T i g a B e l a s
Kejutan Takdir — 13
Segala ketidakmungkinan mempunyai potensi untuk mungkin terjadi.
Satu prinsip yang perlu kamu pegang erat-erat adalah jangan terlalu mempercayai seseorang melebihi apapun.
Karena, kamu tidak akan pernah tahu, kapan segala ketidakmungkinan itu akan mungkin terjadi,
termasuk dia yang mungkin mengkhianatimu.
┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈
Sekian hari berlalu, sejak kejadian Vai meninju Bhara. Pada keesokan harinya, lelaki yang menjadi korban melayangnya tangan Vai itu datang kepada Vien, dan meminta maaf. Vien dapat melihat ketulusan yang terpancar di mata lelaki itu, namun entah mengapa, rasanya tetap saja aneh. Seperti ada sesuatu yang terkesan sebagai sebuah paksaan dari ketulusan itu.
Namun, Vien tidak begitu ambil pusing dengan semua itu. Ia tetap berlaku seolah semuanya baik-baik saja, meski, setelah hari dimana Bhara meminta maaf kepadanya berlalu, kejanggalan demi kejanggalan mulai Vien rasakan. Bhara benar-benar menjauhinya, ya, seperti itulah yang ada di pikiran gadis itu.
Ini tak lagi karena kesibukan kuliah, karena terkhusus mahasiswa dan mahasiswi program studi teknik kimia, mereka tengah dibiarkan free menjelang hari ulang tahun prodi. Yang sibuk hanyalah mahasiswa atau mahasiswi yang tergabung dalam kepanitiaan ulang tahun, atau yang kerap disebut Dies Natalis. Vien mengetahui hal ini dari salah satu kenalannya dulu saat ospek sefakultas, yang merupakan mahasiswi program studi teknik kimia.
Dan, terkhusus Bhara seorang. Lelaki itu bukanlah tipe mahasiswa kura-kura, alias kuliah rapat-kuliah rapat. Lelaki itu tidak menyukai adanya organisasi di lingkungan kampus. Ia lebih cenderung pasif, meski ia cukup aktif dalam kegiatan olahraga.
Jadi, tidak ada yang perlu dipertanyakan dari Vien mengenai kesibukan Bhara lagi. Lelaki itu jelas menghindar, bukan karena kesibukan, melainkan karena sesuatu hal yang bahkan sampai sekarang Vien tidak tahu hal apa itu.
Sempat terbesit di pikiran Vien bahwa lelaki itu memiliki gebetan, atau mungkin pacar? Akan tetapi, melihat peluang kedekatan lelaki itu dengan gadis lain yang begitu minim, membuat Vien harus berpikir kembali sebelum menyimpulkan.
Saat ini, Vien tengah berada di dalam ruangan yang nantinya akan digunakan sebagai kelas pembelajaran. Kelas selanjutnya akan dimulai 15 menit lagi. Namun, Vien dengan sabarnya sudah menanti di ruangan berukuran 10×10 meter itu. Ukuran yang lumayan luas untuk menampung hanya sekitar 25 mahasiswa per kelas.
Vai belum datang, sehingga Vien merasa bosan mulai menghampiri. Tidak ada yang bisa ia ajak bicara, di antara dua gadis yang kini berada di ruangan yang sama dengannya. Kedua gadis itu ialah Santi, dan Rahma. Mereka berdua bersahabat baik, setidaknya itulah yang dapat Vien simpulkan karena kedekatan mereka.
Vien menutup mulutnya menggunakan tangannya, untuk menguap. Benar-benar membosankan. Vien hendak menelungkupkan wajahnya di atas meja, sebelum kedatangan seseorang membuatnya menoleh ke arah pintu.
Ah, ia pikir, itu Vai. Namun, yang datang ialah Kesya, teman sekelasnya yang begitu identik dengan rambut dikepang bak Elsa Frozen.
“Hai, Vien,” sapa Kesya, yang dibalas oleh Vien. Jangan lupakan sifat supel gadis satu ini. Selain cantik, ramah, gadis ini juga mudah bergaul. Dapat dilihat sekarang, ketika ia menghampiri meja Vien, dan mengajak gadis yang nyaris tertidur itu berbincang.
“Kamu ngantuk, ya? Aku lihat, tadi kamu hampir tidur di atas meja.”
“Sebenarnya, sih, bukan ngantuk. Aku bosan. Cuma, ya, bosan berujung ngantuk udah biasa,” ujar Vien, yang membuat Kesya terkekeh.
“Pasti karena Vai belum datang.” Tebakan itu tidak meleset. Vien yang mendengar itu, tersenyum kecil.
“Oh, iya, kok aku udah jarang lihat kamu sama Bhara?”
Perihal kedekatan Bhara dan Vien yang sudah menjadi makanan sehari-hari mahasiswa teknik itu membuat Vien sudah tak heran ketika Kesya menanyakan hal tersebut.
“Bhara sibuk kayaknya. Jadinya, udah jarang bareng.”
“Oh, gitu. Wajar, sih, anak teknik kimia itu pasti lagi sibuk-sibuknya sekarang. Kan, mereka lagi mempersiapkan kegiatan Dies Natalis.”
Vien tersenyum getir. Sayangnya, Bhara tidak sibuk karena hal itu.
“Bhara aktif 'kan ikut kegiatan himpunan mahasiswa?”
Vien menggeleng. “Dia paling anti ikut yang namanya organisasi, dan semacamnya.”
Kesya mengernyit. “Loh, kalau dia gak ikut organisasi gitu, seharusnya dia gak sibuk. Kan, surganya para mahasiswa atau mahasiswi yang gak berorganisasi, ya, ini. Masa-masa menjelang Dies Natalis. Mereka diliburkan, dan bisa asyik rebahan di rumah.”
Vien mengedikkan bahunya. Ia pun tak tahu perihal semua ini.
“Ah, udah, deh, gak usah dipikirin. Mungkin, Bhara ada kesibukan lain,” ujar Kesya. Vien terdiam. Betul juga kata Kesya, mungkin Bhara memiliki kesibukan lain. Tapi, kesibukan apa itu? Hingga lelaki itu seolah menjaga jarak dengan Vien.
“Oh, iya, kamu 'kan biasanya juga sama Dara. Tumbenan sekarang udah gak bareng lagi?”
Vien terpaku dengan pertanyaan itu. Gadis itu baru tersadar. Selama Bhara menjauhinya, maka selama itu pula kedekatannya dengan Dara ikut berkurang. Lantas, apa semua ini saling berkaitan?
Bhara yang menjauhinya. Dara yang tidak bersamanya. Bhara yang terlihat sibuk. Dara yang juga ikut sibuk.
Dan, hal yang menguatkan pikiran itu ialah perihal Dara yang pernah memberikan Bhara minuman.
🌺🌺🌺
Di depan sebuah cermin berukuran tidak terlalu besar itu, seorang gadis tengah memperhatikan setiap inci wajah cantiknya. Jemarinya menyentuh setiap permukaan wajahnya, sebelum akhirnya ia mengucapkan sebuah kata tanpa suara. Perfect.
Gadis itu beringsut, perlahan menggapai pintu lemari pakaiannya. Ia mengeluarkan beberapa dress dari dalam lemari besar itu, kemudian mengeliminasinya satu per satu. Pilihan gadis itu jatuh pada dress berwarna peach, dengan lengan pendek berenda yang menambah kesan elegannya. Tanpa banyak basa-basi, ia langsung mengubah pakaian rumahannya.
Gadis itu duduk kembali di atas kursi riasnya, kemudian melihat wajah cantiknya yang sudah dipoles sedemikian rupa untuk terakhir kali sebelum ia berangkat, menemui seorang pangeran berkuda putih. Ah, lebih tepatnya, berkencan dengan pangeran tersebut.
Gadis itu tak sabar menanti jarum jam, yang sepertinya sengaja melambat, dan mengulur waktu. Ia berdecak, rasa-rasanya ia benci hal bernama menunggu.
Gadis itu lalu berpindah ruangan, ke sebuah ruangan yang lebih kecil dari kamarnya semula. Ruangan yang berada di dalam kamarnya itu ialah tempat favoritnya, setelah kamarnya. Tempat dimana ia bebas mencurahkan semua isi hatinya, melalui gerakan tubuh yang meliuk-liuk nan Indah.
Tempat itu memang tidak begitu luas, namun berkat penataan barang yang begitu rapi, menyebabkan tempat ini terlihat berkali-kali lebih luas dari aslinya.
Hanya ada sebuah lemari, berisikan puluhan baju berwarna-warni yang biasa gadis itu gunakan untuk berlatih, dan beberapa kotak yang berisikan pernak-pernik kepunyaannya. Jangan lupakan, bahwa ruangan ini dipenuhi oleh kaca di setiap dindingnya. Oleh karena itu, gadis ini melarang keras setiap orang yang ingin masuk ke ruangan pribadinya, dengan alasan ia takut kacanya pecah.
Gadis itu berjalan ke salah satu dinding, dan melihat penampilannya secara lengkap dari atas kepala hingga ujung kaki. Acap kali ia mematut dirinya di depan kaca, ia selalu ingin memuji. Terlebih, ia selalu ingin memuji pesonanya yang begitu kuat dalam memikat hati lelaki manapun. Termasuk, lelaki itu.
Ya, lelaki yang kini telah terikat dalam pesonanya. Lelaki yang begitu dipuja oleh seseorang. Lelaki yang begitu dicintai oleh seseorang.
Dan, lelaki itu, sebentar lagi akan menjadi miliknya.
Miliknya seorang.
Maka dari itu, apapun akan ia lakukan, demi mendapatkan hati lelaki itu. Termasuk, menyerahkan hubungan pertemanannya.
•
•
•
Kira-kira ada yang bisa nebak gak, gadis itu siapa?
Btw, aku campurkan sedikit kesan misterius, ya, hehe. Soalnya, tiba-tiba kepikiran aja🤣Kayaknya asyik kalau ditambah bumbu-bumbu itu.
Oke, sekian, deh, curcolannya.
See you, next part!!
Jangan lupa berikan vomment mu sebelum meninggalkan part ini🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro