Bab 7: Tessa
Aku terbangun saat suara alarm berbunyi dengan sangat nyaring. Bukan hanya aku tapi teman-teman ku juga. Aku memutuskan untuk menerima mereka semua sebagai temanku kecuali si nenek lampir, Sarah. Aku memperhatikan posisi tidur kami yang sangat memperihatikan. Aku tidur dengan menyandarkan kepala ku ke bahu Franklin, tentu saja. Aku tidak akan menyandarkan kepala ku ke laki-laki manapun. Aku tahu Franklin juga adalah seorang laki-laki tapi dia berbeda. Kalian tentu mengerti maksudku. Rara tertidur di sampingku dengan pahaku sebagai bantal. Adam tidur terlentang di antara kaki ku dan Franklin. Sedangkan Sarah, tidur di samping Rara dengan tangannya sebagai bantal.
"Sorry, Frank." Aku merasah bersalah ketika Franklin terlihat merenggangkan leher dan bahunya yang pegal karena aku terus menyender padanya sepanjang malam.
"Lyin aja." Franklin tersenyum manis kepada ku.
Aku tersenyum geli dengan tingkahnya lalu membangunkan Rara yang terlihat masih mengantuk walaupun sudah stengah sadar karena alarm itu.
Semua murid baru silakan bersiap-siap untuk sarapan pagi. Sekali lagi, semua murid baru silakan bersiap-siap untuk sarapan pagi.
Setelah pengumuman selesai, jeruji besi di setiap lorong terbuka secara otomatis. Ada rasa senang yang bergejolak keluar dari dalam diriku ketika melihat jeruji besi yang membatasi dan menyengsarakan malam kami terbuka.
"Akhirnya." Sarah terbangun dari tidurnya dan langsung melompat-lompat riang. Membuat Adam yang tertidur pulas terbangun, dan Rara yang sejak tadi malas untuk bangun dari tidurnya pun ikut terbangun.
Kami semua memperhatikan tingkah Sarah yang aneh di mata kami karena berbeda dari karakter yang ia tunjukkan kemarin.
"Apakah itu Sarah?" Tanya Franklin.
"Entalah," jawabku datar.
Menyadari kami tengah memperhatikannya, Sarah mengehentikan aksinya, lalu memeluk selimutnya dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku yakin ia tengah menahan malu.
"Ayo masuk. Kita harus membersihkan diri sebelum kehilangan waktu sarapan," saran Rara yang langsung pergi meninggalkan kami bertiga.
Aku merenggangkan tubuh ku lalu melangkah masuk ke lorong B. Franklin dan Adam pun mengikuti ku masuk ke lorong B. Ternyata mereka juga mendapatkan kamar di lorong B. Saat aku membuka kamar ku, aku hampir saja menginjak satu kotak nasi yang bertuliskan 'makan siang' di atas kotak bening tersebut. Aku mengambil kotak itu, memperhatikan isi di dalamnya yang terlihat basi. Aku membuka kotak itu dan bau makanan basi langsung menguak keluar dari dalam kotak tersebut. Cepat-cepat aku menutupnya kembali dan mengeluarkan parfum dari dalam koperku dan menyemprotkannya ke seluruh ruangan.
Terdengar dari luar bunyi troli yang di dorong—sepertinya sarapan pagi kami telah diantarkan. Aku segera membuka pintu untuk meminta sarapan pagi ku. Terlihat laki-laki berbadan kekar itu mengambil satu kotak nasi lalu memasukkannya ke dalam lubang kecil yang berada di bawah pintu. Aku terus memperhatikan gerakannya yang sangat lamban. Aku sudah tidak sabar menunggu jatahku. Perut ku sudah sangat lapar dan tenggorokan ku sangat kering.
"Lapar, Tess?" Tanya Adam tersenyum menggoda ku.
"Tentu saja. Dari siang kita tidak makan. Bahkan tenggorokan terasa akan retak-retak jika tidak mendapatkan air." Jawab Franklin tanpa membiarkan aku menjawab pertanyaan yang ditujukan kepada ku.
Ternyata dua orang ini mendapat kamar yang berdekatan dengan ku. Franklin mendapatkan kamar nomor 7 yang berada di sebelah ku sedangkan Adam mendapatkan kamar nomor 9 yang berada di depan kamar ku. Urutan kamar ini zig-zag dengan nomor 10 berada di ujung kamar sebagai pintu masuk parah penjaga untuk memeriksa tahanan maksud ku murid baru dan memberikan kami makan.
"Pak, aku belum." Komentar Franklin ketika penjaga itu melewati bagiannya, lalu melewati ku dan Adam juga.
"Apa-apaan ini, Pak! Kenapa kami tidak mendapatkan jatah sarapan pagi? Kami sudah tidak mendapatkan jatah makan siang, makan malam, dan sekarang sarapan pun kami tidak mendapatkannya. Kenapa kami diperlakukan seperti ini, Pak?" Teriak ku kesal.
Laki-laki berbadan besar itu tidak menggubris ku dan langsung masuk ke dalam pintu nomor 10. Aku berusaha membuka pintu itu sekuat tenaga namun pintu itu tidak bisa di buka.
"Jangan di paksa, Tess. Pintunya langsung dikunci secara otomatis dari dalam."
Aku menghentikan usaha ku mendengar saran Adam. "Terus kita makan apa?" Tanyaku pasrah.
"Makanan yang kita punya saat ini." Kami langsung menoleh ke arah Rara yang memegang sekotak nasi yang sama seperti ku.
"Itu sudah basi," komentar Adam.
"Daripada tidak sama sekali," jawab Rara.
"Kita harus berusaha," tekad ku. Aku tidak ingin memakan makanan basi seperti itu. Bukan hanya tidak ingin tapi tidak akan. Aku kembali menggedor-gedor pintu itu menyebabkan bunyi memenuhi seluruh ruangan kecil itu.
"Brengsek! "
Kami semua kaget dengan suara teriakan dan bunyi kotak makan dari alumnium yang terbentur di lantai.
"Bisa diam tidak!" Laki-laki itu mendekati ku, menarik kerah bajuku, dan mendorong ku dengan kasar ke dinding.
Aku syok dengan perlakuan kasar dari laki-laki itu. Seumur hidupku aku tidak pernah dikasari oleh seorang laki-laki.
"Bangsat! Lepasin dia." Teriak Franklin dan langsung meninju muka laki-laki itu.
Adam mendekat ke arah Franklin dan laki-laki itu lalu memisahkan mereka.
"Tenaga kamu lumayan juga, Franklin." Komentar Adam. "Tapi tidak sekuat tenaga ku."
Hah!
Aku menutup mulutku saat melihat Adam meninju laki-laki itu dengan tenaga yang cukup kuat sehingga laki-laki itu terlempar dan jatuh ke lantai.
"Brengsek! Beraninya keroyokan kalian." Ucap seorang laki-laki yang berdiri di ujung lorong dengan garpu yang di arahkan ke leher Rara. Terlihat dua orang perempuan yang satu berambut merah dan yang satu berambut pendek yang digunting bop tengah menyandra Sarah.
"Lepaskan dia atau dua teman kalian ini kami buat babak belur." Ucap seorang laki-laki yang kemarin meminta untuk duduk disampingku. Tangannya mengelus pipi Sarah menggoda lalu menjambak rambut Sarah kasar.
"Brengsek! Lepasin dia." Teriaku melangkah mendekat tapi Franklin menahanku.
"Akan aku lepaskan jika kamu menggantikannya. Kamu terlihat lebih menggoda di bandingkan dia." Laki-laki itu memandangku mesum. Aku memperhatikan gerakan matanya yang memandang area terlarangku.
"Anji*ng!" Teriak Adam berlari ke arah laki-laki mesum itu dan memberikan tendangan tepat di wajah laki-laki itu.
Franklin yang melihat lawannya lengah dengan cepat menendang lengan laki-laki yang menyandra Rara dan menarik Rara ke arah ku. Aku memperhatikan Franklin dan Adam yang tengah melawan dua laki-laki itu. Perlahan aku mendekat ke arah dua perempuan yang menyandra Sarah.
"Berani sama kita?" Tanya perempuan berambut pendek mendekati ku dan membiarkan perempuan rambut merah menyandra Sarah sendirian.
"Berani sama aku?" Tanyaku sambil memberikannya senyuman intimidasi.
"Sama kita?" Tanya Rara yang kini berdiri di sampingku.
"Wanita sialan!"
"Argh!" aku mengeluh ketika rambutku di tarik dengan kasar dari belakang. Tanpa menoleh bisa ku tebak jika yang menarikku adalah laki-laki yang sejak tadi jatuh terbaring dibawah lantai hanya dengan dua kali tinju dari Adam dan Franklin.
Aku melihat perempuan berambut pendek dan merah itu mentertawakan aku dan Rara yang ternyata juga di tarik rambutnya. Rara terlihat memberontak membuat rambutnya ditarik semakin kasar oleh laki-laki itu. Melihat peluang laki-laki itu yang sibuk menganiaya Rara dengan menarik rambut Rara lebih kasar, dengan cepat aku menendang area sensitifnya membuat laki-laki itu meringis kesakitan.
Aku tersenyum puas tendanganku mengenai target, namun senyum puasku berubah menjadi kaget ketika Rara menendang laki-laki itu dengan kasar hingga terjatuh, dan menginjak-injak tubuh laki-laki itu tanpa ampun. Terjawab juga pertanyaan yang pernah ada di benaku saat pertama kali melihat Rara. Apakah gadis cupu adalah seorang kriminal juga?
"Cukup, Ra." Pintahku namun sama sekali tidak di gubris oleh Rara.
Setelah puas menendang tubuh laki-laki itu, Rara berahli ke dua perempuan yang saat ini menatapnya dengan tatapan ngeri. Rara berlari ke arah kedua perempuan itu dengan tatapan membunuh.
"Kalian lari," peringat ku namun kedua perempuan itu lebih memilih untuk tetap menyandra Sarah.
Aku melihat Rara mengambil garpu yang tadi digunakan laki-laki yang menyandranya dan dengan gerakan cepat menyerang kedua perempuan itu. Kedua perempuan itu melepaskan Sarah dan berusaha untuk menghindari serangan Rara, namun mendengar teriakan kesakitan mereka membuatku yakin jika serangan itu tidak ada yang berhasil mereka hindari.
"Adam, Franklin. Hentikan Rara sebelum dia membunuh mereka," teriak Sarah.
Setelah menjatuhkan lawannya, Adam berlari ke arah Rara dan kedua perempuan itu untuk memisahkan mereka namun, lawan Adam kembali berdiri dan menyerang Adam.
Melihat tidak ada yang bisa menghentikan Rara, aku berlari ke arah Rara dan berusaha memisahkan mereka. "Rara hentikan!" Teriakku.
Aku memperhatikan luka goresan yang ada di leher dan tangan kedua perempuan itu. Goresan itu semakin banyak dan kini Rara mulai menyerang ke bagian tubuh kedua perempuan itu. "Rara, Stop!" Teriakku lagi namun gadis itu seperti haus akan darah. Matanya menatap kedua perempuan itu tajam dan penuh dendam. Melihat darah mulai menetes dari tubuh perempuan berambut merah, dengan cepat aku mengambil inisiatif berdiri di antara Rara dan kedua perempuan itu dan...
"Tessa!"
To be continue...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro