T u j u h
Kejutan Takdir - 07
Ternyata, hanya dengan mencintaimu saja, aku banyak berubah. Terlebih, menjadi lebih egois dalam urusan perasaan.
┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈
Di sebuah lapangan nan luas itu, dua tim beranggotakan 6 orang lelaki itu benar-benar mengeluarkan seluruh energi mereka. Peluh yang kian menetes membasahi sekujur tubuh, tak mereka gubris sekalipun sudah menembus baju yang mereka gunakan untuk bermain. Tujuan mereka latihan tanpa tahu lelah itu hanyalah satu, membanggakan nama universitas yang nantinya akan mereka bawa ke ajang nasional.
Dua tim yang tengah bermain itu tak lain dan tak bukan adalah dua tim yang menjadi perwakilan Universitas Sejuta Mimpi untuk bertanding di ajang Pekan Olahraga Nasional. Penjavoli dan Hivoteki adalah nama dari dua tim yang menyebabkan lapangan olahraga itu terdengar begitu riuh— yang tentunya jauh dari kata senyap.
Penjavoli adalah nama tim voli perwakilan dari program studi Pendidikan Jasmani. Sedangkan Hivoteki adalah tim perwakilan dari program studi Teknik Kimia, yang merupakan singkatan dari Himpunan Voli Teknik Kimia.
Dan, karena tim yang bernama Hivoteki itulah, Vien berada di lapangan itu. Gadis yang sedari tadi tidak berhenti menyoraki nama seseorang itu, menjadi satu diantara sekian banyak pencipta keriuhan di lapangan.
"Ayo, Bhar, semangat! Aku selalu mendukung kamu di sini!" Kalimat yang diucapkan secara berulang dengan intonasi tinggi itu sesekali mencuri perhatian Bhara yang tengah berlatih. Lelaki itu tak jarang menoleh ke arah Vien, dan melayangkan senyumnya.
"Aww, ya ampun Bhara. Dia senyum ke aku, Vai, OMG, aku baper," seru Vien kepada Vai yang berdiri di sebelahnya. Lelaki itu hanya tersenyum kecil menanggapi seruan bahagia Vien.
Ia bingung harus meladeni seruan itu seperti apa. Jika ia bisa, ia ingin pergi saja dari sana, meninggalkan rasa sakitnya tertinggal di lapangan itu. Atau, jika ia bisa, ia ingin menarik Vien untuk turut bersamanya pergi dari lapangan itu. Akan tetapi, nyatanya lelaki itu tidak bisa, dan tidak akan pernah bisa berlaku demikian.
Di waktu-waktu seperti inilah, ia dapat melihat senyuman Vien terpancar begitu sempurna, seolah tanpa beban. Di saat-saat seperti inilah, ia dapat mendengar sebaris ucapan semangat yang dilontarkan oleh Vien. Ya, meski Vai tahu, bahwa senyuman dan sorakan semangat itu ditujukan kepada seorang Bhasvara Aristide, namun, tidak salah 'kan jika Vai berharap keduanya itu ialah untuknya?
"Ah, capek banget. Ternyata, begini rasanya kalau menjadi tim pemandu sorak. Capek. Haus." Keluhan itu terdengar nyata terlontar dari mulut Vien.
Vai menoleh. Gadis di sampingnya itu terlihat begitu lelah.
"Ayo, duduk di sana dulu, kamu pasti capek berdiri trus." Vai menarik lengan Vien, untuk mundur beberapa langkah, dan duduk di kursi yang ada di tepi lapangan. Lelaki itu segera mengeluarkan sesuatu dari ranselnya, dan memberikannya kepada Vien.
"Kenapa?" tanya Vien yang sepertinya tidak paham dengan maksud Vai yang tiba-tiba menyodorkannya botol minuman milik lelaki itu.
"Minum dulu."
Vien menggeleng. Ia memang kehausan, namun, ia tidak mungkin meneguk air dari botol milik Vai.
"Tenang aja, itu masih steril, belum kuminum sama sekali. Kamu bisa percaya sama aku."
Mendengar pernyataan itu, Vien seketika mengangguk, dan langsung meneguk air itu hingga tersisa setengah dari sebelumnya. Setelah selesai melegakan dahaganya, gadis itu mengembalikan botol milik Vai, dan mengucapkan terima kasih kepada lelaki itu.
"Istirahat dulu, nanti kalau udah gak capek lagi, baru berdiri lagi dan teriak-teriak di sana."
Vien terkekeh, kemudian menurut pada ucapan Vai. Gadis itu mengelilingi lapangan dengan kedua bola matanya. Lapangan hari ini begitu ramai dari biasanya. Hal itu wajar, karena biasanya lapangan ini sepi, jika tidak ada yang berlatih.
"Loh, itu bukannya Dara?" Kalimat pertanyaan itu seketika terujar, ketika Vien menangkap sosok seorang gadis yang amat dikenalinya, Dara. Otak Vien seketika berjalan, mencari alasan mengapa Dara ada di lapangan itu.
Bukankah tadi Dara berkata bahwa dirinya tidak bisa menemani Vien karena acara keluarga? Lantas, mengapa gadis itu ada di lapangan ini?
Apa Dara datang ke lapangan ini untuk menyemangati salah satu anggota tim yang sedang berlatih?
Jika iya, maka bukan Bhara 'kan?
🌺🌺🌺
Seharian berada di kampus ternyata cukup melelahkan. Terlebih bagi Vien yang biasanya hanya menghabiskan waktunya di kampus selama setengah hari, dan setengah harinya lagi ia manfaatkan untuk beristirahat di rumah.
Gadis itu baru selesai mandi, rambutnya masih basah, namun ponselnya sudah tidak bisa lepas dari tangannya. Gadis itu melihat foto-foto Bhara yang tadi ia ambil secara diam-diam. Sungguh, dilihat dari celah manapun, Bhara tetap mempesona. Tak heran bila banyak kaum hawa yang mengagumi Bhara, hingga menitipkan botol berisi air mineral untuk lelaki itu melalui Dara.
Ya, perihal Dara, awalnya Vien mengira bahwa Dara mengkhianatinya dengan memberikan air mineral kepada Bhara, yang jelas-jelas mengindikasikan rasa pedulinya. Akan tetapi, Vien salah, karena rupanya gadis itu hanya menjadi perantara bagi orang lain yang ingin menitipkan air kepada Bhara.
Namun, tetap saja, siapapun yang bersikap peduli kepada Bhara, Vien tak suka. Ia tidak suka bila ada gadis lain yang mengagumi Bhara secara diam-diam. Terkesan egois memang, namun begitulah cara kerja cinta dalam melumpuhkan segala akal dan budi.
Vien melirik jam dinding yang tergantung, tidak terasa waktu sudah malam saja. Gadis itu memutuskan untuk beristirahat lebih awal dari biasanya. Jika biasanya Vien baru akan menarik selimutnya ketika jam menunjukkan pukul 10 malam, maka sekarang tidak. Ia sudah lekas menarik selimutnya padahal waktu masih menunjukkan pukul 8.
Jangan tanya mengapa, karena besok ia harus bangun pagi-pagi demi mengantarkan Bhara ke bandara. Lelaki itu bersama dengan anggota tim perwakilan universitas akan lekas berangkat untuk bertanding. Oleh karena itu, Vien harus menyemangati Bhara di pagi esok.
Gadis itu mencoba memejamkan matanya, mencoba terlelap meski ini belum jam tidurnya. Tidak begitu sulit untuk terbuai dalam mimpi, karena dalam sekejap saja gadis itu sudah nyenyak.
🌺🌺🌺
Sesuai dengan rencananya tadi malam, pagi-pagi buta Vien sudah bangun. Ah, lebih tepatnya, gadis itu sudah berpakaian rapi, dan siap untuk berjalan ke rumah Bhara yang teramat dekat dengan rumahnya. Sebelum berangkat, Vien menyambar sebuah paperbag yang berisi itu. Ada beberapa benda yang akan diberikan Vien kepada Bhara selama lelaki itu tidak di sisinya.
"Ma, Vien mau ke rumah Bhara dulu, ya." Vien berpamitan dengan mamanya sebelum ia melangkah keluar.
"Loh, Vien, ngapain ke rumah Bhara?" Sonia yang tadinya berada di dapur, berjalan menghampiri Vien yang sudah menggapai pintu utama.
"Mau kasiin ini, Ma." Vien mengangkat paperbag berwarna cokelat yang dibawanya. "Sekalian mau semangatin Bhara lagi."
Sonia tersenyum, ia tahu bila putrinya itu memendam rasa yang lebih terhadap Bhara. Tatapan Vien terhadap Bhara jelas terlihat mengungkapkan sesuatu yang berbeda.
"Tapi, Bharanya udah berangkat, Vien."
Ucapan Sonia membuat senyuman yang tadinya melekat di wajah Vien mendadak luntur. "Mama tahu darimana?"
"Tadi Mama keluar buat buang sampah, trus lihat Bhara udah berangkat, bawa koper segala macam."
Gadis itu menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin 'kan bila Bhara berangkat tanpa memberitahunya? Jelas, bukan Bhara yang biasanya. Vien tetap berpamitan pada Sonia, untuk membuktikan ucapan Sonia.
Namun, kenyataan pahit seketika menggempur ruang hatinya. Bhara memang sudah berangkat.
Tanpa berpamitan kepadanya.
•
•
•
Halo, aku update lagi. Pada kangen aku, nggak? Atau, pada kangen sama kisahnya para tokoh di Kejutan Takdir? 😋
Di part ini, gak cuma Vai yang sesak ya hatinya. Karena, ada Vien juga.
Hiiiiii, kenapa si Bhara gak ngabarin Vien, sih? Bikin Vien galau aja jadinya.😢
Tapi, kalian mau tau, gak, cara supaya Vien gak galau lagi?
Caranya, gampang bingitss. Cukup berikan 'bintang' dan komentarmu mengenai part ini.🥰
Ayo, Vien tunggu, yaa!!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro