Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 10- Ice Cream

Chapter 10
Ice Cream

"Aku tidak mungkin membawa setan pulang ke rumah." Seana nyaris berteriak saat mengatakan hal tersebut pada Rexilan.

Kening si Yue nampak terlipat. Terlihat bahwa ia sedikit tersinggung disebut setan.

"Mana bisa aku membiarkanmu pergi," cibir Rexilan seraya merangkak di atas kasur. "Ralp akan memberi tahu yang lain dan kau bisa dijadikan sandera. Itu membuatku kerepotan." Ia masih menatap masam ke arah Seana. "Sekarang keluar."

Gadis itu hanya mendekus kesal dan berjalan pergi dari dalam kamar Rexilan. Pagi menjelang dan Seana masih tertidur di kamarnya. Ia pun terbangun saat matahari mulai tidur di ufuk barat.

Tahu kalau malam ini, ia akan menjadi topik pembicaraan. Seana terlebih dahulu membasuh diri dan memakai seragam sekolahnya yang baru. Ketika ia menatap dirinya pada bayangan cermin. Gadis itu memekik keras secara tiba-tiba.

"Oh, sial! Kenapa aku baru ingat?" Melirik ke arah pintu. "Aku harus bertemu Rexilan."

Di depan pintu kamar Rexilan. Seana menggedor-gedor pintu tersebut dengan cukup keras dan kasar.

"Woy, Tirex bangun!! Udah malam!! Aku perlu bicara denganmu."

"Bicara apa?"

Kepala Seana berputar ke arah kanan. Dengan kaos oblong berwarna hitam dan celana training senada. Rexilan terlihat lebih kasual dan santai.

Mata Seana sendiri memincing tajam pada ice cream cokelat stik yang tengah dimakan Rexilan dengan santai.

"Aku juga mau," lirih Seana.

"Ice cream?" sahut Rexilan.

"Bu- kan," bantah Seana cepat-cepat. "Gara-gara ikut kelas malam. Aku tidak bisa mengikuti kelasku yang sebelumnya. Aku tidak mau jadi penunggu di kelas malam. Kau harus bertanggung jawab."

Rexilan kembali melahap ice cream yang tinggal separuh dalam sekali makan.

"Senin besok, kau bisa pergi. Tapi pas malamnya jangan lupakan tugasmu."

Pupil mata Seana terbelalak tidak percaya. Bagaimana bisa ia menghadiri semua kelas dalam sehari. Rexilan pun mengibaskan tangan saat ia mencapai pintu kamarnya.

Seana merasa tertohok. Tadi malam pria itu terlihat sangat kesakitan dan kini ia malah terlihat biasa-biasa saja.

Malam harinya, seperti yang ditebak oleh Seana. Ia menjadi pusat perhatian semua orang di dalam kelas.

"Kau terlalu berani," seru Hans dengan tersenyum tipis.

"Seana!" Pooja langsung mencengkram kedua bahu Seana dan mengguncangnya berulang kali.

"Apa kau masih waras? Bagaimana lenganmu? Bagaimana bisa kau menghadang Ralp? Dia bisa mencelakaimu."

Setelah menanyakan semuanya. Pooja langsung menerjang Seana dalam pelukan. Adik dari Syan itu sedikit merasa sesak akan rangkulan Pooja yang sedikit kuat dan ketat.

"Sudah selesai?" tanyanya Seana. Pooja pun melepaskan pelukan.

"Maaf. Aku tidak bisa menolongmu. Kau tahu bukan? Ralp bisa menghabisiku saat itu juga. Begitu pun yang lain."

Netra Seana pun berpendar pada wajah setiap orang. Kemudian ia mengganguk pelan dan menatap wajah Pooja kembali.

"Tak apa. Aku mengerti. Jangan khawatir. Semuanya baik-baik saja." Seana pun menepuk pelan pundak Pooja, mencoba memberinya sedikit semangat.

Mereka kembali bubar. Seana mengajarkan hal yang ia tahu. Tanpa terpaku pada jadwal yang diberikan oleh Otniel sebelumnya.

Hari sabtu yang ditunggu Seana pun tiba. Sedari pagi, ia menunggu Syan datang menjemput di depan beranda asrama. Mengisi kebosanan, ia membuka galeri ponselnya dan melihat bagaimana wajah Ralp yang berhasil terpotret dengan baik.

"Kau sedang melihat apa?"

Ponsel Seana kembali melakukan peluncuran darurat. Ia mengelus dadanya sendiri dan menoleh kesal pada Rexilan dan bukannya memarahi pria itu. Mulut Seana terbuka dan mangap-mangap seperti ikan dalam akuarium.

"Kau?! Jangan bilang ucapan kemarin itu serius?"

Rexilan menarik kopernya ke depan. Semua yang ia miliki serba hitam. Mulai dari koper, jacket, sepatu, kaos dan celana panjang. Syukurlah ia memiliki warna kulit putih cerah yang kontras dengan penampilannya sendiri.

Bunyi klakson dari depan gerbang. Membuat Seana buru-buru menoleh dan melihat Syan yang baru saja turun dari dalam mobil.

"Ayo!" ajak Syan dari samping pintu mobil.

Seana berlari cepat menghampiri sang kakak. Sedangkan Rexilan berjalan santai mengikuti dari belakang.

"Kepala sekolahmu mau ke mana?"

Langkah kaki Seana mendadak terhenti. Alisnya seketika bertaut bingung.

"Siapa yang kakak maksud kepala sekolah?"

Telunjuk Syan pun terarah pada sosok di belakang Seana. Sungguh, Seana seperti dibuat jatungan untuk yang kedua kalinya.

"Rexilan?" Ia kembali memutar kepala dan menatap Syan. "Dia?"

"Siapa lagi? Jangan bilang kau tidak mengenal kepala sekolahmu sendiri." Kini malah Syan yang dibuat terkejut oleh tingkah sang adik. Seana menggeleng.

"Seana!" Syan memekik histeris.

"Apa aku bisa ikut ke rumahmu?" tanya Rexilan dengan polos.

"Tidak mungkin!" bantah Seana cepat. "Tidak mungkin kau ini kepala sekolahku."

Rexilan hanya melirik Seana dengan datar.

"Memangnya kenapa? Apa aku terlihat lebih muda jadi kau tidak percaya? Seika ini milikku. Aku yang jadi ketua yayasannya dan aku pula yang jadi kepala sekolahnya. Syan." Ia kembali menatap Syan. "Aku mau menginap di kamarmu."

"Tidak jadi masalah."

Jawaban sang kakak semakin membuat Seana pusing. Ada yang salah dalam situasi saat ini.

"Kenapa abang tidak heran? Atau apa gitu?" ujar Seana. Terlihat cukup frustasi. Seharusnya Syan bersikap seperti terkejut atau apalah.

"Aku cukup mengenalnya." Seusai mengucapkan hal tersebut ia pun membuka pintu dan duduk di belakang kemudi.

Seana yang berniat duduk di samping sang abang. Didorong kasar Rexilan untuk menjauh dan ia sendiri pun membuka pintu dan duduk di samping Syan di depan.

Seana hanya bisa melongo tak percaya. Koper Rexilan ditinggalkan begitu saja di luar dan Seana terpaksa membawanya masuk ke dalam bagasi belakang mobil.

Setelah duduk di jok belakang. Syan pun mengendarai mobilnya pergi. Selama perjalanan, tak henti-hentinya Seana menatap sang kakak melewati kaca yang berada di atas dasbor.

Syan sesekali melirik ke Seana. Ia pun juga bingung mengapa Seana terus saja memasang wajah cemberut.

"Mau jalan-jalan ke mall?" tawar Syan.

"Tidak," jawab Seana masam. "Bagaimana Abang bisa mengenali Rexilan?"

"Kau seharusnya memanggilnya beliau kepala sekolah. Walau ia terlihat muda. Tetap saja, kau harus menghormatinya.

Rexilan membuang kepala ke arah belakang. Tersenyum tipis dengan wajah yang membuat tangan Seana merasa gatal untuk segera menamparnya.

Rexilan pun kembali memperbaiki posisi duduknya, tersenyum penuh kemenangan sembari memandang kendaraan yang ada di depan.

"Syan, aku ingin makan sate," seru Rexilan.

"Bagaimana denganmu sayang?" Syan melirik ke arah kaca yang memantulkan bayangan Seana.

"Sate ayam mana ada buka pagi-pagi begini."

"Ke tempat biasa?" tawar Rexilan kembali. Mendengar itu Syan langsung terkekeh. Seana lantas menatap abangnya penuh curiga.

"Tempat apa yang kalian berdua bicarakan?"

"Kau akan tahu nanti." Syan tersenyum aneh dan Seana tahu. Abangnya ini sedang menyembunyikan sesuatu.

_/_/_,______

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro