Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01. Pukul Dua Belas Malam


Taruhlah aku di bawah sinar mentari,
Hanyutkanlah aku bersama sang takdir,
Lumpuhkanlah aku kala jago merah membara,
Setelah itu, silakan sepuasnya berkelakar, wahai semesta.

Kelakar Dunia
Lembaran pertama, halaman pertama.

________

Sebagai sulung, laki-laki beriris merah rubi ini memiliki ratusan kisah yang siap untuk diceritakan kapanpun, di manapun, pada siapapun. Setiap kisahnya pun memiliki karakteristiknya masing-masing. Dijamin, siapapun yang mendengar kisah yang diceritakan oleh laki-laki ini pasti tidak akan mengantuk; karena setiap kisah yang ia ceritakan adalah sepotong rencana kehidupannya yang gagal ia realisasikan.

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, tapi laki-laki berusia kepala tiga ini masih kokoh duduk tegak di ruang kerjanya dengan mata yang fokus pada laptop. Seharusnya, malam ini dia pulang ke rumah. Namun, dirinya lebih memilih menenggelamkan diri ke dalam dunia kerja hingga larut malam, seakan-akan tidak ada hari esok untuk mengerjakan.

Sekilas, dia melirik ponselnya; melihat sebuah notifikasi pesan dari (yang ia duga) istrinya. Akan tetapi, Halilintar mengabaikannya dan mematikan ponselnya yang tadi sempat menyala. Untuk sekarang, dia benar-benar harus fokus ... dan istrinya pasti mengerti akan hal itu. Oleh karena itu, untuk beberapa saat dirinya memiliki pikiran akan menelantarkan rumah seperti dulu lagi; kala ia masih remaja.

"Haish ... memang pada dasarnya hidup itu gak gratis. Ada aja yang harus dibayar biar bisa hidup."

________

"Pagi Bang Hali!" Sapaan penuh energi itu Halilintar dengar kala adik pertamanya, Taufan, memasuki ruangannya. Dia benar-benar tampak segar sekarang. Halilintar bisa menduga bahwa semalam adiknya ini bersenang-senang tanpa jeda. Oleh karena itu, kini tampak sangat bersemangat. Kalau semalam tidak terjadi apa-apa sih, Halilintar yakin pagi ini pasti Taufan akan murung dan malas-malasan sampai moodnya naik kembali.

"Buset, panda banget matanya. Semalem gak tidur?"

"Lembur sedikit. Lu pada gak pernah mau lembur sampe jam segitu, sih."

"Tidur jam berapa?"

"Jam tiga."

"Bangun?"

"Jam setengah lima."

Sejak saat itu, senyum Taufan berubah seperti logo kumon. Taufan itu paham bagaimana Halilintar menjalani hidup; bagaimana karakteristik Halilintar. Tentang lembur sampai segitunya pun Taufan juga sudah hafal. Sampai-sampai rasanya mengoceh saja dia sudah lelah.

"Pantes tadi pagi istrimu nelpon, Bang."

"Oh ya?"

Taufan mengangguk, "Iya, katanya dari semalem ditelepon dan lain-lain gak ngangkat. Buset, udah gak sayang bini?"

Mendengar ucapan Taufan, Halilintar reflek melempar barang terdekat padanya. Dia mendengus sebal atas ucapan tidak sopan Taufan itu. "Gak gitu, bodoh," Katanya, memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan.

"Gue lagi sibuk-sibuknya aja. [Name] pasti juga paham maksud gue gimana."

"Dih, pede banget. Memangnya udah komunikasiin sama [Name]?"

Lagi, Halilintar mendengus sebal. Dia tidak bisa menjawab apa-apa untuk yang satu ini. Karena mau bagaimanapun juga, dia belum ada diskusi apa-apa dengan istrinya sendiri. Namun, Halilintar cukup percaya diri kalau istrinya pasti mengerti kondisinya dan akan ikut berusaha yang terbaik. Pun, Halilintar cukup percaya diri bahwa istrinya mengerti tentang bagaimana sulitnya dia berbicara atau meminta tolong kepada orang lain.

Menurut Halilintar, istrinya bisa membacanya seperti Taufan atau Gempa membacanya.

"Tuh kan, pasti belum diskusi. Haduh." Kali ini pun, Taufan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ini yang ia tak suka dari Halilintar, agak silent treatment.

"... Oh ya, sebentar lagi Arva ulang tahun kan? Mau kasih kado apa? Atau mau gue bantu cariin, Bang?"

Halilintar mengernyitkan keningnya heran kala Taufan menyebut 'ulang tahun' pada kalimatnya. Memangnya ini sudah bulan Desember? Lantas, dia langsung mengecek kalendernya serta ponselnya untuk memastikan tanggal dan bulan.

Ah, benar saja, sudah masuk bulan Juni, lebih tepatnya tanggal satu Desember. Itu artinya, delapan hari lagi anak sulungnya akan berulang tahun yang ke-8.

9 Desember 2013, Arvanda Nawasena berulang tahun yang ke-8.

"... Sibuk. Kayaknya gue gak sempet rayain."

"Lah? Ultah anak lu loh, Bang."

"... Gue tau. Cuma Sena pasti juga paham lah, gue lagi sibuk begini."

"Paham gimana? Anak kecil begitu Bang Hali kata 'paham'? Tau gak sih, Bang, itu anaknya kemarin udah mewek gara-gara lo gak pulang."

Halilintar menghela napasnya pelan, "Fan, masalah keluarga gue, biar gue aja yang urus. Iya gue tau niat lo baik, tapi ... gak usah ikut campur bisa gak?"

Mendengar ucapan Halilintar, Taufan mendengus sebal, "Gue tuh cuma menyuarakan haknya Arva, Bang! Kasian itu anaknya. Belum lagi anak cewek lo yang kembar itu agak rewel-rewel juga."

"Yaudah terus gue harus gimana? Lo tau sendiri kita habis kena tipu, rugi ratusan bahkan hampir nyentuh miliar. gara-gara itu juga sekarang gue jadi sibuk begini."

Ya, yang dikatakan Halilintar tidak sepenuhnya salah. Taufan tidak bisa untuk menyalahkan.

"Ya tapi ... haish, ya sudah kalo lo gak bisa. Biar gue aja yang gantiin deh, Bang! Kasian gue liat Arva begitu."

"Atur aja."

"Kadonya?"

"Kado dari gue lo aja yang pilih."

"Lo... serius gak datang atau ngucapin, Bang?"

Halilintar tidak menjawab lagi. Namun, Taufan bisa melihat mata Halilintar yang seolah memberikannya sebuah jawaban. Lantas, pria itu menghela napasnya dan melihat jamnya. Ah, dia harus segera menemui seseorang. Oleh karena itu, dia menyudahi topik sesaat mereka dan undur diri dari ruangan Halilintar.

Sebelum dia melangkah mundur menuju ke arah pintu luar, kepalanya sekali lagi menoleh ke arah Halilintar.

"Beneran? Awas nyesel, loh. Inget, anak jadi pendiam karena waktu kecil kurang kasih sayang... dan Bang Hali juga tau banget siapa contoh dari kondisi yang gue sebut di atas."

"... Maksud lo itu gue?"

"Gak ada yang bilang gitu. Cuma kalo asumsi Bang Hali begitu, ya sudah."

Setelahnya, pemuda identik dengan warna biru itu keluar dari ruangan Halilintar. Meninggalkan Halilintar seorang diri di sini. Seharusnya ada Fang, tapi pemuda itu akan masuk terlambat hari ini.

"... Ya sudah, sih. Cuma ulang tahun. Apa yang spesial? Tiap tahun pasti ngulang hari itu."

Gumamannya pada tanggal 1 Desember 2013 begitu. Namun, kala tahun berubah menjadi 2022, Halilintar baru menyadari bahwasanya keputusannya pada tanggal 1 Desember 2013 adalah sebuah kesalahan besar yang pernah ia perbuat.

Andai kata kala itu dia datang dan meninggalkan segala urusan duniawinya, apa kini Arvanda Nawasena akan tetap menjadi anak yang hangat?

Andai kata kala itu dia berani untuk berkomunikasi lebih, apa kini Ara dan Vera akan memiliki perasaanasa aman karena dilindungi oleh sosok seorang ayah? Akan semandiri apa mereka jika saja Halilintar memilih untuk meninggalkan segala urusan duniawinya?

Andai kata, mesin waktu memang benar ada, apa boleh Halilintar memilikinya seorang diri? Karena dia berniat untuk memperbaiki segalanya, memulainya dari awal.

Ini adalah sebuah bentuk penyesalan; penyesalan dari seorang ayah.

____

Cihuy, balik dengan Halilintar dan era Taufan ingin 11 anaknya 🥰🥰🥰

Di sini Taufan bakal muncul terus karena yh, dia adalah sosok yang menggantikan Halilintar tiap kali Halilintar pergi gitue

ada yang mau ditanyain?

btw kalo solar timelinenya kutulis, kalo di halilintar kayaknya enggak. soalnya kayaknya lebih ke apa ya... buku halilintar lebih ke penyesalan-penyesalan setiap anggota keluarganya gitu lah. susah dijelasin tp begitu 😭 liat saja nanti yaaa

dadaah!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro