang sebelumnya telah mengisap jiwa energi dalam diri Seana mendadak membesar dan semakin besar.  Ia terus tumbuh dengan wujud yang semakin mengerikan.

Mata merahnya berkilat besar dan garis bibirnya menampilkan taring seperti ikan hiu yang mampu mengoyak apapun.

"Cih!" umpat Ralp, "Urk ini menambah pekerjaanku saja."

_/_/___/_____////

Bersambung...

Author Note

Soul : Energi spirit seseorang

Urk : Arwah yang telah bermutasi menjadi roh jahat. Dalam kondisi tertentu. Mereka dapat berubah menjadi kondisi yang jauh lebih mengerikan dan memberi dampak negatif akan kestabilan dunia roh dan dunia manusia. Hidup dengan memakan soul yang memiliki energi spirit seorang manusia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro