Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

T i g a

Kejutan Takdir - 03

Aku cukup sadar diri bukan si "prioritas utama". Namun, tidakkah kau berniat barang sekali saja menjadikanku "si nomor satu"? Sama seperti halnya, aku yang selalu menomorsatukan kamu di atas segala kepentinganku.

┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

Saat ini, Vien tengah berada di depan koridor kelasnya, menunggu Vai yang menjanjikannya es krim hari ini. Janji itu sebenarnya sebuah pembayaran utang, karena Vai telah menjatuhkan es krim Vien tanpa disengaja saat itu. Namun, bukan Vien namanya jika tidak meminta ganti rugi, terlebih itu semua menyangkut es krim vanila favoritnya.

Vien berdiri, dan menjadikan dinding kelasnya itu sebagai sandaran. Cukup lama gadis itu menunggu, hingga pergelangan kaki gadis itu terasa pegal.

“Vai lama banget, sih,” gerutu Vien, sembari menghentakkan kakinya ke lantai sebagai bentuk kekesalannya. Vien paling tidak bisa menunggu. Ia benci dengan hal tersebut. Baginya, menunggu adalah hal paling membosankan, yang sekaligus hal paling sia-sia yang harus ia lakukan. Akan tetapi, lagi-lagi itu ialah pengecualian jika yang ditunggu Vien adalah Bhara.

Meski harus berjam-jam lamanya, Vien akan tetap kuat menunggu. Pernah sekali, Vien harus menunggu di rumah tantenya hingga 2 jam untuk dijemput Bhara. Rupa-rupanya, lelaki itu kelupaan menjemput Vien karena asyik bermain dengan benda berbentuk bola favoritnya. Apalagi, jika bukan bola voli?

Kecintaan Bhara pada bola voli memanglah besar, sehingga tak jarang Vien mengira bahwa Bhara berpacaran dengan bola tersebut.

Ya, setidaknya, Vien lebih ikhlas Bhara berpacaran dengan bola voli, dibanding dengan perempuan lain—selain dirinya.

Sorry, nunggu lama.”

Vien menoleh, dan menghela napas lega. Akhirnya, orang yang sedari tadi ia tunggu datang juga. “Lama amat, sih, Vai. Habis ngapain?”

Lelaki bernama lengkap, Valderanzo Inggaskara tersebut menyengir. “Biasalah, anak rajin, dipanggil dosen.”

Vien berdecak. Bisa-bisanya Vai mengeluarkan cengirannya. Tidakkah ia merasa bersalah telah membuat Vien menanti cukup lama?

“Ya udah, yuk, kita langsung ke kedai es krimnya. Kasihan kamu, pasti udah gak sabar.” Vai menggenggam jemari Vien, dan berjalan diikuti gadis itu. Hal itu sudah biasa dilakukan Vai kepada Vien. Vien hanya bisa memaklumi ketika Vai mengutarakan alasannya.

Takut kamu terpencar, trus hilang.”

Tidak masuk akal memang, namun, begitulah Vai. Ngomong-ngomong soal Vai, lelaki itu ialah teman kedua Vien setelah Dara di kelas, sekaligus teman lelaki kedua setelah Bhara yang lumayan dekat dengan Vien. Jika biasanya Bhara membantu Vien mengerjakan tugas di rumah, maka Vai adalah malaikat penolong Vien di kelas. Lelaki yang duduk tepat di belakangnya itu benar-benar berhati baik. Vai rela menomorduakan tugasnya, dan terlebih dahulu membantu Vien mengerjakan tugas.

Kedua insan tersebut berjalan melalui kelas-kelas yang masih dilaksanakan proses belajar-mengajar. Sesekali, keduanya saling melempar candaan satu sama lain.

Langkah Vien terhenti, sesaat setelah getaran ia dapatkan dari ponselnya. Vai yang masih menggenggam tangan Vien, turut menghentikan langkahnya.

“Ada apa, Vien? Kok berhenti?”

“Ada chat masuk. Bentar, ya. Takut penting.”

Vien segera mengambil ponselnya yang ada di dalam tote bag miliknya. Setelah memasukkan beberapa digit angka yang menjadi sandi pengaman ponselnya, Vien dapat melihat pesan masuk yang menyebabkan getar tadi.

From : My Bhara❤️
Vien, ak tgg di prkiran. Kita mkn es krim yuk, dh lama gk mkn.

Sebuah senyuman mengembang di wajah Vien, ketika mendapat pesan seperti itu dari Bhara. Akhir-akhir ini, Bhara memang agak sibuk latihan voli, karena sebentar lagi, lelaki itu akan menghadapi pekan olahraga nasional. Dan, akhir-akhir ini pula, Bhara semakin jarang menjemputnya untuk pulang bersama.

To : My Bhara❤️
Ok, tggu ya. Ak ke sna.

Setelah pesan tersebut terkirim, Vien lalu mematikan ponselnya, dan beralih menatap Vai.

“Vai, kayaknya aku gak jadi pergi makan es krim bareng kamu, deh. Bhara ajakin aku makan es krim soalnya, dia bilang, udah lama gak makan, hehe. Utang kamu ditunda besok aja, ya. Gak apa, kan?”

“Iya, gak apa, kok. Aku mah kapan aja bisa, kalau Bhara kan, akhir-akhir ini sibuk, jadi kamu sama dia aja dulu.”

“Oke, deh. Kalau gitu, aku duluan, ya. Babai.”

Vien melambaikan tangannya kepada Vai, dan meninggalkan lelaki itu yang masih terpaku di tempatnya.

Tanpa Vien sadari, pilihannya untuk lebih memprioritaskan Bhara membuat hati seseorang terluka. Dan, seseorang itu ialah Vai.

🌺🌺🌺

“Ha, gimana-gimana? Dia mandangin kamu, sampai gak fokus makan es krimnya?” tanya Dara, dengan mata yang berbinar, seolah begitu antusias mendengar lantunan cerita dari Vien.

Vien sebagai sumber cerita, lebih antusias lagi, ketika menceritakan aktivitasnya kemarin makan es krim dengan Bhara. Bhara mengajaknya makan es krim di kedai favorit mereka berdua. Tidak hanya menawarkan spot foto yang begitu indah, kedai ini juga menawarkan berbagai keunikan rasa pada es krim yang dijualnya. Namun, meski ada berjuta-juta rasa baru yang ditawarkan, vanila tetaplah menjadi pilihan Vien. Berbeda dengan Bhara, yang tidak memiliki patokan rasa favorit, sehingga pilihan rasa yang dipilih lelaki itu pun berubah-ubah.

“Iya, saking gak fokusnya, sampai belepotan makannya. Aduh, muka dia tuh lucu banget pas di sisi bibirnya ada es krim. Sumpah, deh, benar-benar bukan Bhara yang biasanya.”

“Lalu, kamu bisa modus, dong?” Vai bertanya, sembari menebak hal apa yang selanjutnya dilakukan oleh Vien.

“Ya, gitu, deh. Aku ambil tisu, trus lap deh bagian wajah Bhara yang kena es krim. Aduh, aku deg-degan banget pas lap nya. Sumpah, rasanya, mau pingsan aja aku, huaa.”

Vien menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Gadis itu benar-benar tidak bisa menghilangkan rasa deg-degan yang sedari kemarin menghinggapi hatinya.

“Kalau mau pingsan, pingsan aja kali, Vien. Mana tahu, nanti ada scene-scene kayak di drakor gitu, ceweknya pingsan, trus digendong ala bridal style sama cowoknya. Aduh, sumpah, bikin baper banget.”

“Ada-ada aja, deh, kamu Dar. Mana mungkin ada scene kayak gitu di dunia nyata. Itu 'kan cuma sebatas karangan cerita. Nyatanya, realita mah gak seindah dengan yang di drakor-drakor.”

Mendengar keantusiasan kedua gadis di depannya itu, Vai hanya bisa tersenyum. Terlebih, apa yang mereka bahas tersebut berkaitan dengan rasa Vien.

Ngomong-ngomong soal rasa, Vai akui bila ia menaruh rasa yang teramat dalam pada Vien, gadis yang baru ia kenal sejak 1 semester yang lalu. Gadis penyuka vanila dengan segala tetek-bengek yang menjadikannya selalu kelihatan lucu di mata Vai.

Vai menganggap dirinya sebagai lelaki yang beruntung, karena hanya dalam sekali kenal, ia sudah dapat akrab dengan Vien. Vien yang katanya sulit akrab dengan teman-temannya tersebut justru dengan mudah membuka dirinya pada Vai. Namun, keberuntungan itu segera sirna, ketika Vai harus merasakan retak pada hatinya, tatkala gadis itu mengatakan bahwa ia menyukai lelaki lain.

Dan, lelaki itu ialah Bhasvara Aristide, orang yang kini berstatus sebagai sahabat Vien.

“Jadi, nanti dia ngajak kamu jalan lagi, Vien?”

Pertanyaan dari Dara dijawab dengan sebuah anggukan dari Vien.

Vai yang segera sadar akan hal tersebut, lagi-lagi harus merasakan pedih.

Kemarin, Vien menunda acara mereka berdua karena Bhara. Dan, sekarang? Haruskah lagi ditunda karena Bhara?

Vai cukup sadar diri, ia bukanlah prioritas Vien. Akan tetapi, tidakkah Vien tahu, bahwa Vai rela membolos les bahasa Jepangnya untuk mengganti acaranya yang kemarin dibatalkan?

Ah, mana mungkin, Vien tahu. Lagi pun, Vai tidak memberitahunya.

“Wah, jalan lagi, nih, sama si pujaan hati. Have fun, ya, nanti Vien.”

Berbanding terbalik dengan perasaannya, Vai berucap dengan senyuman yang mengembang. Seolah, ia ikhlas, bila Vien lagi-lagi harus memilih Bhara.




Duh, kasihan, ya, Vai. Ada yang pernah di posisi Vai? Bukan prioritas di mata orang lain, namun berusaha menjadikan orang lain sebagai prioritas.

Ah, itu mah, aku banget, hehe.

Rasanya gimana? Ah, gitu, deh. Nyessss💔

Tapi, lebih nyesek lagi, kalau gak ada dukungan dari kalian, hehee. Jangan lupa klik bintangnya, ya, buat aku, biar aku makin semangat menyiksa Vai. Eh, canda. Maksudnya, semangat nulis🤣

Sekian, sampai jumpa di part berikutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro