Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

T i g a P u l u h S a t u

Kejutan Takdir – 31

Tak selamanya hal bernama kebaikan akan dibalas dengan yang serupa. Walau begitu, tetaplah menjadi baik, karena Tuhan mencintai kebaikan.

┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

Vien meraih tote bag berwarna hijau tosca miliknya, dan mencari benda pipih berbentuk segiempat dari dalam sana. Dengan sekali meraba, gadis itu sudah dapat mendapatkan ponselnya dalam genggaman. Ia membuka kunci layar yang mengunci ponselnya, dan segera menekan aplikasi berlogo telepon dengan background hijau itu. Gadis itu mencari sebuah nama dengan tombol search yang ada di baris teratas layar aplikasi itu, dan langsung mengetikkan beberapa baris kalimat di sana. Dalam sekejap, pesan itu sudah terkirim.

To : Daraya D
Dar
Kata Bhara, kamu sakit?

Vien mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas meja, sembari menanti balasan dari Dara. Gadis itu khawatir dengan keadaan Dara, dan rasanya Vien tidak bisa menahan diri untuk tidak mengirimkan pesan kepada gadis itu. Walau perasaan gadis itu tidak dapat berbohong, bahwa sempat timbul rasa kecewa karena Dara diam-diam menyukai Bhara. Namun, Vien tidak bisa lepas kepedulian begitu saja, pada gadis yang notabenenya berlabel sebagai teman dekatnya di kampus, selain Bhara dan Vai.

Suara notifikasi yang juga disertai dengan getaran kecil itu membuat Vien segera mengaktifkan ponselnya kembali, setelah beberapa menit terbuka dan mati sendiri.

From : Daraya D
Iya
Knp kamu bs tny sama Bhara?
Lg sma dia?

Vien baru saja ingin mengetikkan sebuah balasan, tapi suara dari Vai membuat dirinya menoleh. Gadis itu sontak mematikan ponselnya, ketika melihat Vai datang bersamaan dengan pak Harto masuk ke dalam kelas. Pak Harto langsung berjalan ke mejanya yang letaknya berseberangan dengan meja barisan terdepan. Sedangkan Vai, lelaki itu berjalan menuju sebuah bangku kosong yang memang sudah disediakan Vien di sebelahnya.

“Aman, Vai?” tanya Vien, bermaksud mempertanyakan tentang buku tugas lelaki itu. Lelaki itu tersenyum, lantas mengacungkan kedua jempolnya.

Kelas pun dimulai. Semua mahasiswa dan mahasiswi yang ada di kelas itu mulai membuka buku tugas mereka dan mengikuti pembelajaran dengan tertib. Sesekali, terdengar suara diskusi yang dilontarkan oleh mahasiswi berprestasi di kelas tersebut.

🌺🌺🌺

“Sia-sia bekejar dengan waktu buat balik ke rumah, ambil buku tugas. Eh, malah gak dikoreksi. Mana kepala aku udah hampir pecah kena penjelasan pak Harto, gila, sih. Hari ini benar-benar nguji kesabaran aku banget,” keluh Vai, sembari memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Vien yang berada di sampingnya terkekeh kecil melihat tingkah Vai.

“Ya, siapa suruh kelupaan bawa buku tugas. Kebanyakan mikirin aku kayaknya, nih,” celetuk Vien. Vai segera mengangkat wajahnya, menatap gadis itu.

“Kok kamu jadi pede banget gitu?” tanya Vai, langsung menoyor kepala gadis itu.

“Bukannya pede, tapi emang kenyataan. Iya, kan? Udah, deh, ngaku aja,” ujar Vien yang semakin gencar mengacau lelaki itu.

“Iyain aja, deh, biar cepet,” ucap Vai terkesan terpaksa. Namun, ia tidak bisa berbohong. Apa yang dikatakan oleh Vien itu benar adanya. Beberapa hari ini, sepertinya ia terlalu kepikiran dengan gadis pecinta es krim vanilla itu, sehingga lelaki itu kelepasan fokusnya.

“Eh, Vai, ke mall, yuk?” ajak Vien. Sementara Vai memiringkan kepalanya, dan memicingkan matanya.

“Tumbenan mau ke mall? Biasanya aku ajak, kamu tolak abis-abisan.”

“Ih, sesekali aku juga pengen ke mall. Bosen tahu, pemandangan aku cuma di rumah, kampus, rumah, kampus. Kan, jadinya nolep banget,” ujar gadis itu sembari mengerucutkan bibirnya.

“Ya, yang bilang kamu nggak nolep siapa? Dari zaman aku pertama ketemu kamu di ospek fakultas, sampai sekarang, nolep banget. Lah, sekarang aja sok-sokan bosen.”

“Vai! Jadinya, kamu mau temenin aku ke mall apa nggak? Kalau nggak mau, biar aku pergi sendiri.”

“Pergi sendiri aja kalau berani.” Vai melipat kedua tangannya di depan dada.

“Ya, nggak berani, hehe.” Vien menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lantas menyengir kecil.

“Makanya, jangan sok-sokan ngancem. Udah, ayo, ke mall.” Lelaki itu kemudian memulai langkahnya, membiarkan gadis yang lebih rendah darinya itu menyusul di belakang.

“Vai, jalannya jangan cepet-cepet, dong,” ujar Vien. Mau tak mau, Vai memperlambat laju langkahnya, dan membiarkan Vien berjalan sejajar dengan dirinya.

“Aduh.” Vien mengelus kening mulusnya yang tertabrak oleh dada bidang seseorang, ketika gadis itu berbelok ke kanan. “Bhara?”

Vien hendak mengembangkan senyumnya kepada lelaki itu, tapi secepat kilat ia urungkan niatnya, mengingat wajah datar milik Bhara yang sepertinya tengah tidak bersahabat.

“Maksud kamu apa, Vien?” tanya Bhara, menyenderkan tubuhnya di dinding kelas. Tatapan lelaki itu begitu mengintimidasi.

“Maksud aku gimananya, Bhar?”

“Kamu gak usah pura-pura, Vien. Aku udah tahu semuanya.”

“Iya, apa? Aku beneran gak paham, Bhar. Kamu tahu semuanya? Tahu apa?”

Bhara mengambil ponselnya dari kantong celana lelaki itu, dan segera menunjukkan sebuah gambar dari layar yang menyala itu.  Gambar itu sepertinya merupakan hasil screenshot chat antara dua orang. Dan, yang Vien tangkap, itu ialah screenshot-an dari Dara yang tengah chatting-an dengan dirinya.

“Itu Dara yang screenshot?”

“Gak penting mau Dara yang screenshot, atau siapapun itu. Aku  gak percaya aja, ya, Vien, ternyata kamu licik banget.”

Eitss, bentar, Bhar. Licik apaan, nih, maksud lo?” Vai menarik lengan Vien untuk selangkah mundur. Vai dapat merasakan aura tak mengenakkan keluar dari Bhara.

“Gue gak berurusan sama lo. Mending lo gak usah ikut campur,” ujar Bhara penuh penekanan.

“Jelas ini urusan gue juga. Vien sahabat gue, dan gue juga berhak buat tahu masalahnya Vien.”

“Sahabat? Lo yakin, lo cuma anggap Vien sahabat? Bukannya selama ini lo suka sama dia?” tanya Bhara, sembari tersenyum sinis.

“Kalau ngomong gak usah ngaco.”

“Udah, udah. Gak usah diperpanjang,” lerai Vien. “Jadi, maksud kamu apa, Bhar? Aku beneran gak paham.”

Bhara masih mempertahankan senyum sinisnya. “Udahlah, Vien, aku capek ngadepin kepura-puraan kamu. Yang jelas, aku beneran nyesal udah punya sahabat kayak kamu. Diam-diam kamu licik, ya, ternyata. Apa coba maksud kamu ngehubungin Dara, trus pakai bilang segala kamu tadi ke rumah aku, dan ucapin aku selamat ulang tahun? Mau ngehancurin hubungan aku, iya, kan?”

Vien baru paham maksud Bhara. Setelah pesan Dara yang terakhir ia baca ketika kelas belum dimulai, Vien memang sempat memberi balasan, dan mengatakan bahwa gadis itu sempat bertemu Bhara di rumahnya kala mengucapkan ucapan ulang tahun. Tapi, itu tidak salah, kan? Atau, mungkin, Dara cemburu?

“Dara cemburu?”

“Perlu kamu pertanyakan lagi? Kamu sadar nggak, tingkah kamu yang kayak gini, yang bikin aku gak tahan sahabatan sama kamu, Vien!”

Vien tidak bisa menahan ekspresi terkejutnya tatkala mendengarkan ucapan Bhara barusan. “Kamu bilang apa tadi, Bhar? Kamu nyesel sahabatan sama aku?”

Bhara mengangguk. “Iya. Karena, siapapun yang sahabatan sama kamu, hidupnya gak bakalan tenang. Bakalan aja digangguin trus, sekalipun dia udah punya pacar.”

“Kok kamu bilang gitu, sih, Bhar?” Air mata gadis itu hendak luruh. Namun, gadis itu berusaha menahannya.

“Pikir sendiri aja,” ujar Bhara. Lelaki itu beralih kepada Vai, dan menepuk bahu lelaki itu perlahan. “Dan, buat lo, Vai. Hati-hati aja sahabatan sama dia. Bisa-bisa nantinya, lo jomlo seumur hidup karena gak ada cewek yang tahan sama lo, gara-gara parasit kayak dia.”

Vai mengepalkan tangannya, sembari menatap Bhara tajam.

“Oh, iya, satu lagi. Ternyata benar, yang wajahnya baik itu, gak menutup kemungkinan untuk berprofesi sebagai seorang PHO, alias perusak hubungan orang. Soalnya zaman sekarang, banyak serigala berbulu domba.”

Setelah Bhara menyelesaikan ucapannya, sebuah hantaman keras mengenai rahang lelaki itu.

“Jaga ucapan lo, ya, Bhar. Makin lama, lo kayaknya makin kurang ajar, ya, sama cewek? Gak pernah diajarin tata krama, ya?”

“Lo yang gak pernah diajarin tata krama, Vai. Dateng-dateng main ngehajar orang aja. Lo pikir, itu sopan?”

Vai menyunggingkan senyumnya. “Gue gak bakalan ngehajar orang tanpa alasan.”

“Ah, gue tahu. Lo pasti mau belain nih cewek PHO, kan? Udahlah, Vai. Buat apa lo bertahan temenan sama cewek kayak gitu? Masih banyak cewek di luar sana yang jauh lebih baik.”

“Iya, salah satunya kayak cewek lo, kan? Emang, sih, cewek lo itu jauh lebih baik dari Vien,” ujar Vai, kemudian melirik ke arah Vien yang sepertinya hendak meluruhkan air matanya. Lelaki itu merangkul Vien, sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya yang belum selesai. “Maksud gue, lebih baik untuk urusan ngibulin pacarnya.”

“Maksud lo apaan ngomong kayak gitu?” emosi Bhara, tatkala mendengar sebuah hinaan tak langsung yang dilontarkan untuk pacarnya.

“Santai, dong. Gini, ya, Bhar, Dara bilangnya ke lo, kan, dia sakit, ya? Cuma, lo udah ngejenguk dia belum buat mastiin dia beneran sakit?”

Bhara terdiam. Lelaki itu belum sempat menjenguk Dara tadi pagi. Namun, rencananya ia ingin menjenguk gadis itu sepulang kampus.

“Belum, kan? Nah, andaikan, nih, ya. Si Dara gak beneran sakit. Dia bohong ke lo. Perasaan lo gimana? Hancur, kan? Tapi, itu belum sebanding dengan perasaan lo, ketika lo tahu, bahwa sebenarnya yang Dara maksud dengan kata sakit itu adalah Dara keluar sama cowok lain. Dia jalan di belakang lo.”

Suara hantaman kembali didengar. Bhara menghantam habis-habisan wajah Vai, yang dengan beraninya mengamsusikan Dara berselingkuh.

“Bhar, Bhar, udah! Jangan mukulin Vai lagi.” Vien yang tadi sempat shock, segera menarik Bhara untuk menjauh dari Vai. Gadis itu dengan segera memeluk tubuh Vai. Wajah lelaki itu babak belur, akibat hantaman bertubi-tubi dari Bhara.

“Lo bebas mau mukulin gue, Bhar. Tapi, gue pastiin, lo bakalan nyesel udah ngatain Vien itu cewek yang gak baik. Karena nyatanya, yang ngerusak hubungan lo itu bukan Vien. Tapi, kelakuan cewek lo sendiri,” ujar Vai, yang kembali memancing emosi Bhara.

“Udah, Bhar, jangan ngedekat. Stop!” teriak Vien, ketika Bhara hendak mendekat lagi, dengan kepalan tangan lelaki itu yang sepertinya siap untuk melayangkan tinjuan lagi.

“Coba aja lo ke rumahnya Dara. Dan, setelahnya, lo cari tahu kebenarannya sendiri. Satu hal yang pengen gue kasih tahu, Bhar. Jangan pernah nyesel karena lo lebih milih belain cewek lo, dan nyalahin Vien gitu aja.”



Hayo, ada apa lagi dengan part ini? Kenapa Vai bisa bilang kalau yang sebenarnya merusak hubungan Bhara-Dara itu Dara sendiri?

Apa yang dikatakan bang Ardi dan temannya kemarin-kemarin itu benar? Kalau Dara suka selingkuh? 🤧

Nantikan jawabannya di part berikutnya, ya.

Jangan lupa berikan dukungan pada cerita ini.❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro