Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 8: Tessa

Saat ini kami di bagi menjadi dua kelompok sesuai dengan gang yang telah kami buat. Setelah diinterogasi oleh penjaga karena kekacauan yang kami buat, aku menemukan fakta bahwa bukan hanya kami yang membuat gang tapi anak murid lainya juga. Pantesan saja mereka begitu emosi saat laki-laki yang mendapat kamar lorong B sama dengan ku, Franklin, dan Adam di pukuli. Aku sudah curiga mereka begitu kompak untuk melawan gang kami, ternyata mereka juga membentuk gang sama seperti ku.

Setelah diinterogasi satu per satu selama satu jam, kami semua dikumpulkan di ruang tengah. Badanku terasa lemas, rasanya seperti tulanku copot semua karena kelaparan dan juga kecapaian. Aku belum makan dari kemarin dan tidak istirahat dengan benar.

"Silakan berdiri berdasarkan Gang yang kalian bentuk," perintah laki-laki berbadan besar itu.

Aku segera bergabung dengan gang ku. kami berdiri saling berhadapan memberikan tatapan penuh dendam. Aku memperhatikan perempuan berambut pendek dan perempuan berambut merah itu yang badannya di penuhi oleh perban dan beberapa plester luka.

Ingatan ku berputar beberapa saat lalu saat  Rara hampir saja menusuk ku dengan garpu. Aku bersyukur saat itu suara teriakan Sarah berhasil menyadarkan Rara yang penuh dengan aura membunuh.
Teriakan khawatir Sarah masih terngiang di telinga ku. Ternyata perempuan itu punya rasah peduli yang sengaja  dia tutupi dengan sifat ketusnya.

"Franklin, itu hasil perbuatan kamu?" Aku menatap wajah Franklin berharap laki-laki itu menjawab bahwa itu dilakukan oleh Adam, namun melihatnya tersipu malu dengan gaya alainya aku semakin tidak percaya.

Aku memperhatikan wajah tak berbentuk yang beberapa saat lalu masih mulus saat menyandra Rara dengan garpu dan senyum sarkas  di bibirnya. Wajah laki-laki itu babak belur dengan bengkak di sekitar pelipis, bibir, dan di dahinya. "Aku masih tidak percaya itu ulah kamu."

Aku memperhatikan Rara dan Franklin secara bergantian. Mereka adalah dua orang yang terlihat lemah dan gampang untuk ditindas namun itu hanyalah kamuflase. Mereka berdua adalah definisi dari peri bahasa 'serigala berbulu domba'.

"Orang lemah seperti ku juga harus tahu cara bertahan untuk hidup," ucap Franklin yang menyadari tatapan penuh tanda tanya dariku.

"Begitu pun dengan ku," ucap Rara.

"Setelah keluar dari sini kita harus menceritakan alasan kenapa orang tua kita memasukkan kita disini. Aku tidak mau ada rahasia diantara perkumpulan kita," ucap Adam dengan raut serius. "Sepertinya aku harus belajar banyak dari kamu, Bro."

"Tidak suka di panggil Bro. Liyn saja." Protes Franklin manja.

"Aku setuju dengan pendapat Adam. Tidak boleh ada rahasia di antara kita, kecuali Tessa."

Aku menatap bingung Sarah. "Maksud kamu?"

"Karena rahasia kamu, kita sudah tahu. Mantan kriminal," ucap Sarah sarkas.

Hell! Aku ingin membunuh perempuan di sampingku ini sekarang. Baru saja aku memujinya, dia sudah memancing emosi ku lagi. Setelah keluar dari neraka ini aku akan mencari tahu semua tentang dia. Aku berjanji.

"Kalian semua silakan masuk ke lorong D, sekarang!"

Kami di kerumuni oleh para penjaga berbadan kekar membuat suasana menjadi sedikit menakutkan. Masing-masing dari kami mendapatkan satu penjaga.

"Kami mau di bawah kemana, Pak?" Tanyaku saat kami diarahkan ke sebuah pintu dengan tangga yang menurun ke bawah tanah. Apakah inilah saatnya kamu merasakan hidup sebagai seorang napi seperti tulisan yang berada di dinding di ruang tengah?

"Jangan banyak tanya!" Bentak penjaga itu.

Kami berbaris dan menuruni setiap anak tangga hingga mencapai lantai bawah. Udara lembab, pencayahaan yang kurang, sertah bau busuk yang sangat menusuk hidung.

"Masuk!" Perintah seorang penjaga yang terlihat enggan menyentuhkan sepatutnya di lantai ruangan ini. Ia berdiri di anakan tangga yang berjarak tiga anak tangga dan memangku tangannya. Apakah dia disini berperan sebagai kepala sipir?

Kami di dorong secara paksa memasuki ruangan yang lebih sempit dari ruangan yang berada di lorong A dan B. Seketika sekelebat ingatan tentang penjara saat aku menonton film muncul di ingatanku. Jika membuat masalah di penjara, napi yang melakukan kekacauan itu akan di masukan ke ruangan sempit selama beberapa hari tanpa melihat matahari atau mendapatkan kenyamanan sedikit pun.

"Pak, tolong..." Mohonku. Jika kami dikurung disini untuk beberapa hari maka semua anggota gang kami akan mati kelaparan " ...bersikap adil, Pak. Mereka sudah mendapatkan makanan dan minuman sedangkan kami belum mendapatkan apapun sejak kemarin."

"Itulah resiko yang harus di tanggung," ucap seorang penjaga yang sepertinya adalah pemimpin dari gedung ini.

"Aku mohon, Pak." Mohon Franklin melangkah mendekati pemimpin gedung tahap awal namun di tahan oleh penjaga yang bertugas menjaganya.

"Sejak kemarin kami tidak mendapatkan makanan bahkan air mineral. Hari ini pun kami tidak mendapatkan sarapan dan sebentar lagi akan memasuki waktu makan siang, maka bisa di hitung kami telah tidak makan satu hari dan tubuh kami belum menerima cairan apa pun. Kami mungkin bisa bertahan jika berada di tempat yang udaranya cukup untuk kami hirup, namun dilihat dari kondisi ruangan saat ini, saat makan malam nanti kami hanyalah tinggal nama." Ucap Rara panjang lebar.

Aku memperhatikan raut wajah pimpinan gedung tahap awal yang terlihat terpengaruh oleh ucapan Rara.

"Tunggu apa lagi, masukan mereka!" Perintah pimpinan gedung tahap awal.

Sialan! Ternyata ucapan Rara pun tidak bisa mempengaruhi laki-laki itu. Aku memberontak tidak ingin masuk ke dalam ruangan sempit itu namun, tenaga ku kalah dengan para penjaga yang notabenenya berbadan besar. Setelah berhasil memasukkan ku, pintu langsung ditutup secara kasar.

Aku memperhatikan ruangan tersebut yang sedikit berdebu dan pengap. Badanku terasah semakin lemas seperti tulang-tulang ku akan lepas dari tubuhku. Tanpa memperdulikan lantai yang kotor, aku berbaring berusaha menenangkan diriku. Aku tidak ingin mati disini sebelum berperang dan memenangkan rasa penasaranku akan sekolah ini. Aku memperhatikan lampu yang terlihat berputar dan suasana perlahan mulai  buram. Suara bunyi alumunium yang jatuh mengenai lantai yang berada di sebelah ku membuat ku sadar. Aku bangun dari baringku dan mengambil kotak makan itu.

'makan siang' bukankah ini kotak makan siang kemarin yang sudah basi? Apa maksud mereka dengan memberikan kotak makan siang ini ke aku?

Kami telah memenuhi permintaan kalian. Dalam 3 menit kotak makan siang harus berada di depan kamar kalian dan dalam keadaan kosong tanpa nasi atau lauk sedikit pun. Jika tidak memenuhi waktu yang telah ditentukan, maka makan siang dan makan malam kalian akan di potong lagi.

Brengsek! Kami di paksa memakan makanan basi. Aku membuka kotak makan itu dan bau makanan basi langsung menguap keluar. Perlahan aku menyendok nasi dan mendekatkan ke hidung ku. Tidak ada bau makanan basi. Sepertinya tidak semua makanan ini basi. Aku mengecek lauk yang merupakan telur rebus biasa tanpa campuran bumbu apapun—tidak basi. Selanjutnya ada tumis kangkung, aku menyendoknnya dan bau makanan basi langsung menusuk hidungku.

Aku mengambil satu botol air mineral ukuran sedang berlogo Light High School dan meneguknya sedikit untuk mencegah rasa mualku. Aku memindahkan tumis kangkung itu ke tutupan tempat makan, kemudian menyantap telur dan nasi. Aku memakannya dengan lahap tanpa memperdulikan fakta bahwa makanan yang aku makan saat ini adalah makanan kemarin. Setelah semuanya aku makan, sekarang tersisa hanya kangkung. Aku menatap nanar kangkung itu, berusaha meyakinkan diri untuk memakannya.

"Ayo, Tessa. Kamu pasti bisa."

Aku menyendok tumis kangkung itu hingga memenuhi sendok, satu tanganku memencet hidung lalu tangan yang lain memasukan kangkung ke dalam mulut. Aku tidak mengunyah kangkung itu dan memasukkan kangkung yang masih tersisa ke dalam mulut, lalu mengambil air minum dan meneguknya. Aku sengaja melakukan itu untuk mencegah memuntahkan semua kangkung itu. Air membantuku menelan semua kangkung itu tanpa perlu aku mengunyahnya lebih lama dan merasakan bagaimana rasa makanan basi itu.

Setelah berhasil menelan semua kangkung di dalam mulutku, aku segera menutup kotak makan itu dan mengeluarkannya dari lubang yang berada di bawah pintu. Air mataku jatuh membasahi pipiku. Aku benci ayah. Kenapa ayah memasukkan aku ke tempat seperti ini? Apakah ayah masih membenciku karena aku lahir sebagai seorang perempuan?

Lalu,

Dimanakah manfaat dari kami di perlakukan sebagai seorang napi?


To be continue...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro