Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 11- Yuri

Chapter 11
Yuri

Seana terus memikirkan hal gila yang melibatkan sang kakak dengan Rexilan. Tidak mungkin ada hal waras yang mereka berdua lakukan. Mengingat siapa diri Rexilan sebenarnya.

Seana mencoba menunggu dipandangnya pengendara motor yang melewati mobil BMW mereka. Syan memutar kemudi ke arah kiri. Seana menebak-nebak lokasi yang bisa di jadikan tujuan di tempat tersebut. Mereka terus berjalan lurus kemudian berbelok ke arah kanan. Hingga tiba di sebuah bangunan berbentuk cafe.

Bangunan itu memiliki dua lantai dengan warna hitam mendominasi. Lantai paling atas di jadikan rooftop dan lantai dasar memiliki dinding kaca tebal transparan yang ditempeli oleh stiker hitam ber-ilustrasi.

Syan memutar mobil pada pelantaran parkir kemudian mematikan mesin mobil setelah selesai.

"Tempat apa ini?" tanya Seana yang masih belum ingin turun.

"Cafe," sahut Syan singkat. Rexilan sendiri sudah membuka pintu mobil dan berjalan keluar.

"Aku tahu itu cafe. Tapi tempat apa ini? Abang dan Rexilan sepertinya sudah biasa ke sini."

Syan terkekeh pelan lalu meraih ganggang pintu. "Tempat kerja calon kakak iparmu."

Seana terbelalak tidak percaya dan buru-buru turun dari dalam mobil. Ia setengah berlari seraya mengapit lengan Syan.

"Sungguh?" Mata Seana memincing tajam.

"Ya." Syan masih tersenyum saat menjawab pertanyaan sang adik.

"Baiklah. Aku ingin lihat tipe wanita apa yang disukai abang."

Syan mengganguk lalu mendorong pintu kaca. Aroma manis bagai musim gugur langsung menerpa hidung Seana. Wangi yang menenangkan.

"Syan." Seorang wanita dengan rambut hitam tergerai panjang dan celemek berwarna peach. Datang menyambut Seana dan Syan.

"Seana ya?" tebaknya langsung pada Seana. "Senang bisa melihatmu. Syan banyak bercerita tentang dirimu. Namaku Yuri."

Ia mengulurkan tangan guna mengajak Seana berjabat tangan. Seana melirik Syan sekilas, lalu membalas uluran tangan Yuri.

"Senang berjumpa dengan Kak Yuri. Tapi abang tidak pernah menceritakan tentang anda padaku." Ada nada mengintimidasi dalam kalimat Seana.

Yuri tahu, gadis remaja itu sedang menilai apakah ia pantas menjadi kekasih Syan atau tidak.

"Aku juga heran. Mengapa Syan tidak menceritakanku padamu. Ayo duduk."

Yuri pun menuntun keduanya pada sebuah meja hitam bersofa di pojok ruangan. Seana segera mengambil tempat tanpa mau melepaskan Syan.

"Seana," tegur Syan, "jangan kekanak-kanakkan."

Tangan Seana beranjak turun. Yuri pun duduk dengan mengambil tempat di hadapan mereka. Seorang pelayan wanita datang dan memberikan buku memo dan pulpen pada Yuri.

"Mau pesan apa?" Menatap Seana. "Di sini ada nasi goreng. Bik Minah yang jadi koki. Masakannya enak kok kayak di warteg."

Rasanya seperti menjadi anak kecil, Seana membatin. Terlihat kesal.

"Nasi goreng spesial, boleh?"

Yuri mengganguk mantap. "Minumnya?"

"Air dingin aja."

Jemari Yuri bergerak menuliskan pesanan. Di bawahnya ia menambahkan beberapa menu lalu menyerahkannya pada si pelayan wanita. Yang mana langsung beranjak pergi meninggalkan mereka.

"Sejak kapan kalian pacaran?" Seana mulai menginterogasi.

"Setahun yang lalu," jawab Yuri dengan ramah. "Abangmu yang menyatakan perasaannya padaku." Syan hanya malu-malu kucing mengingat momen tersebut.

Secara tidak sengaja. Seana langsung memekik nyaring, tatkala netra cokelatnya menatap seogok makhluk transparan yang sedang mengambil bola di dekat meja mereka.

"Seana! Ada apa?" Syan terlihat terkejut mendengar Seana yang berteriak.

Wajah sang adik nampak pucat. Syan menjadi khawatir. Ia menatap sekitar cafe. Namun, ia tak menemukan sesuatu yang janggal untuk membuat Seana seperti melihat hantu.

Sosok putih transparan itu menyerupai bocah 5 tahun. Kedua matanya seperti lubang hitam yang dalam.

Walau seperti itu, Seana merasakan tatapan polos yang diberikan si bocah. Di tangannya, ia tengah memegang sebuah bola kaki.

"Bola." Ia berujar dingin. Tanpa pikir panjang. Seana langsung berdiri, naik di atas sofa dan bersembunyi di balik tubuh Syan.

"Bola." Bocah hantu laki-laki itu masih mengulang kata yang sama.

Seharusnya Seana tidak takut hantu. Mengingat ia memiliki teman yang juga seorang hantu. Tapi perawakan si bocah justru berbanding terbalik dengan penampilan Pooja dan yang lainnya.

"Seana?" Syan masih terus bertanya. "Kau kenapa? Jangan bilang kau melihat hantu di hari secerah ini."

"Iya!" balas Seana dengan penuh penekanan. Ia melirik ke arah wajah Syan dan mulai membenamkan wajah dibalik punggung sang kakak.

Syan memberi respon pada Yuri. Yang ditanggapi Yuri dengan bangkit berdiri meninggalkan mereka.

"Seana hentikan. Abang tidak suka ini. Jika kau berpura-pura melihat hantu. Aktingmu cukup bagus."

Dikatakan seperti itu, membuat Seana merenggut kesal. Ia mendongak dan mengintip sedikit ke arah si bocah.

"Bola?" Ia mengucapkannya lagi. Tapi dengan sebuah seringai nan menyeramkan ala bocah psikopat.

"Hey!"

Kepala si bocah memutar dan ia mendapati Rexilan. Pria itu hanya menatapnya tajam dan bayangan si bocah mendadak sirna.

"Dari mana saja kau?" tukas Syan, "Seana membuatku sedikit kerepotan."

"Aku melihat hantu!" Seana bersikeras. "Dan aku tidak bohong! Ya kan, Rexilan?"

Tatapan Seana seolah meminta dukungan. Dan Rexilan menanggapinya dengan datar.

"Aku tidak tahu," jawabnya, "sudah ketemu Yuri?" Ia kembali menatap Syan.

"Sudah. Lagi ke dapur siapkan pesanan."

Rexilan kembali melempar pandangan ke arah Seana. Gadis itu, terlihat kesal dan raut wajahnya semakin kusut.

"Rexilan," panggil Syan. Pria itu kembali melirik ke arah Syan. "Tolong temani Seana sebentar. Aku mau menyusul Yuri."

Tak ada respon dari Rexilan. Tapi Syan mengganggap itu adalah jawaban. Ia pun beranjak menyusul Yuri. Selepas Syan telah menghilang di ruangan belakang. Seana pun membuka suara.

"Kenapa kau berbohong pada kakakku? Jelas-jelas kau melihatnya tadi."

"Jangan hiraukan hal seperti itu," balas Rexilan dengan datar. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam jacket hitamnya dan memainkannya.

"Makan?"

"Akh!" Seana kembali memekik.

Tatkala si bocah hantu itu telah duduk di samping Seana. Wajah Seana seakan ingin menangis. Tapi ia berusaha mati-matian menahannya.

"Rex," rintihnaya pelan. Rexilan pun mendongak.

"Jangan ganggu dia." Setelah itu ia kembali sibuk dengan ponselnya. Tapi si bocah rupanya tidak mau pergi. Untunglah pengunjung di cafe hanya ia dan Rexilan.

Seana kembali ingin berteriak saat sentuhan dingin dari tangan mungil meraih telapak tangannya.

"Ia tinggal di sini. Penunggu cafe ini." Rexilan bercerita. "Biasanya ia tidak seperti ini. Mungkin ia menyukaimu. Bawa pulang saja."

"Apa kau bilang?!" Rasanya ada bongkahan batu yang jatuh di atas kepala Seana.

"Kau gila! Mengapa aku harus membawa pulang hantu."

"Kalau begitu. Abaikan dia dan juga, biasa aja kalau lihat mereka. Jangan berlebihan."

Seana memutar matanya dengan rasa jengah. Rexilan benar-benar keterlaluan.

"Makanan telah siap." Syan datang membawa nampa berisi makanan bersama Yuri yang juga turut membawa nampan berisi minuman.

Saat Syan ingin duduk di samping Seana. Hantu bocah laki-laki itu pun segera menghilang— dan Seana— bernapas lega saat itu.

"Kau kenapa lagi Seana? Teriakanmu tadi terdengar jelas di belakang," ngerutu Syan seraya meletakkan pesanan nasi goreng spesial Seana di hadapannya.

"Rexilan menyuruhku mengadopsi bocah hantu."

Sendok dan garpu yang semula dipegang Syan mendadak terlepas dari telapak tangannya.

"Ap- a?!" Menatap tak percaya. "Apa itu benar Rexilan?"

"Hanya lelucon." Ia menjawab singkat seraya menyeruput minuman bercokelat di hadapannya.

Yuri terlihat sedikit gelisah. Ia menatap cemas ke arah Rexilan dan Seana secara tidak sengaja melihat hal itu.

"Apa kau juga hantu?" Kini semua mata tertuju padanya.

"Siapa yang kau maksud hantu, Seana?" tanya Syan.

"Kak Yuri," jawabnya singkat. "Apa kau juga seorang hantu?"

_/_/_/______

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro