S e b e l a s
Kejutan Takdir – 11
Sejujurnya, aku benci menambah lawan. Namun, jika hanya dengan cara itu saja aku bisa menjagamu, maka aku dengan senang hati menambah rivalku.
┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈
“Bhar,” panggil Vien, sembari mencekal pergelangan tangan Bhara, membuat lelaki itu menghentikan langkahnya.
“Kenapa, Vien?”
“Bhar, aku mau tanya, kenapa kamu udah jarang ke rumah aku? Kamu sibuk banget, ya?”
Bhara melepas cekalan tangan Vien pada tangannya, kemudian mengalihkan pandangannya, menghindar dari tatapan Vien. “Iya, Vien, aku sibuk,” jawabnya.
Jawaban itu jelas tidak bisa dipercaya oleh Vien, mengingat lelaki itu berucap tanpa menatap matanya. Ini bukan tipikal seorang Bhara, yang selalu menatap mata lawan bicara ketika ia berbicara. Vien merasa bahwa kali ini lelaki itu berbohong.
“Kamu bohong, Bhar.”
Bhara menghela napasnya. “Aku gak bohong, Vien.”
“Enggak, Bhar, kamu bohong. Penelitian mengatakan jika arah pandangan mata seseorang selalu diarahkan ke kanan bawah ketika ia berbicara, maka dapat disimpulkan bahwa ia tengah berbohong.”
Bhara mendengus. “Itu kan cuma penelitian, dan gak semua penelitian itu pantas dipercaya. Penelitian hanya mengandalkan riset dari sepersekian orang di dunia, bisa aja kan, aku menjadi salah satu orang yang risetnya tidak dibuktikan.”
“Ya, tapi, kan—”
“Udah, deh, Vien. Kamu tadi tanya ke aku, aku sibuk apa nggak, aku jawab sibuk. Lalu, sekarang, kamu bilang aku bohong. Jadi, mau kamu apa?”
“Kok nada bicara kamu gitu, Bhar? Kamu marah sama aku?” cicit Vien, yang sedikit terkejut dengan perubahan nada bicara Bhara. Lelaki itu berucap, dengan intonasi yang sedikit tinggi—tidak seperti biasanya.
“Udah, ya, Vien, aku capek. Beberapa hari ini aku sibuk, tolong, jangan ganggu aku dulu.” Setelah berucap demikian, Bhara berjalan meninggalkan Vien yang masih terpaku dengan ucapan Bhara.
‘Jangan ganggu aku.’
🌺🌺🌺
“Ga, akhirnya gue punya kesempatan buat nanya sama lo, setelah berhari-hari lo minggat dari rumah gue,” ujar Vai, yang sekarang tengah berada di kantin teknik bersama dengan Arga. Oh iya, untuk sekadar informasi, Arga adalah teman sekelas Bhara di program studi Teknik Kimia, dan Arga sendiri juga terpilih menjadi salah satu perwakilan Hivoteki pada Pekan Olahraga Nasional kemarin. Kabar baiknya, Hivoteki berhasil masuk ke kejuaraan 3 besar tingkat nasional. Sayangnya, yang bisa mewakili ke tingkat internasional hanyalah juara 1, sehingga Hivoteki gagal untuk melanjutkan perjuangan mereka.
“Elah, Vai, gue nginap beberapa hari di rumah Boy aja lo kata minggat. Gimana kalau gue nginapnya bertahun-tahun? Oh, atau lo kangen gue, ya? Acieee,” ledek Arga, yang membuat Vai menatapnya tajam. “Eh, ampun, Bos. Oke, gue serius. Ada apa? Kayaknya lo ngegebet banget mau ketemu sama gue. Ada yang bisa gue bantu?”
“Ini, Ga, gue mau memperjelas jawaban lo kemarin-kemarin. Yang lo bilang bahwa kegiatan lo dan teman-teman Hivoteki seminggu di luar kota kemarin. Lo bilang, kalian gak sibuk, kan?”
Lelaki dengan hidung mancung itu mengangguk, sembari menyugar rambutnya ke atas, menambah kesan ketampanan lelaki itu. “Iya, emang gak sibuk. Ada apa? Ada masalah?”
“Iya, masalahnya ada kaitannya sama Bhara. Jadi gini, lo tahu sendiri kalau Vien dan Bhara itu lengketnya bukan main. Pas seminggu di luar kota, Bhara gak sekalipun ngabarin Vien, alasannya sih sibuk. Trus, parahnya, sebelum dia berangkat, dia juga gak pamitan sama Vien, dengan alasan dia udah hampir telat. Ya, Vien bilangnya, biasa Bhara selalu pamitan sama dia. Tapi, sekarang nggak. Menurut lo, itu gimana?”
Arga berpikir sejenak, sambil menyeruput jus mangga miliknya. “Ehm, kalau urusan Bhara sibuk apa nggak kemarin, itu gue kurang tahu. Soalnya, gue gak sekamar sama dia. Mungkin, nanti lo bisa tanya sama Dodi, atau Rian, soalnya mereka berdua yang sekamar sama Bhara. Tapi, ya, seperti yang gue bilang tadi, sumpah, kami di sana itu berasa gabut banget, gak ada ngapa-ngapain, bahkan si Rey yang ketua aja dia merasa kurang kerjaan. Jadi, kalau Bhara beralasan sibuk, gue rasa gak masuk akal.”
Arga merubah posisi duduknya, sebelum melanjutkan jawabannya. “Trus, untuk urusan Bhara yang katanya udah hampir telat, sehingga gak sempat kabarin Vien, gue yakin itu beneran bohong.” Arga menggantung ucapannya, membuat Vai mengernyitkan dahinya.
“Karena, pas itu , kami sepakat buat ngumpul dulu di sekolah sebelum berangkat, dan Bhara jadi orang pertama yang ada di sekolah. Bahkan, gue yang berasa udah datang kepagian aja, masih kalah awal sama Bhara. Kalau lo gak percaya, lo boleh tanya Dodi, karena dia datangnya sama gue. Setelah itu, lo simpulin sendiri soal si Bhara.”
“Gue percaya sama lo, Ga. Tapi, yang bikin gue heran, kenapa Bhara harus bohongin Vien?”
Arga mengedikkan bahunya. “Mana gue tahu, lo kata gue bapaknya Bhara?”
“Tapi, biasanya kalau cowok udah kayak gitu, bohong, gak ngasi kabar, pokoknya udah berubah, itu karena dia udah nemu cewek baru. Nah, sekarang, mending lo tanyain aja langsung sama Bhara soal itu. Atau paling nggak, lo tanya sama Vien, kira-kira siapa cewek yang paling berpotensi dekat dengan Bhara.”
Vai hendak melontarkan pendapatnya kembali, namun suara seorang gadis yang amat dikenalinya seketika membuyarkan konsentrasinya dalam serius. Lelaki itu menghadap ke belakang, dan mendapati Vien tengah menangis di salah satu meja.
“Ga, gue cabut dulu. Ada urusan yang jauh lebih penting dibanding Bhara.” Vai meraih ponselnya yang ada di atas meja, kemudian menyampirkan ranselnya ke bahu kirinya.
“Iya, urusan Vien mah lebih penting daripada apapun. Cepetan jadian, gih, gue bosen ngelihat lo ngejomblo mulu,” ledek Arga yang tidak sadar akan statusnya sendiri.
🌺🌺🌺
“Vien, kamu kenapa nangis?” panik Vai mendekat ke arah Vien. Lelaki itu meluruskan kedua tangannya, dan mendekap Vien ke dalam pelukannya. Sebuah usapan diberikan Vai ke atas kepala Vien, berharap tangisan gadis itu sedikit mereda.
“Bha-Bhara, Vai, hiks.”
“Bhara?” ujar Vai membeo. Perasaan tidak enak seketika menyelimuti hatinya. “Ada apa dengan Bhara?”
“Hiks, dia marahin aku, Vai. Dia jahat, hiks.”
Vai membulatkan matanya, seiring dengan kepalan tangan yang mulai tercipta. Bhara memarahi Vien? Atas dasar apa?
“Sekarang kamu cerita dulu, kenapa Bhara bisa marah sama kamu?” Sebenarnya, dalam keadaan seperti itu, Vai tidak bisa berbicara dengan nada yang tenang. Ia kesal, marah akibat tidak terima Bhara memarahi Vien, terlebih ia juga masih dibakar rasa panik akibat tangisan Vien.
Akan tetapi, terkhusus untuk Vien, lelaki itu berusaha mengontrol nada bicaranya, dan sebisa mungkin untuk berbicara dengan nada paling lembut. Saat ini, hanya dirinya yang ada di sebelah Vien, bukan Bhara, dan itu berarti sudah menjadi tugas Vai memberikan sandaran ternyaman bagi gadis itu.
Vien menyeka air matanya, sesaat sebelum ia melantunkan ceritanya. Gadis itu memulai cerita dari ia yang mencekal tangan Bhara, bertanya kepada Bhara, menuduh Bhara berbohong, hingga Bhara yang memarahinya. Tidak ada satupun kejadian yang ia lewatkan.
Vai yang mendengar cerita Vien semakin tersulut emosi. Setelah berhari-hari lelaki itu mengacuhkan Vien, dan ketika Vien bertanya, ia malah memarahi gadis itu. Benar-benar tidak mempunyai rasa manusiawi.
“Vien, bentar, ya. Kamu tunggu di sini, ada urusan yang ingin aku selesaikan.”
“Urusan apa, Vai?” Gadis itu menahan Vai agar tetap di sisinya, namun Vai dengan terpaksa harus melepas cekalan tangan itu.
Kali ini, Vai meninggalkan Vien, bukan berarti Vien tidak lebih penting dari urusan itu. Namun, tangannya sudah gatal ingin menghajar lelaki bernama Bhasvara Aristide—yang sudah melukai perasaan gadisnya.
Vai berjalan dengan cepat, melewati koridor kampus, dan segera berbelok ke arah kiri yang merupakan lorong kelas Teknik Kimia. Setelah melihat target di depan mata, tanpa basa-basi, lelaki itu melayangkan sebuah tinju ke muka lelaki berengsek itu.
“Apa-apaan, nih?”
•
•
•
Hayo, Vai sudah tersulut emosi, sampai-sampai main tangan. Bisa dirasakan dong, gimana perasaan Vai setelah mengetahui orang yang dikaguminya digituin?
Peringatan untuk para lelaki di manapun anda berada : Kamu boleh marah, namun tidak untuk membentak seorang perempuan, ya. Tetap jaga tutur bahasa, hehe.
Udah, deh, cuap-cuapnya, nanti ngebosenin, hihi.
Sampai jumpa di part berikutnya✨✨
Jangan lupa berikan vote, dan kritik sarannya, yaa🌺
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro