Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

L i m a B e l a s

Kejutan Takdir — 15

Perlahan, kehilangan semakin menjadi-jadi. Tidak ada yang bisa kita lakukan, selain beradaptasi dengan perubahan selepas kehilangan. Pilihannya hanya dua; beradaptasi dengan perubahan baru atau sama sekali kehilangan harapan hidup.

┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

Vai mengacak rambutnya frustrasi. Lelaki itu tidak bisa membayangkan, bagaimana hari-hari Vien ke depan, jika gadis itu mengetahui yang sebenarnya.

Vai tidak tega jika ia harus memberi tahu kepada Vien sekarang. Oleh karena itu, berbohong ialah jalan yang tepat yang bisa ia pilih tadi. Lelaki tersebut terpaksa berbohong, dan bersikap seolah semua baik-baik saja. Lelaki itu dengan mudahnya meyakinkan Vien bahwa Bhara dan Dara tidaklah memiliki hubungan spesial.

Namun, rupanya, Vai tahu segalanya. Ia sudah pernah memergoki Bhara yang datang ke rumah Dara, menjemput gadis itu. Sementara pada waktu yang bersamaan, Vien bercerita bahwa Bhara menolak untuk berangkat ke kampus bersama dengan gadis itu. Alasannya, karena lelaki itu akan berkumpul terlebih dahulu dengan teman-teman seprodinya. Dan, hal itu jelas membuktikan bahwa Bhara memiliki perasaan khusus kepada Dara. Ditambah lagi dengan keterangan dari Vien, yang mendengar kabar burung dari Sasa, semakin memperkuat keyakinan Vai.

Yang Vai tidak habis pikirnya ialah bisa-bisanya lelaki itu menyakiti Vien dengan cara begini. Tidakkah lebih baik untuk Bhara mengakui kepada Vien perihal perasaannya terhadap Dara? Daripada lelaki itu harus diam-diam bersama Dara, dan bersikap semuanya baik-baik saja. Vien akan jauh lebih terluka jika begini caranya.

Vai ingin marah kepada Bhara. Menarik kerah baju lelaki itu, lantas menghajarnya habis-habisan karena telah menyakiti perasaan Vien secara perlahan. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Ada risiko besar yang harus Vai tanggung bila ia berani menghajar Bhara. Yang pertama ialah Vien akan membencinya, karena telah menghajar orang yang dicintainya. Atau, yang kedua, Vien akan segera tahu perihal perasaannya kepada gadis itu.

Sungguh, bukannya Vai tidak mempunyai nyali. Hanya saja, ia masih takut Vien mengetahui perasaannya. Lebih tepatnya, ia takut akan respons Vien, yang kemungkinan besar akan menjauhinya.

Vai melirik ke atas meja di sebelah ranjangnya. Fokusnya tidak terpaku pada beberapa jenis obat yang mesti ia konsumsi sekarang. Namun, lelaki itu terfokus pada kalender meja yang berbentuk limas segitiga itu. Lelaki itu meraihnya dengan tangan kanannya, kemudian melihat jelas lingkaran yang digambar dengan tinta merah di tanggal 20.

Hari ini tanggal 19. Itu artinya, tanggal 20 jatuh pada hari esok.

Setelah melihat kalender, lelaki itu berpaling pada sebuah kotak yang sudah dibungkus dengan kertas berwarna merah muda itu. Vai meraihnya, kemudian sebuah senyuman sukses terukir di wajah lelaki itu.

Besok.

Ya, besok. Ia harus membuat seseorang itu merasa spesial akan hari esok, meskipun ada sejuta alasan yang siap membuatnya sedih.

🌺🌺🌺

Vien menaruh gelas kosongnya di atas meja. Gadis itu mengelap sudut bibirnya yang sedikit terkena susu dengan tangannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Namun, gadis itu belum berniat menggapai alam mimpi. Ia masih disibukkan dengan berbagai pikiran mengenai Bhara, dan Dara.

Apa benar bahwa keduanya mempunyai hubungan spesial? Jika iya, lantas mengapa mereka berdua tidak pernah memberitahu Vien? Jika iya, lantas mengapa mereka harus diam-diam?

Apa Vien sudah tidak penting di mata mereka?

Ya, walau jujur saja, Vien tidak bisa membayangkan betapa hancurnya dirinya ketika mengetahui kebenaran dari mulut keduanya. Vien mencintai Bhara. Dan, Dara tahu itu. Lalu, jika keduanya memang menjalin hubungan spesial, apa boleh Vien menganggap Dara telah menikungnya?

Namun, gadis itu teringat bahwa ia bukanlah siapa-siapanya Bhara. Vien hanya sebatas sahabat bagi lelaki itu, bukan pacar yang berhak untuk melarang siapapun mencintai Bhara. Lagian, Vien maklum saja jika banyak yang mencintai lelaki itu. Lelaki itu adalah tipikal lelaki idaman banyak gadis.

Tapi, apakah boleh Vien berandai bila gadis yang sedang dekat dengan Bhara itu bukan Dara, temannya?

Sesaat, Vien teringat dengan ucapan Vai tadi sore. Lelaki itu berkata kepada Vien, bahwa ia tidak boleh berprasangka buruk terlebih dahulu. Mungkin, semua ucapan Sasa hanya sekadar gosip semata yang tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Tapi, entah mengapa, rasanya sulit bagi Vien untuk tidak mempercayai setiap kalimat Sasa. Baginya, itu ialah logis, jika misalnya terbukti Bhara dan Dara memiliki hubungan spesial. Salah satu bukti yang menguatkan ialah Dara yang pernah ketahuan memberikan Bhara minuman— walau pada saat itu, gadis itu menyangkal. Ditambah lagi, dengan ucapan Sasa yang berkata ia dan gengnya melihat Bhara sedang bersama Dara saat di mall.

Entahlah, Vien benar-benar dibuat bingung oleh keadaan saat ini. Mana yang harus ia percaya?

Vien hendak turun ke lantai bawah, untuk menyimpan gelas yang tadinya berisi susu rasa vanila ke tempat pencucian piring. Namun, fokus gadis itu terhenti ketika pandangannya mengarah kepada kalender bulanan yang menggantung di dinding kamarnya. Gadis itu berjalan mendekat, lantas menghela napas.

Besok ialah hari yang seharusnya paling ia tunggu. Hari dimana ia akan mendengar sebaris dua baris ucapan doa yang dilontarkan oleh orang-orang spesialnya, termasuk Bhara.

Namun dalam kondisi seperti ini, di saat hubungan keduanya sedikit merenggang. Apakah akan ada ucapan selamat ulang tahun yang dilontarkan lelaki itu kepadanya? Apakah akan ada sebaris doa yang diucapkan lelaki itu untuknya, yang akan menambah usia?

Ah, rasanya, pertanyaan ini lebih cocok untuk dipertanyakan.

Apakah Bhara masih akan mengingat hari ulang tahunnya?

Vien mendongakkan kepalanya ke atas, berusaha menahan agar cairan bening tak mengalir turun dari sudut kanan matanya.

Tak ingin terlarut lebih lama, gadis itu melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

🌺🌺🌺

Suara grasak-grusuk menyambut indra pendengaran Vien, ketika gadis itu mendaratkan telapak kakinya di anak tangga terakhir. Vien menoleh ke sana-sini, mencari sumber suara. Vien yang seharusnya berjalan menuju dapur yang ada di sebelah kiri tangga, malah berbelok ke sebelah kanan, menuju kamar kedua orang tuanya.

“Ma, Pa,” panggil Vien seiring dengan ketukan pintu yang dilakukan gadis itu. Vien yakin, suara grasak-grusuk itu datangnya dari kamar Sonia dan Adit.

“Iya, Sayang, sebentar,” sahut Sonia dari dalam, sebelum akhirnya pintu kamar tersebut terbuka, menampilkan sosok Sonia dan Adit di sebelahnya yang berpakaian rapi. Jangan lupakan dua koper besar yang berada di dekat mereka. Vien melirik kedua koper tersebut dengan penuh keheranan.

“Papa dan Mama ngapain? Kok bajunya rapi gitu? Trus, pakai bawa koper segala lagi. Kalian mau kemana?” tanya Vien yang membuat Sonia dan Adit saling bertukar pandang.

“Ehm, gini, loh Vien. Salah satu rekan kerja Papa kamu itu undang Papa dan Mama untuk menghadiri pesta anniversary pernikahan dia dan istrinya besok. Nah, kebetulan, tempatnya itu di luar kota. Jadi rencananya, malam ini, Mama dan Papa mau berangkat, dan nginap di hotel. Gak apa, kan, Sayang?” tanya Sonia di akhir penjelasannya.

Vien terdiam sejenak. Gemuruh di dalam hatinya terdengar. Seolah kecewa dengan ucapan Sonia. Besok kan, hari ulang tahunnya. Apakah pesta anniversary pernikahan teman papanya itu lebih penting dibanding hari ulang tahun putri mereka sendiri?

“Tapi, Ma, Pa. Besok kan Vien ulang tahun.”

Adit mendekat ke arah Vien, kemudian merangkul anak gadisnya itu. “Iya, Vien, Papa dan Mama tahu. Papa janji, besok kalau pestanya udah kelar, kami bakalan langsung pulang malamnya, dan kita bisa rayain ulang tahun kamu, ya. Papa minta maaf, tapi temen Papa itu benar-benar mengharapkan kedatangan Papa. Jadi, Papa harap kamu bisa ngerti, ya.”

Tidak ada yang bisa Vien lakukan, selain mengangguk sebagai jawaban.

“Papa minta maaf, tapi temen Papa itu benar-benar mengharapkan kedatangan Papa.”

Vien rasanya ingin tersenyum miris. Apa bagi kedua orang tuanya, Vien tidak membutuhkan kehadiran mereka di hari ulang tahunnya?

Tidakkah cukup ia harus kehilangan kedekatannya dengan Bhara? Lantas, apalagi ini? Ia harus kehilangan kesempatan untuk merayakan hari ulang tahunnya, bersama dengan kedua orang tuanya?

Tuhan, apa boleh sekali ini saja Vien egois?




Arghh, kasihan Vien🙃Kenapa takdir kejam banget, sih sama dia? 😶

Gak tau lagi mau ngomong apa, selamat bergalau ria bersama Vien. Semoga hari-hari selanjutnya gadis itu akan lebih bahagia.😗

Ayo, jangan lupa berikan vote dan komentar dukungan bagi Vien.😗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro